Home / Peristiwa : Refleksi Akhir Tahun Dunia Peradilan

"Menyelamatkan Wakil Tuhan di Bumi"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 02 Jan 2018 00:56 WIB

"Menyelamatkan Wakil Tuhan di Bumi"

Harus diakui bahwa penegakkan hukum di Republik ini masih menyisakan berbagai persoalan tersendiri, terutama terkait kinerja para punggawa keadilan dalam hal ini hakim. Betapa tidak, para pemutus keadilan tersebut selama ini cenderung dinilai tak mencerminkan rasa keadilan oleh sebagian masyarakat. Anggapan sebagian masyarakat tersebut di satu sisi tidaklah salah atau sepenuhnya benar. Namun demikian, kita sebagai negara yang menganut prinsip negara hukum (Rechstaat) stigma demikian sebaiknya tidak terlalu di generalisir. Jika kita simak refleksi akhir tahun Mahkamah Agung RI yang di sampaikan oleh pimpinan MA RI di bawah komando bapak Prof Hatta Ali, tersirat adanya distrust (ketidakpercayaan)dari sebagian publik terhadap lembaga peradilan selama ini. Jujur hal tersebut tentu saja membuat kita miris akan anggapan publik yang sedemikian itu kepada lembaga peradilan. Sehingga terbersit di benak saya ada apa dengan Wakil Tuhan di bumi Nusantara ini?. Apapun yang mereka lakukan terkesan tidak ada benarnya. Seharusnya, masyarakat memahami bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang mandiri. Jelas dalam konstitusi kita UUD 45 dipasal 24 jelas menyatakannya, hakim tidak dapat di intervensi oleh pihak manapun, walau itu atasannya sendiri. Masyarakat perlu tahu bahwa Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara harus sesuai dengan hati nuraninya yang paling dalam. Disinilah Wakil Tuhan di bumi ini di uji integritas dan kapabilitasnya dalam memutus suatu perkara. Menjadi suatu hal yang biasa ketika dalam suatu perkara tentunya ada para pihak yang bersengketa dan merasa sama-sama benar, dimana akhirnya pasti ada yang kalah dan ada yang menang. Yang menang merasa paling benar, yang kalah pasti tidak terima. Karena bahwa mereka tetap merasa benar, tetapi di kalahkan oleh hakim. Disinilah awal masalah itu muncul. Mulailah pihak yang kalah mencari jalan untuk bisa menang kembali, kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dengan alasan ada kesalahan yang nyata dari putusan hakim atau di temukan lagi bukti-bukti baru, bahkan bisa juga karena ada perlawanan dari pihak ketiga. Hal-hal ini yang mengakibatkan kepastian hukum di negara kita tidak pernah selesai. Yang paling celaka kalau putusan PK-nya menganulir putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Maka, jadilah lembaga peradilan kita lembaga yang di klaim kurang di percaya masyarakat. Padahal banyak sekali keputusan MA yang menghukum para koruptor bahkan memperberatnya, tapi hal itu akan tertutup dengan satu atau dua putusan yang memotong masa tahanan koruptor atau membebaskannya. Bagaimana seorang Artidjo Alkostar Hakim Agung yang selalu menghukum koruptor tanpa tedeng aling aling, dan sudah tidak terhitung banyaknya putusan tersebut?. Masih pantaskah kita menuding lembaga peradilan tak mencerminkan rasa keadilan? Belum lagi kekuasaan kehakiman di nodai oleh sebagian kecil (14 orang dari 7.989 orang Hakim), yang terjaring kasus korupsi. Sebagian publik ramai-ramai langsung menganggap semua hakim perilakunya sama dengan yang 14 orang tersebut. Vonis wakil Tuhan ini apabila sedikit saja tidak memuaskan kelompok tertentu, langsung dapat di artikan bahwa Hakimnya tidak berintegritas. Sungguh naif sekali jika setiap kesalahan oknum disematkan pada semuanya bahkan institusinya, ini menyedihkan. Apakah mereka-mereka yang mengartikan negatif terhadap hakim tahu persis bagaimana kehidupan seorang Wakil Tuhan ini?. Contoh seorang Ibu Hakim di Pengadilan Negeri Surabaya, yang menyampaikan unek-uneknya pada saat kunjungan Komisi III DPR RI. Adakah yang tahu kalau Hakim di Pengadilan Kelas I Surabaya tinggal di kamar kos-kosan seluas 4x3 m2, hidup sendiri jauh dari suami/istri dan anak-anaknya?. Adakah yang tahu kalau Hakim ini ke kantornya naik bemo atau naik angkot?, adakah yang tahu kalau Hakim ini menangis karena bingung bayar cicilan rumah dan biaya kuliah anaknya kalau masa pensiunnya dipangkas?, Adakah yang tahu kalau setelah pensiun gaji mereka lebih kecil dari PNS di pengadilan?. Adakah yang tahu bagaimana beratnya kehidupan Wakil Tuhan di Bumi ini?, yang menjadi tumpuan bagi pencari Keadilan?. Dalam Kesendirian mereka tidak bisa berbuat apa apa, sendiri tidak bisa mengomentari, di nilai seseorang tidak baik mereka harus menerima, bahkan bila di nilai baik pun mereka tidak perlu mendapat pujian. Hal-hal seperti inilah yang sebenarnya harus diperhatikan juga oleh para pemerhati dunia peradilan dan juga Pemerintah. Sudahkah kita memberikan perhatian lebih kepada para Wakil Tuhan di bumi ini?, yang sudah bekerja dengan hati Nuraninya, tanpa Intervensi dari Pihak manapun. Mari kita ikuti semua aturan hukum yang sudah diatur dalam bingkai Peraturan Perundang-undangan Negara Indonesia, tanpa harus mencari-cari kesalahan dari para Wakil Tuhan ini. Apabila ada hal-hal yang kurang baik dari sebagian kecil mereka, mari sama-sama kita perbaiki untuk kemajuan Kekuasaan Kehakiman yang lebih baik dari saat sekarang. Adalah tugas kita semua bersama sama untuk menyelamatkan Wakil Tuhan di Bumi. (*/rmc)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU