Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

200 Pejabat di OTT KPK Tahun 2018, Jokowi Sedih

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 09 Des 2018 21:34 WIB

200 Pejabat di OTT KPK Tahun 2018, Jokowi Sedih

Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Minggu (9/12/2018) kemarin, merupakan Hari Peringatan Antikorupsi Internasional. Sepanjang tahun 2018 menggelar 37 operasi tangkap tangan (OTT). Cara ini andalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangkap para koruptor. Terbaru, KPK menangkap dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan "Tema tahun ini korupsi di sektor politik, karena banyak sekali pejabat terpilih yang berurusan dengan KPK mulai dari Bupati, DPRD dan DPR," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif kepada wartawan di Taman Suropati, Menteng, Jakarta, Minggu (9/12/2018). Dari 37 gelar OTT, jumlah pejabat politik atau politisi yang ditangkap kasus korupsi sekitar 200 orang, termasuk Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, dan eks Ketua DPR Setya Novanto sejak tahun 2015-2019. Syarif berharap tahun 2019, masyarakat bisa berperan membantu KPK. Termasuk apabila masyarakat berurusan dengan penegak hukum jangan menawarkan atau memberikan suap. Sementara data yang dirilis oleh lembaga antirasuah tahun 2017, terdapat 19 kali. Ini membuktikan korupsi di sektor publik meningkat. Umumnya, pejabat publik ini terbukti telah menerima uang suap atau menyalahgunakan kewenangannya untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain. Atas penangkapan 200 pejabat dalam 37 gelar OTT selama tahun 2018 ini, Anda Capres Jokowi, merasa sedih karena hampir setiap hari Anda mendengar pemberitaan mengenai kepala daerah yang ditangkap KPK karena korupsi. "Jangan dipikir saya senang, tengah malam tahu-tahu dapat berita (kepala daerah ditangkap karena korupsi), pagi dapat berita (kepala daerah ditangkap KPK)," ujar Jokowi di hadapan ratusan kepala daerah di Jakarta pada 6 Juli lalu. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Memperhatikan permasalahan korupsi di sektor publik, apakah Anda berdua tidak penasaran? Paling tidak keinginan tahu penyebab dan bagaimana solusinya? Ketua MPR sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, menyarankan pembenahan dalam sistem politik di Indonesia selama ini. Saya kira ini perlu perenungan bersama, katanya di Jakarta, awal November 2018 lalu. Tentang penyebabnya, misal kasus Wali Kota Pasuruan Setiyono, KPK menemukan kode atau sandi yaitu ready mix atau campuran semen dan Apel untuk fee proyek. Selain kode Kanjengnya untuk menyebut wali kota. Wali kota diduga mengatur proyek-proyek di lingkungannya melalui tiga orang dekatnya. Sementara untuk korupsi suap di Pemerintah Kabupaten Klaeten, terkait promosi dan jabatan. Dari dua kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah, tindak pidana di sektor publik, memiliki modus berbeda. Tetapi sama-sama tindak pidana suap. Berdasarkan data yang saya peroleh, indikasi kuat bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang beruntun terhadap kepala daerah dan calon kepala daerah ini menunjukkan bahwa memang negara ini berada dalam situasi darurat korupsi. Perilaku korupsi oleh para pejabat dan elite politik sudah sampai pada tahap yang sangat akut, sehingga hampir tak ada cara untuk menghentikannya. Mempelajari perkara atas 37 penyelenggaraan OTT yang dilakukan KPK, terkesan pejabat-pejabat publik ini tidak memiliki ketakutan dan rasa malu. Terutama dalam mencuri uang rakyat. Padahal tahun 2017 lalu terdapat 17 kali OTT dan pejabatnya dipublikasikan. Ada apa tahun 2018 pejabat publik masih korupsi? Mengapa pejabat publik yang ditangkap tahun 2018 ini masih tak mau atau mampu menghalangi niat untuk tetap melakukan korupsi. Pantas Anda Capres Prabowo menyebut tingkat korupsi di Indonesia sudah sangat memprihatinkan yaitu masuk stasdium 4. Lalu bagaimana dengan status korupsi di negara yang sangat mapan perekonomiannya seperti Saudi Arabia. Mengingat, dua tahun lalu, pemerintah Negeri Petro Dollar itu menertibkan sejumlah pangeran kerajaan yang dianggap terlibat korupsi. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Dari 37 penyelenggaraan OTT ini, ternyata bidang pelayanan publik di setiap intansi pemerintahan telah menjadi lahan praktik tindak pidana korupsi. Apakah ini merupakan indikasi korupsi ada di semua unit kerja tiap pemerintahan Kabupaten dan kota? Apakah suap-suap kepada pejabat ini bagian dari perilaku pejabat publik atau masyarakat yang tidak sabar mengikuti prosedur perijinan? Padahal, hampir semua Kabupaten dan kota di Indonesia sudah mempublikasikan sistem informasi tersajikan secara transparan. Akal sehat saya berpendapat dengan terdapat 37 OTT dan menangkap 200 pejabat publik, sepertinya para pelaku korupsi berasumsi bahwa KPK tidak akan masuk ke ranah layanan publik. Makanya, 200 pejabat publik ini berasumsi bahwa masih memungkinan suap secara masif di bidang pelayanan publik. Adalah Huberts, seorang profesor ilmu politik dan administrasi publik di Vrije Universiteit, Amsterdam, yang pernah menerbitkan suatu paper (1998). Papernya mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi korupsi sektor publik. Paper tersebut disusun berdasarkan hasil survei terhadap 257 pakar dari 49 negara yang dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu negara higher income dan lower income. Para pakar ini mewakili kalangan, diantaranya ilmuwan (38%), kepolisian dan kejaksaan (28%), lembaga anti korupsi (12%), auditor dan akuntan (10%), serta pengusaha dan konsultan (8%). Pandangan para pakar tersebut menitikberatkan konsep bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan publik untuk kepentingan pribadi, yaitu diri sendiri, keluarga, kelompok ataupun partai politik. Akhirnya disimpulkan korupsi sektor publik merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan publik, baik berupa tindakan maupun keputusan dari seorang politisi, pejabat publik, ataupun pegawai negeri demi kepentingan pribadi. Sementara Integritas sektor publik adalah segala tindakan dan keputusan yang mengikuti norma dan tingkah laku publik. Dalam korupsi sektor publik ini dinyatakan kepentingan pribadi tidak boleh mempengaruhi tanggung-jawab pejabat maupun aparatur publik. Dari data dan penelitian ini, akal sehat saya mengatakan banyak pejabat publik negeri ini masih melihat bahwa korupsi bukanlah tindakan memalukan. Buktinya, meskipun banyak teman-temannya yang tertangkap, pejabat publik ini tetap saja terus korupsi sampai tertangkap. Makanya, ada seorang teman berprofesi pengacara yang mengunjungi Rutan Sukamiskin di Bandung mengatakan, tahanan korupsi yang ditangkap saat ini sedang apes. Sementara yang belum tertangkap barokah. Subhanalloh. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU