Akibat Perang Dagang, Ekonomi AS Bakal Terpuruk

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 11 Sep 2019 16:20 WIB

Akibat Perang Dagang, Ekonomi AS Bakal Terpuruk

SURABAYAPAGI.com - China dan AS merupakan negara ekonomi terbesar dunia yang kini tengah berjuang mencari jalan pintas untuk mengakhiri perang dagang. Sebuah survei yang dilakukan oleh asosiasi bisnis Amerika mengatakan, bahwa perang dagang yang tak kunjung usai ini dapat memperburuk prospek laba dan investasi untuk perusahaan A.S Polling tahunan oleh American Chamber of Commerce di Shanghai menemukan bahwa meski sebagian besar perusahaan tetap mendapatkan laba yang menguntungkan pada tahun 2018, namun laba tersebut yang melaporkan pertumbuhan pendapatannya merosot. yang menandai adanya dampak besar dari memanasnya aksi balas membalas kenaikan tarif. Optimisme selama lima tahun merosot untuk pertama kalinya sejak 2015, ketika pasar saham China menukik. "Proyeksi pertumbuhan pendapatan sudah diturunkan, optimisme mengenai masa depan mulai pudar, dan banyak perusahaan mengatur ulang rencana investasi mereka yang pada awalnya ditujukan untuk China," jelas AmCham dalam laporan yang dirilis Rabu (11/9). Hasil survei yang suram Mengutip Reuters, hasil suram datang ketika negosiator AS dan Tiongkok bersiap untuk bertemu di Washington pada bulan Oktober dalam upaya mengurangi perang dagang yang telah berlangsung selama setahun terakhir. Sedikitnya kemajuan negosiasi yang ditunjukkan sejauh ini, kondisi itu menyebabkan ekspektasi pasar menurun. "Tanpa adanya tanda-tanda perjanjian perdagangan, tahun 2019 akan menjadi tahun yang sulit; tanpa kesepakatan perdagangan, tahun 2020 mungkin lebih buruk," kata laporan AmCham. Sebagian besar perusahaan anggota AmCham menentang pengenaan tarif untuk menangani sengketa perdagangan. Jumlah mereka yang menentang kenaikan tarif mencapai tiga per empat responden. Menurut AmCham, Survei dilakukan pada periode 27 Juni dan 25 Juli - sebelum putaran kenaikan tarif terakhir berlaku - dan menerima 333 tanggapan. Lebih dari seperempat responden mengatakan mereka telah mengalihkan investasi yang semula direncanakan untuk China ke lokasi lain. Jumlah ini naik 6,9 poin dari tahun sebelumnya. Asia Tenggara adalah negara tujuan utama, diikuti oleh India. Hasil survei juga menunjukkan, pengalihan investasi paling menonjol dialami sektor teknologi, perangkat keras, perangkat lunak, dan layanan di mana 40% responden mengatakan mereka telah melakukannya. Selain itu, penurunan investasi telah mengalami peningkatan pada tahun 2019. Hal ini menggarisbawahi bahwa tekanan pada ekonomi China, yang perekonomiannya mengalami perlambatan terburuk dalam 30 tahun terakhir pada kuartal kedua.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU