Aliansi Warga Tolak Penggusuran Pemkot Surabaya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 20 Feb 2018 16:27 WIB

Aliansi Warga Tolak Penggusuran Pemkot Surabaya

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Warga Medokan Semampir - Surabaya bersama aliansi yang terdiri dari YLBHI-LBH Surabaya, Rakapare, FMN, KAMAL dan Paguyuban Warga Medokan Semampir Surabaya pada Hari Selasa (20/2/2018) melakukan hearing bersama Komisi A dan jajaran Pemkot Surabaya. Agenda tersebut berkaitan dengan wacana penggusuran yang dilakukan oleh pemerintahan Tri Rismaharini tersebut di area Medokan Semampir. Pada hearing tersebut, Riadi selaku perwakilan dari Paguyuban Warga Medokan Semampir menegaskan bahwa pihaknya menuntut beberapa hal. Salah satunya adalah menolak penggusuran warga medokan semampir serta penggusuran di wilayah lain atas nama pembangunan dan tata kota. "Selain itu, agar Pemerintah Kota Surabaya melakukan kajian secara mendalam sebelum melakukan penggusuran kepda warga Surabaya. Kami juga meminta kepada DPRD Kota Surabaya sebagai wakil rakyat untuk melakukan pembelaan terhadap korban Penggusuran di Kota Surabaya," kata Riadi. Sementara, Wachid Habibullah selaku perwakilan dari YLBHI-LBH Surabaya yang juga tergabung dalam aliansi tersebut mengungkapkan bahwa pangkal masalah tersebut bermula dari Pemkot Surabaya yang meminta pengosongan lahan. Hal itu dilakukan karena pihak Pemkot merasa telah membeli lahan tersebut dari PT Wahana. "Jadi, tanggal 30 Januari 2018, pihak Pemkot melalui Kecamatan Sukolilo memanggil warga untuk sosialisasi tata ruang kota yang didasari hak pakai 20 dan 21. Pihak pemkot mengklaim membeli tanah dari PT Wahana, namun warga tidak pernah menjual tanah mereka ke PT Wahana sehingga warga meminta Pemkot untuk mendatangkan perwakilan dari PT Wahana untuk menunjukkan riwayat jual beli tanah," jelas Wachid. "Kemudian, pada tanggal 9 Februari 2017, Pemkot mengadakan sosialisasi lanjutan akan tetapi Pemkot tetap tidak bisa mendatangkan pihak PT Wahana dan bersikeras bahwa hak atas tanah yang mereka miliki adalah sah dan warga harus segera angkat kaki dari rumahnya tanpa ganti rugi apapun," tambahnya. Padahal, menurut pria yang juga akademisi dari Universitas Trunojoyo Madura itu mengatakan bahwa masyarakat di lokasi tersebut rutin membayar PBB sejak tahun 1990-an. "Tapi, tahun 2017 mereka tidak dapat membayar pajak lagi karena diblokir secara sepihak tanpa keterangan yang jelas," cetusnya. "17 July 2017 pun Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman door to door ke rumah warga untuk memberikan surat panggilan perihal Izin Mendirikan Bangunan dengan hari dan tanggal yang berbeda-beda setiap surat dan pertemuannya. Di kantor dinas warga dimintai surat IMB dan dihimbau untuk menandatangani surat yang tidak jelas untuk apa dan pihak dinas juga menghimbau warga untuk membongkar rumah secepatnya. Warga menolak menandatangani surat tersebut," pungkas Wachid.ifw

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU