Home / Hukum & Pengadilan : Sengketa Tanah Jalan Pemuda 17 antara Pemkot Surab

Alim Markus, Sewa Aset 20 Tahun, Hanya Bayar Rp 833 Juta

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 09 Mei 2019 09:29 WIB

Alim Markus, Sewa Aset 20 Tahun, Hanya Bayar Rp 833 Juta

Rangga Putra, Wartawan Surabaya Pagi Impian Walikota Surabaya Tri Rismaharini membangun Alun-alun di Simpang Pemuda, tepatnya di Jalan Pemuda 17 Surabaya, tampaknya masih harus menunggu waktu lebih lama. Soalnya, masih ada proses hukum yang sedang berjalan. PT Maspion rupanya belum legowo, setelah Pemkot Surabaya tak memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) persil 17 Jalan Pemuda Surabaya itu. Penelusuran Surabaya Pagi, penguasaan PT Maspion atas lahan di Jalan Pemuda itu berdasar Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah Nomor 593/004.1/402.5.12/96 tanggal 16 Januari 1996 antara Sunarto Sumoprawiro selaku Wali Kota Surabaya dan Alim Markus (Liem Boen Kwang) selaku Direktur PT Maspion. -------------- Pasal 1 dalam perjanjian itu memuat klausul pihak pertama (Pemkot) menyerahkan penggunaan tanah seluas 2.125.50 m2 kepada pihak kedua (PT Maspion) dalam jangka waktu 20 tahun, terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian. Kemudian pada pasal 2, PT Maspion diwajibkan membayar uang pemasukan kepada Pemkot Surabaya senilai Rp 833.771.437.50. Lalu pasal 3 memuat prioritas perpanjangan HGB kepada PT Maspion. Berikut bunyi lengkapnya, "Setelah berakhirnya Jangka Waktu pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana tersebut pada pasal 1 perjanjian ini, tanah di maksud kembali kepada penguasaan Pihak Pertama dan bangunannya tetap menjadi milik Pihak Kedua. Menetapkan prioritas untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pihak Pertama." Nah, pasal 3 inilah yang memicu perdebatan. Pemkot bersikukuh tidak bersedia memperpanjang izin HGB untuk PT Maspion, karena lahan di Jalan Pemuda itu akan digunakan sendiri, yakni dibangun Alun-alun Kota Surabaya. Sementara Maspion beranggapan berhak atas HGB itu karena dijanjikan Pemkot sebagai pihak yang diprioritaskan. Lantaran berbedaan itu, di dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, Pemkot diputus menang. Namun di tingkat banding, giliran Maspion yang menang. Namun pakar hukum melihat ada yang janggal dengan putusan menang Maspion. Pakar Hukum Agraria asal Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Agus Sekarmadji menyebut, putusan Pengadilan Tinggi Tata Usana Negara dalam sidang banding yang memenangkan PT Maspion perlu dikoreksi pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Apapun alasannya, semestinya bekas pemegang HGB harus mengembalikan tanah yang dikuasainya kepada pemegang Hak Pengelola Lahan (HPL) ketika jangka waktunya habis, jelas Agus Sekarmadji dihubungi Surabaya Pagi, Selasa (5/7/2019). Dalam hal ini, Maspion harus mengembalikan aset Jalan Pemuda itu ke Pemkot Surabaya. Sebab, lahan tersebut milik Pemkot. Sedang perjanjian Maspion dengan Pemkot Surabaya berakhir pada 15 Januari 2016. Menurut Agus, hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 38, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah. Bunyi lengkap Pasal 38 PP No. 40/1996, "Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik." Oleh sebab itu, Agus mengapresiasi langkah Pemkot Surabaya yang mengajukan kasasi ke MA. Menurutnya, sebagai pemegang HPL, posisi Pemkot sangat kuat di mata hukum. "Putusan PTUN di tingkat banding itu salah. Mestinya menang Pemkot," tegas Agus. Sementara itu, perjanjian kerjasama antara Pemkot Surabaya dan PT Maspion sendiri terdapat klausul prioritas perpanjangan izin HGB akan diberikan kepada PT Maspion. Terkait hal ini, Agus menyebut klausul itu hanya berlaku kalau ada investor lain yang juga berminat menggunakan persil 17 Jalan Pemuda itu. "Kalau ada investor lain, maka PT Maspion wajib mendapatkan prioritas perpanjangan HGB. Tapi ini kan, tanah itu mau dipakai sendiri oleh Pemkot selaku pemegang HPL," papar Agus. "Mestinya tanah itu dikembalikan ke Pemkot," tandasnya. Status Quo Sri Winarsih, Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Airlangga (Unair) juga mengungkap hal senada. Menurutnya, Pemkot telah bertindak benar untuk membawa perkara tersebut ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Menurutnya, objek sengketa HGB itu merupakan wewenang Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang merupakan pejabat pusat, bukan pejabat daerah seperti yang disebut dalam Pasal 45A ayat 2 huruf C UU No.5/2004. BPN itu pejabat pusat, bukan pejabat daerah. Jadi belum final perkaranya, cetus Sri. Menurut Sri, tanah Jalan Pemuda itu milik Pemkot tapi yang mengeluarkan sertifikat adalah BPN. Untuk mengurus izin-izin di Pemkot, dasar atau syarat utamanya adalah sertifikat yang diterbitkan BPN. Jadi, objek HGB yang disengketakan ini adalah wilayah pejabat pusat, bukan daerah. Selama masih dalam proses hukum, sambung Sri, semua kegiatan yang berhubungan dengan proyek wajib berhenti hingga ada putusan final dan mengikat (inkrah). Selama belum inkrah, gak boleh ada aktivitas proyek, papar Sri. Maspion Ngotot Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum PT Maspion, Soetanto Hadisusanto, bersikukuh klausul prioritas perpanjangan HGB untuk PT Maspion itu berlaku bagi semua pihak, tak terkecuali Pemkot Surabaya. Walau persil 17 Jalan Pemuda itu bakal digunakan sendiri oleh Pemkot selaku pemegang HPL, tetap saja perpanjangan HGB harus diberikan kepada pemohon prioritas dalam hal ini PT Maspion. "Prioritas perpanjangan HGB itu berlaku hanya untuk PT Maspion dalam segala kondisi," ucap Soetanto. Menurut Soetanto, sebetulnya PT Maspion telah mempunyai niat untuk mengajukan perpanjangan izin HGB dua tahun sebelum kedaluwarsa pada tahun 2016, tepatnya pada tahun 2014. Hanya saja, pihak Maspion kemudian mengetahui kalau Pemkot justru sudah punya masterplan pemanfaatan persil 17 Jalan Pemuda. Pihak Maspion menyayangkan hal itu, karena masterplan itu rupanya sudah ada, empat tahun sebelum masa HGB PT Maspion habis. "Rupanya Pemkot sudah punya masterplan. Makanya pengajuan perpanjangan izin HGB pada tahun 2014 tak kunjung direspon oleh Pemkot," ungkap Soetanto. Awal Sengketa Sementara data yang diperoleh Surabaya Pagi, sasus sengketa tanah itu bermula pada tahun 1994. Persil seluas 3.713 meter persegi di Jalan Pemuda itu menjadi aset Pemkot Surabaya. Kemudian, pada 16 Januari 1996, Pemkot Surabaya dan PT Maspion melakukan perjanjian penyerahan penggunaan tanah dalam bentuk HGB (Hak Guna Bangunan) di atas HPL (Hak Pengelolaan) selama 20 tahun. Setelah ditandatangani perjanjian penyerahan penggunaan tanah itu, lalu pemkot menerbitkan sertifikat HGB no.612/Kelurahan Embong Kaliasin atas nama PT Maspion seluas 2.115,5 meter persegi. Sedangkan sertifikat HGB ini berlaku hingga tanggal 15 Januari 2016. Selanjutnya, pada 19 November 1997, Pemkot Surabaya memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) berupa kantor kepada PT Maspion. Hal itu tertuang dalam surat bernomor 118/569-95/402.05.09/1997. Tapi ternyata sampai sekarang belum dimanfaatkan oleh Maspion. Sedangkan IMB yang telah dikeluarkan itu untuk kantor, bukan yang lainnya. Sebaliknya, PT Maspion malah mengajukan permohonan perpanjangan HGB di atas HPL pada 29 September 2015. Disusul surat tanggal 7 Januari 2016 yang memohon percepatan HGB di atas HPL. Namun Pemkot tak memperpanjang, karena dinilai perjanjiannya dengan Maspion sudah berakhir pada 15 Januari 2016. Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu, membenarkan kronologi tersebut. "Selama ini (Jalan Pemuda 17, red) kurang dimanfaatkan dengan maksimal dan waktu perjanjiannya sudah habis. Pemkot juga sudah memberitahukan kepada Maspion, bahwa waktu perjanjiannya sudah berakhir," ujar pejabat yang akrab disapa Yayuk ini. "Pemkot hanya ingin mengambil haknya kembali. Masa itu salah?" pungkas dia. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU