Alumni ITS Dorong Pembentukan Kawasan Industri Basis Bio Terbarukan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 26 Apr 2018 16:08 WIB

Alumni ITS Dorong Pembentukan Kawasan Industri Basis Bio Terbarukan

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Melalui diskusi bertajuk Biorefinery Conference & Ethanol Workshop, Alumni Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (Altekim ITS) yang bekerja sama dengan Departemen Teknik Kimia ITS dan PRAJ industries limited India membahas berbagai macam potensi Indonesia sebagai salah satu negara agraris besar di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan sangat besarnya penggunaan lahan untuk perkebunan, pertanian, kehutanan di tanah air. Usaha yang menghasilkan produk-produk agrikultur ini , tentunya menghasilkan produk-produk samping dan limbah yang disebut sebagai biomassa . Bahan baku biomassa tersebut antara lain datang dari sawit, tebu, padi, jagung, singkong dan limbah kayu. Dr. Untung Murdyatmo, Ketua Asosiasi Spiritus & Ethanol Indonesia (ASENDO) , mengatakan, Indonesia mempunyai potensi biomassa sebagai bahan baku ethanol luar biasa. Bioetanol bahan bakar paling dikenal baik sebaik biofuel dan merupakan alkohol yang dihasilkan dari jagung, sorgum, kentang, gandum, tebu, bahkan biomassa seperti batang jagung dan limbah sayuran. Hal ini biasanya dicampur dengan bensin. Kita harus akui punya kelemahan, yaitu belum mempunyai teknologi untuk mengolah dan mengubah bahan baku biomassa sebagai bahan bakar minyak (BBM). Teknologi sampai sampai ini belum kita miliki, katanya di sela-sela Biorefineries Conference & Ethanol Workshop di Hotel Santika Gubeng, Rabu (25/4/2018). Menurut Untung Murdyatmo, sebenarnya banyak negara asing menawarkan teknologi dari luar negeri. Namun demikian, alangkah baiknya dari karya anak bangsa sendiri yang dipakai, seperti Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, sebagai lembaga ilmiah yang membuat inovasi teknologi sendiri, untuk mengolah bahan baku biomassa menjadi ethanol. Di Asia tenggara, Indonesia telah menjadi negara produsen bahan baku biomassa terbesar. Namun demikian, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah. Kapan Indonesia bisa berdaulat energi. Selama ini hanya wacana. Bioethanol dari tetes tebu dari generasi satu. Untuk bio ethenaol masa depan, Bio ethanol generasi dua dari sisa ampas tebu, sisa jerami padi, kelaras jagung, klaars tebu, janjang sawit kosong kelapa sawti. Jikalau kita mampu mengolahnya dengan baik, kita bisa berdaulat energi dan tidak usaha impor lagi. Teknologi untuk proses biomassa belum kita miliki. Namun, Amerika dan Perancis sudah punya teknologi itu. Kalau kita tergantung teknologi luar negeri, pasti dijual mahal pada kita dan kita akan tersandera kembali, ucap Untung. Yang punya rencana itu untuk melakukan inovasi teknologi itu seharusnya pemerintah. Kita sebagai asosiasi hanya mendorong pemerintah khususnya Kementerian Perindustrian, namun masih belum terealisir. Ada rencana Direktorat Energri Baru dan Terbarukan pada Juni mendatang , Pertamina harus melakukan pencampuran bioethanol dan gasoline sebagai E-2. Komposisinya , 2 persen ethanol, 98 persen gasoline sebagai implemantasi kebijakan 10 tahun yang tidak jalan itu, cetus Dr Untung. Jika hal ini teralisasi, maka bisa jadi BBM yang dijual di pasaran akan berubah nama menjadi bio premium, bio pertamax , bio solar dan lainnya. Dijelaskannya, ASENDO serius untuk mendorong pemerintah merealisasikan hal ini. Akan tetapi, kok nggak jadi-jadi. Namun demikian, saya melihat sekarang ini serius. Apalagi Presiden Jokowi itu luar biasa, tapi belum terlihat realisasinya, ungkap Dr Untung. Sebagaiman diketahui, kapasitas produksi bioethanol terpasang 350.000 Kilo Liter (KL) per tahun. Namun demikian, sekitar 50 persen pengembangan ethanol ditutup atau dihentikan. Padahal, permintaan bioethanol untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) tahun 2020 sekitar 2 miliar liter. Ladang untuk pengembangan tetes gula yang tersedia mencapai 6 juta hektar. Kelemahan industri ethanol terletak pada mahalnya biaya produksi yang harus ditanggung produsen. Biaya produksi yang dikeluarkan pabrikan mencapai Rp 6.000 per liter. Itupun belum termasuk ongkos transportasi. ASENDO merupakan organisasi yang bersifat mandiri, bukan organisasi pemerintah maupun politik, yang dalam melakukan kegiatannya bersifat nirlaba. Tujuan dibentuk ASENDO antara lain untuk memperjuangkan kepentingan industri ethanol dan spiritus di Indonesia, dengan memperhatikan kerja sama melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan ketertiban umum. Organisasi ini bekerja sama tidak hanya dengan produsen ethanol dan spiritus saja, tetapi juga bekerja sama dengan Pemerintah, non-pemerintah maupun pihak swasta.may

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU