Home / Hukum & Pengadilan : Respon Warga terhadap Kasus Gus Li yang Bobol Rp 1

Asal Beri Kredit, Bank Membutakan Profesionalitas dan Keadilan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 09 Jul 2018 10:11 WIB

Asal Beri Kredit, Bank Membutakan Profesionalitas dan Keadilan

SURABAYA PAGI, Surabaya Mudahnya Agus Liantono, yang biasa dipanggil Gus Li, mengambil kredit di beberapa bank plat merah dan bank swasta, menjadi sorotan di media sosial, khususnya warga net Surabaya Pagi. Pria berusia sekitar 35 tahun ini, juga diduga membobol enam bank di Surabaya sebesar Rp 181 miliar, hasil dari mengambil kredit di beberapa bank. Saat kreditnya macet dan telah disomasi beberapa kali, Gus Li, warga Jl. Letkol Sumarjo No. 41 Mojokerto, malah mengajukan PKPU dan pailit. Permohonan pailit ini unik. Pemohonnya dibuat sendiri oleh Gus Li melalui tiga advokat Surabaya, Ester Immanuel Gunawan SH, Melani Lassa, SH, MH dan Andhita Bhima Putra SH. Permohonan voluntir ini dianggap langka. Gus Ali, diduga ingin menguasai asset-asetnya lagi. Di Jawa Timur, dari catatan Surabaya Pagi, ada kasus serupa yang dilakukan oleh Gus Li. Masih ingat Yudi Setiawan bos PT Cipta Inti Parmindo (CIP), yang membobol Bank Jatim Rp 52,3 Miliar dengan modus kredit fiktif. Kini, Yudi, sudah divonis 17 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Selain itu, ada pula bos PT Surya Graha Semesta (SGS), Tjahyo Widjaya alias Ayong dan Punggowo Santoso. Mereka juga melakukan hal yang sama terkait kredit fiktif yang menyeret 4 pegawai Bank Jatim sebagai tersangka. Bahkan Ayong juga memanfaatkan kredit fiktif Rp 147 Miliar, untuk melakukan praktik korupsi di sejumlah daerah. Salah satunya, muncul korupsi pengadaan Jembatan Brawijaya. Selain itu, Harry Suganda bos PT Rockit Aldeway yang ditangkap atas dugaan pembobolan bank dengan menggunakan dokumen palsu. **foto** Quick Survey Nah, terkait hal tersebut, sejak Kamis (5/7/2018) hingga Sabtu (6/7/2018), Surabaya Pagi membuat sebuah quick survey ke sejumlah warga net di media sosial. Sebaran quick survey itu berasal dari Instagram, Facebook dan wawancara sampling melalui WhatsApp. Topik yang diangkat, yakni dengan mudahnya sejumlah bank mengucurkan kredit kepada beberapa pebisnis spekulan atau korporasi ketimbang pelaku UKM? Ada apa, dan apakah kasus terjadinya kredit macet, karena adanya permainan antara pengusaha keturunan Tionghoa dengan pejabat Bank? Sedang pelaku UKM/UMKM justru dipersulit. Sekitar 352 responden dan warga net yang merespon quick survey, yang dibuat Surabaya Pagi, menghasilkan sekitar 89 persen warga net berpendapat jika bank-bank di Indonesia lebih percaya meminjamkan dananya kepada pengusaha korporasi atau pebisnis spekulan yang rata-rata keturunan Tionghoa, ketimbang pengusaha UKM/UMKM yang hanya mendapat sekitar 11 persen suara warga net. Berikut beberapa respon warga net yang dihimpun Surabaya Pagi, salah satunya Wiratama Jody, 25 tahun, pegawai swasta asal Surabaya. Ia menyebut, bank lebih memilih ke pengusaha korporasi atau besar, karena punya catatan keuangan jelas. (kucurkan) ke pengusaha besar, karena pengusaha besar memiliki catatan keuangan yang lebih jelas dan punya prospek strategi yang lebih terukur. Sedangkan UMKM cenderung lebih sulit karena tidak memiliki catatan keuangan yang baik (catatan bungkus rokok), sehingga bank/kreditur perlu analisa yang lebih dalam, maka kesannya dipersulit sehingga bank/kreditur yakin dalam memberikan dana kredit ke UMKM, ucap Wiratama. Walaupun bank memiliki alasan yang berbeda-beda dalam menyetujui atau menolak permohonan kredit, sejatinya bank memiliki standar yang umumnya menjadi acuan. Permohonan kredit berupa aplikasi pengajuan yang masuk terlebih dahulu dianalisis credit analyst dengan berpedoman pada banyak ketentuan. Dalam kredit analis, nantinya keputusan disetujui atau ditolaknya permohonan kredit ditentukan. Tidak Adil Senada dengan Wiratama, warga net asal Sidoarjo bernama Laras Santi juga mengungkapkan hal yang demikian. Bank lebih suka kasih pinjaman ke pengusaha besar karena jaminan yang diberikan seperti asset-asset pengusaha besar lebih menjamin daripada pengusaha UKM/UMKM, kata Laras. Akan tetapi, tambah Laras, merasa tidak adil bila pelaku UKM tidak mendapatkan kredit untuk modal usahanya. Tetapi memang tidak adil kalau pelaku UKM tidak kebagian juga. Karena kebanyakan, sih, mereka yang gede-gede, pasti ada main dengan pejabat, jawab ibu rumah tangga beranak satu ini, menduga. Perbankan Masih Tebang Pilih Terpisah, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim, dr. Mufti Anam mengaku tidak heran dengan kejadian tebang pilihnya perbankan dalam memberikan dana pinjaman kepada pelaku usaha. Pasalnya, pengalamannya selama ini anggotanya di daerah-daerah di Jawa Timur juga sering mengeluhkan sulitnya mengajukan kredit. Pertama saya prihatin, bukan hanya di Jatim tapi di daerah-daerah banyak teman-teman juga mengaku hal semacam itu. Padahal kemarin ketika saya bertemu Pak Jokowi sudah saya sampaikan kejadian di lapangan seperti apa, ujar pengusaha muda yang juga aktif di lingkungan Nahdlatul Ulama itu. Selain itu, dirinya juga menanyakan sebenarnya apa standar dari bank dalam proses pengajuan kredit. Kalau dari segi usaha pelaku UKM/UMKM tidak kalah bagusnya dengan mereka-mereka pebisnis spekulan seperti Gus Li. Perlu menjadi perhatian, standard bank dalam memberikan permodalan itu seperti apa. Padahal kami usahanya juga bagus. Bahkan, saya meminta kepada Presiden Jokowi untuk Ijasah teman-teman itu bisa dijadikan jaminan, imbuhnya Tidak Nurut Presiden Dirinya juga mengaku kecewa perlakuan bank di lapangan dengan tidak mengindahkan kebijakan Presiden yang mana dalam pengajuan permodalan UKM/UMKM dengan tanpa menggunakan jaminan. Sebab sampai hari ini program itu belum terealisasi. Kemarin Pak Jokowi ketika launching Pph 0,5 perse di Jatim Expo mengatakan kalau UMKM tidak usah pakai jaminan untuk akses permodalan untuk menumbuhkan UMKM, tapi di lapangan juga sama saja sampai sekarang. Mau pinjam Rp 25 juta sulit sekali, tandasnya. Untuk itu, Mufti meminta semua pihak melakukan buka-bukaan terkait mekanisme akses permodalan dengan mudah itu seperti apa. Harus ada transparansi akses permodalan dengan mudah itu seperti apa. Bahkan kalua perlu saya ingin belajar kepada (Gus Li) pengusaha asal mojokerto itu, pungkasnya. Bank yang Dirugikan Terpisah, Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim, Alianto menyebut bank sendiri sering tidak hati-hati dalam mengucurkan kredit, sehingga bisa menyebabkan kerugian. "Kalau perbankan meminjamkan perusaan itu memang resikonya perbankan, kita di apindo juga tidak bisa apa-apa," ujarnya kepada Surabaya Pagi. Bahkan, Alianto menyimpulkan kalau Bank yang memberi pinjaman kurang jeli dalam pengabulan kredit. Setidaknya sebelum mencairkan kredit ada surveyor yang bertindak melihat ke lapangan perusahaan Gus Li itu seperti apa dan bagaimana juga prospeknya. "Ini memang banknya kurang teliti ya saya melihat itu, sebenarnya bank itu kan ada surveyor. Itu (yang) bisa menggunakan (penyebab) disalah gunakan," tambahnya. Membutakan Profesionalitas Lebih lanjut, dirinya membeberkan kelemahan perbankan nasional ialah ketika sudah menjalin hubungan dekat terkadang bisa membutakan profesionalitas. Sehingga dengan begitu pengusaha dengan membabi buta mengajukan kredit sebesar-besarnya. "Soalnya hubungan bank dan pengusaha kalau sudah deket bisa terjadi (hal diatas kewajaran), jadi kalau bagian hukum bisa tau ya. Kalau pengusaha kan memang pengennya pinjem banyak," paparnya. Melihat kasus Gus Li, Alianto memastikan Gus Li pasti bersalah. Secara logika kalau memang tidak kenapa harus menghilang untuk lari yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Begitupun dengan kredit macetnya pasti ada main dengan mafia perbankan. litbangsp/put/qin

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU