Home / Peristiwa : Nasib Kya Kya Kembang Jepun yang Dulu Jadi Ikon Su

Banyak Begal, Kini Bagai Kota Mati

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 25 Jan 2018 01:07 WIB

Banyak Begal, Kini Bagai Kota Mati

Saat dibuka pertama kali pada 31 Mei 2003, Kya Kya di Jalan Kembang Jepun digadang-gadang menjadi Malioboro-nya Surabaya. Apalagi peresmian dilakukan bertepatan dengan hari ulang tahun kota Surabaya, kala itu. Setelah 14 tahun berlalu, nasib Kya Kya benar-benar miris. Kini, suasana malam di sana tidak ubahnya bagai kota mati. Hanya ramai di siang hari karena kawasan perdagangan di kawasan Pecinan, tapi lumpuh ketika malam datang. -------------- Laporan : Firman Rachman, Editor : Ali Mahfud ---------- Sejak lama Kembang Jepun menjadi salah satu sentra perdagangan aktif. Toko-toko di sana didominasi milik warga keturunan Tionghoa, selain warga keturunan Arab dan penduduk lokal. Melihat potensi kewilayahan yang besar baik secara histori maupun geografis, Pemkot Surabaya menyulap Kembang Jepun menjadi Kya Kya yang menjadi ikon kota Surabaya. Kya-kya dibangun dengan konsep tempat kuliner dengan nuansa kampung pecinan berarsitektur China mutlak. Gemerlap lampu kuning dengan dominasi arsitektur bercorak merah seolah membawa kita ke negeri tirai bambu. Lautan manusia tertuju pada sentra kuliner yang dianggap terbesar saat itu. Perekonomian kerakyatan pun hidup. Tak hanya kuliner asli negeri China, para pedagang keturunan Arab, Madura, hingga penduduk asli Surabaya pun mendapat tempat di sentra wisata kuliner itu. Sepanjang 730 meter jalanan Kembang Jepun ditutup mulai pukul 18.00-03.00 WIB. Riuh pengunjung pun menjadi tontonan yang lumrah, kala itu. Tak hanya para pedagang saja. Tukang parkir, kebersihan hingga tukang becak turut mendapat berkah dari dibukanya Kya-Kya Kembang Jepun. Setidaknya itulah romantisme 14 tahun lalu. Bahkan usia Kya-Kya tak sepanjang harapan di awal kelahirannya. Tahun 2008, Kya-Kya resmi ditutup. Praktis hanya lima tahun usia sentra kuliner itu. Kini, Kya-Kya kembang Jepun bak kota mati di malam hari. Sembilan tahun berlalu. Dari ratusan pedagang, hanya tinggal sekitar empat pedagang kaki lima yang masih bertahan di tengah mati surinya Kembang Jepun. Diantaranya Ahong Food (chinese food) dan Sate Babi Gloria. Letak mereka pun sekitar 50 meter dari gerbang keluar di ujung jalan lokasi tersebut. Mingmi, salah seorang yang ditemui Surabaya Pagi, malam kemarin, menuturkan jika saat ini, Kembang Jepun begitu berbeda dengan apa yang ada pada beberapa tahun lalu. Semakin sepi dan rawan pelaku kejahatan yang berkeliaran. "Iya ini saya bantu usaha mama. Memang sudah lama di sini. Sejak belum ada Kya-Kya, usaha keluarga. Buaknya dari sore aja. Soalnya ini kan toko. Tunggu mereka tutup," cerita Mingmi. Cerita Mingmi soal sepinya jalanan Kembang Jepun tak ditampik Soleh. Juru parkir yang menggantungkan hidup dari bukanya empat warung kuliner itu. "Sampean kan lihat sendiri. Ini jalanan sudah kayak berhantu. Belum lagi kalau udah jam dua belas ke atas. Banyak yang kena jambret. Ini juga jadi lintasan begal mas," tutur Soleh. Praktis kini Kembang Jepun hanya "hidup" pada pagi hingga sore. Karena kawasan ini masih didominasi toko serta gudang barang rumah tangga hingga industri. Lewat pukul lima sore, jalanan ini lengang, tak terlihat lagi aktivitas perdagangan. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU