Home / Surabaya : Operasional Suroboyo Bus yang Kini Memiliki 20 Arm

BBM Sebulan Rp 600 Juta, PAD-nya Hanya Rp 150 Juta

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 19 Jun 2019 09:26 WIB

BBM Sebulan Rp 600 Juta, PAD-nya Hanya Rp 150 Juta

Hermi, Wartawan Surabaya Pagi Suroboyo Bus, sudah berjalan lebih dari satu tahun. Tepatnya diluncurkan 7 April 2018, dengan anggaran APBD Surabaya sebesar Rp 10 Miliar. Namun, hingga Selasa (18/6/2019) kemarin, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disumbang Suroboyo Bus hanya Rp 150 juta, dari penjualan sampah botol plastik yang mencapai 39 ton, selama April 2018 hingga Januari 2019. Pendapatan itu belum sebanding dengan anggaran yang sudah dikeluarkan Rp 10 Miliar. Bahkan, alih-alih untuk menutupi biaya operasional 20 armada bus, pun tidak mencukupi bahkan belum untung. Pasalnya, selama beroperasi, Suroboyo Bus masih menggunakan botol plastik sebagai sarana pembayaran untuk mendapatkan tiket bus. Selain itu, keberadaan Suroboyo Bus ini masih belum mengatasi kemacetan di Surabaya. Dari penelusuran Surabaya Pagi, Selasa (18/6/2019) sejak siang hingga sore kemarin, mencoba menggunakan Suroboyo Bus dari rute Selatan ke Utara (Purabaya menuju Rajawali) dan rute Timur ke Barat (ITS menuju Unesa). Dengan menukar beberapa botol plastik, Surabaya Pagi mendapatkan 3 tiket terusan untuk menggunakan Suroboyo Bus. Rute pertama dari Terminal Purabaya menuju Tunjungan Plaza (TP). Dari Terminal Purabaya, Suroboyo Bus berangkat pukul 13.00 WIB. Sampai ke Tunjungan Plaza, jarak tempuh bus berwarna merah mirip Busway Jakarta ini kurang lebih 45 menit, sekitar pukul 13.45 WIB. Kemudian, Surabaya Pagi hendak menunggu rute Surabaya Bus yang rute Barat Timur. Butuh waktu 30 menit untuk bus plat merah itu datang, atau tepatnya pukul 14:15 WIB. Namun, kondisi Suroboyo Bus rute Barat ke Timur berbeda dengan rute pertama. Penumpang Surabaya Bus terlihat sepi penumpang. Dari sekian tempat duduk sekitar 43 kursi Surabaya Bus . Hanya rata-rata 14 hingga 18 penumpang yang menaikinya. Jarak itu dari TP ke ITS kemudian ke Halte Santa Maria. Dari Halte Santa Maria sampai Purabaya lagi Surabaya Bus hampir pukul jam 17:00 WIB. Sebatas Refreshing Beberapa penumpang yang sempat ditemui Surabaya Pagi, rata-rata mengungkapkan menggunakan Suroboyo Bus, hanya sebagai refreshing alias jalan-jalan. Diantaranya, Keluarga Sabirun, warga Bungurasi, Faundra, pelajar SMP Surabaya dan keluarga Imam yang mengajak Istri dan kedua anaknya. Bahkan, Keluarga Sabirun dan Imam, rela mengikuti setiap halte yang dilewati Suroboyo Bus. Buat refreshing aja mas. Ini aja ingin muterin Surabaya, hanya dengan sekali bayar, jawab Sabirun, sambil tertawa. Sementara, Demetrius, siswa SMK Petra Demetrius menyebut Suroboyo Bus masih belum mengurai kemacetan dan kecepatan, bahkan tambah memperlambat. Naik Suroboyo Bus justru tambah memperlambat. Padahal inginnya naik bus ini, bisa melewati jalur khusus kayak di Jakarta itu, mas. Misal aja, di Bubutan tadi, hampir nunggu 1 jam. Jadi perlu ada solusi mas. Kasihan orang-orang yang benar-benar ingin jadikan moda transportasi, keluhnya. Operasional Suroboyo Bus Disisi lain, yang sebelumnya disampaikan oleh pengawas Suroboyo Bus, yang ditemui Surabaya Pagi mengungkapkan setiap unit Suroboyo Bus membutuhkan operasional bahan bakar minyak (BBM) sekitar Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta setiap harinya. Belum lagi untuk kebutuhan operasional lainnya, seperti service bus dan penggantian sparepart. Jika 10 unit bus saja, sudah menghabiskan Rp 10 juta per harinya untuk BBM. Sebulan sudah Rp 300 juta. Tinggal dikalikan jika saat ini ada 20 bus. Bisa dua kalinya, Rp 600 juta untuk BBM, ungkap Dimas. Subsidi Rp 100 Juta Bahkan, Kepala Dinas Perhubungan kota Surabaya, Irvan Wahyudrajad mengungkapkan, biaya operasional Suroboyo Bus, masih disubsidi oleh Pemkot Surabaya sebesar Rp 100 juta per bulan. "Subsidi biaya opersional ditanggung Pemkot di APBD. Mulai driver, helper, semua gaji UMK dan juga BBM. Per bulan untuk 20 unit bus operasional Rp 100 juta, kalau setahun sekitar Rp 10 miliar," kata Irvan, 4 Januari 2019 lalu. Untuk masing-masing Suroboyo Bus, Irvan menambahkan, semua berbeda jumlah kebutuhan operasional terutama BBM-nya, tergantung jaraknya. Sebelumnya, hasil pengumpulan sampah botol plastik Bus Suroboyo, sejak awal beroperasi 2018 hingga Januari 2019 mencapai 39 ton. Sampah itu dilelang oleh pihak Dirjen Kekayaan Negara (DJKN) senilai Rp 150 juta. Hasil penjualan tersebut kemudian masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. Lelang Sampah Botol Plastik Hal itu diungkapkan Plt Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota, Eri Cahyadi mengatakan, pelelangan ini tidak ditangani oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, melainkan diserahkan kepada DJKN. Lelang tersebut dimenangkan oleh perusahaan pengelola sampah plastik menjadi biji plastik yakni PT Langgeng Jaya Plastindo senilai Rp 150 juta. Sistem lelang yang digunakan ini mencari pemenang dengan penawaran tertinggi, waktu itu dibuka dari harga Rp 80 juta, tutur Eri usai melakukan sidak box culvert Banyu Urip, Rabu (12/6/2019) lalu. Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini menyampaikan, hasil dari lelang Rp 150 juta itu, kemudian dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dananya masuk ke APBD lalu dicampur. Masuk ke PAD retribusi, atau bisa masuk ke pajak Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau bisa masuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masuk jadi satu, setelah itu baru dibelanjakan, ucapnya. Ia menilai jumlah bus sebanyak 20 unit itu terus mengalami perkembangan minat warga untuk menggunakan alat transportasi ini. Terhitung sejak awal bus tersebut beroperasi sampai pada tahun 2019, jumlah pemasukan botol sampah plastik terus meningkat. Mudah-mudahan masih terus berlaku. Karena botol yang dilakukan untuk tiket bus tersebut digunakan sebagai percontohan sampai internasional, ujarnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU