Budi Sadikin, Sepertinya Menkes Vaksin

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 24 Jan 2021 21:41 WIB

Budi Sadikin, Sepertinya Menkes Vaksin

i

Menkes Budi Gunadi berbicara dalam 'Dialog Warga 'Vaksin & Kita' Komite Pemulihan Ekonomi % Transformasi Jabar' yang disiarkan di YouTube PRMN SuCi.

 

Lebih Prioritaskan Vaksin Ketimbang Perbaiki Sistem Kesehatan

Baca Juga: Tren Covid-19 Naik, Tapi tak Timbulkan Kematian

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta – Sebagai Menteri Kesehatan (Menkes) yang baru ditunjuk Presiden Jokowi pada akhir Desember 2020 kemarin. Budi Gunadi Sadikin, hingga Jum’at (22/1/2021) masih mensibukkan dengan program vaksinasi Covid-19. Namun, pergerakan penyebaran Covid-19 di Indonesia, dari hari ke hari, terus meningkat. Bahkan, per harinya, kasus positif dan kasus meninggal akibat Covid-19 terus menciptakan rekor tertinggi.

Meski, Jumlah tes COVID-19 di Indonesia sudah memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 1000 per 1 juta penduduk selama sepekan. Namun, kasus terus menjulang tinggi dan positivity rate tembus 25 persen.

Akan tetapi, Menkes Budi Gunadi justru menuding, tes besar-besaran yang dilakukan selama ini dianggap salah sejak awal terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia. Dan Budi lebih memikirkan vaksinasi yang ditargetkan tuntas pada tahun 2022.

"Kita enggak disiplin, cara testingnya salah," kata Budi dalam Dalam 'Dialog Warga 'Vaksin & Kita' Komite Pemulihan Ekonomi % Transformasi Jabar' yang disiarkan di YouTube PRMN SuCi seperti dikutip SurabayaPagi, Jumat (22/1/2021).

Menurut Budi, tes COVID-19 seharusnya menyasar pada orang-orang suspek COVID-19, tetapi selama ini tes justru dilakukan terhadap orang yang sekadar ingin memeriksakan diri untuk perjalanan atau keperluan lainnya.

Budi mencontohkan dirinya sendiri. Ia harus menjalani pengambilan swab setiap kali hendak bertemu Presiden Joko Widodo. "Saya diswab seminggu bisa 5 kali swab karena masuk istana. Emang benar begitu? Testingkan enggak begitu seharusnya," kata dia.

 

Pikirkan Vaksinasi

Atas dasar itu, Budi tidak heran jumlah tes Indonesia bisa memenuhi standar WHO, tapi menurutnya itu tidak ada gunanya karena tidak menyasar pada suspek Covid-19.

Karena itulah, Budi mengaku kapok menggunakan data Kemenkes untuk menerapkan strategi vaksinasi. Dia beralasan data yang dimiliki Kementerian Kesehatan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

"Saya akan perbaiki strategi vaksinasinya. Supaya tidak salah atau bagaimana. Saya sudah kapok, saya tidak mau lagi memakai data Kemenkes," ujar Budi lagi.

Budi mengatakan, dirinya pernah diberi data jumlah puskesmas dan rumah sakit berdasarkan pendataan Kemenkes. Data tersebut menyebutkan, jumlah puskesmas dan rumah sakit cukup untuk melaksanakan vaksinasi Covid-19 secara nasional.

 

Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Naik, Ayo Masker Lagi

Sarana Kesehatan tak Mencukupi

Menkes kemudian memastikan dengan melakukan penelusuran data sarana kesehatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota. Ternyata terungkap, sarana kesehatan yang ada tidak mencukupi.

"Itu 60 persen, tidak cukup. Karena kalau di Bandung yang RS dan puskesmas penuh (jumlahnya banyak) pasti bisa. Tetapi begitu di Puncak Jaya, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, baru 3.000 hari atau 8 tahun (vaksinasi selesai)," imbuhnya.

 

Pilih Pakai Data KPU

Selanjutnya Menkes akan memakai data KPU. Alasannya, KPU baru saja menggelar Pilkada 2020, sehingga data yang dimilikinya masih aktual dengan kondisi masyarakat di daerah.

"Saya ambil datanya KPU. Sudahlah itu KPU manual kemarin baru pemilihan (Pilkada). Itu kayaknya yang paling current. Ambil data KPU base-nya untuk masyarakat," tegas mantan CEO PT Bank Mandiri ini.

"Jadi sekarang saya sudah lihat by kabupaten/kota strategi vaksinasinya. Maka kami akan perbaiki strateginya,"ucap pria berlatar belakang pendidikan fisika nuklir ini.

Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Zanariah Terima Penghargaan dari Menteri Kesehatan

 

Atap Bocor

Sebelumnya, Budi mengibaratkan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia sebagai atap bocor yang ditangani dengan cara yang keliru.

Budi mengatakan tren lonjakan kasus corona di Indonesia selalu disebabkan oleh mobilitas masyarakat dalam libur panjang pada Agustus, Oktober, dan akhir tahun.

"Sekarang kita sibuk ngepel lantai karena airnya banyak setiap hujan, tapi kita lupa untuk menambal atapnya. Jadi apapun yang dilakukan selama atapnya belum ditambal, setiap kali hujan ya kita pel terus, makin lama makin besar," kata Budi dalam Raker dan RDP di Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (12/1/2021) lalu.

Selama libur tersebut banyak masyarakat yang abai dengan protokol kesehatan dan upaya pemerintah dalam melakukan 3T yakni tracing, tracing, dan treatment juga tidak berkembang signifikan.

Hal ini berimbas pada bagian hilir yakni rumah sakit dan tenaga kesehatan sebagai garda terakhir yang kewalahan menampung pasien positif pasca liburan.jk/ta/ti/pr

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU