Bupati Sambari “Digoyang” Warganya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 25 Nov 2019 07:42 WIB

Bupati Sambari “Digoyang” Warganya

10 Tahun Pimpin Gresik, Suka Bangun Tugu-tugu di Pusat Kota hingga Proyek Besar yang Dinilai Hamburkan APBD. Sedang Pedesaan Kurang Diperhatikan (sub) Laporan: Rangga Putra, Ali Mahfud, Raditya M.K. (Tim Wartawan Surabaya Pagi) Menjelang lengser setahun lagi, Bupati Gresik Sambari Halim Radianto mulai dapat sorotan dari rakyatnya. Apalagi di lingkungan Pemkab Gresik juga diterpa kasus korupsi menjelang berakhir masa jabatannya. Mulai korupsi di Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) hingga Badan Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) yang menyeret Sekretaris Daerah (Sekda) Kab. Gresik Andhy Hendro Wijaya sebagai tersangka. Kini arah kebijakan Bupati Sambari dalam membangun kota pudak ini mulai dikritisi. Pasalnya, masyarakat menilai ada disparitas atau ketimpangan antara pembangunan di perkotaan dan pedesaan. Bahkan, sejumlah proyek besar dinilai tidak urgen, tetapi tetap saja dibangun. Ada apa dengan bupati Sambari? ---------------- Diketahui, Sambari Halim Radianto memimpin Kabupaten Gresik selama 15 tahun. Dua periode sebagai bupati (10 tahun), dan 5 tahun sebagai wakil bupati. Memimpin daerah sebagai kota penyangga Surabaya, Gresik memiliki posisi strategis. Terbukti dengan adanya pelabuhan baru di Manyar, seperti dikelola Maspion dan JIIPE. Namun sayang, APBD Gresik masih kalah dari Surabaya dan Sidoarjo. APBD tahun 2020 tembus 10 triliun, sedang RAPBD Sidoarjo 2020 yang kini difinalisasi diprediksi bakal disahkan Rp 4,8 triliun. Sementara RAPBD Kab Gresik yang diajukan Bupati Sambari hanya di kisaran Rp 3,6 triliun. Hanya naik sedikit dari APBD 2019 sebesar Rp 3,12 triliun. Ini yang membuat sejumlah elemen masyarakat Gresik bertanya-tanya. Sebab, mereka menilai pembangunan di daerah yang mayoritas penduduknya kaum santri ini, masih timpang. Samwil, anggota DPRD Jatim dari Fraksi Demokrat, misalnya. Ia mengungkapkan kelemahan utama dari rezim Pemkab Gresik yang dipimpin oleh Bupati Sambari Halim Radianto adalah ketimpangan pembangunan yang nyata antara perkotaan dan pedesaan. "Kalau ditinjau sebagai kota penyangga metropolitan, pembangunan infrastruktur di Gresik lumayan. Ada pusat perbelanjaan dan hotel-hotel yang tumbuh," cetus Samwil kepadaSurabaya Pagi, kemarin. "Tetapi, coba lihat di pedesaan. Hampir tidak ada pembangunan yang bisa dirasakan masyarakatnya secara langsung," imbuh politisi Yang pernah maju sebagai cabup Gresik ini. Di samping itu, sambung Samwil, APBD Gresik yang lebih dari Rp3 triliun, tidak dimaksimalkan dengan baik. Menurut Samwil, sejatinya pedesaan di Gresik menyimpan potensi yang luar biasa. Bahkan, kalau digarap dengan baik, bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa. Menurut catatan Samwil, sekitar 23 persen sentra pangan nasional berada di Kabupaten Gresik. Terlebih, untuk level Jatim, Gresik menyangga sekitar 35 persen sentra pangan. "Artinya, kalau sudah tahu begini, mestinya kan arah kebijakan Pemkab jadi jelas. Mendorong perekonomian pedesaan supaya bergerak, lapangan pekerjaan tercipta. Tapi apa yang terjadi, di pedesaan malah kurang lapang pekerjaan," beber mantan Ketua DPC Partai Demokrat Gresik ini. Oleh sebab itu, Samwil menyarankan supaya Bupati pengganti Sambari bisa kembali menggunakan jargon yang pernah dipakai oleh almarhum Bupati Gresik Robbach Maksum, yaitu "Membangun Desa, Menata Kota". "Kota Gresik itu sudah padat. Sebelah pasar, daerah Jalan Samanhudi itu terkesan kumuh. Sementara pedesaannya butuh sekali pembangunan," urai Samwil. Proyek Mubadzir Hal senada diungkapkan pendiri Relawan Gerakan Sosial (RGS) Indonesia, Mohammad Khozin Maksum, juga menyebut pembangunan di Kota Pudak tidak seimbang. Menurutnya, pembangunan yang sudah dan tengah berlangsung, menimbulkan kecemburuan bagi sebagian masyarakat. "Memang harus diakui, pembangunan mal, hotel dan serentetan tugu di pusat kota menimbulkan kecemburuan," ungkap pria yang akrab dipanggil Abah Khozin ini di Gresik ini yang dihubungi terpisah, kemarin. Cucu KH Abdul Karim ini menambahkan, pembangunan megaproyek berupa GOR Joko Samudro (GJS), Grosir Pasar Ikan Modern dan Islamic Center di Balongpanggang terkesan mubazir dan menghamburkan uang. Pasalnya, proyek tersebut kurang dirasakan manfaatnya dan tidak mendesak. "Mestinya GJS itu jadi pusat olahraga, nyatanya tidak. Pasar (ikan) Modern itu terkesan mangkrak, sedang Islamic Center di Balongpanggang itu tidak mendesak," papar Abah Khozin. "Ini kan sudah mulai masuk musim hujan, mestinya proyek-proyek waduk yang dikerjakan. Itu lebih mendesak daripada Islamic Center. Sudah berapa orang yang jadi korban banjir karena Kali Lamong meluap," ungkapnya. Bendahara DPP Badan Kerjasama Ulama dan Pengasuh Pondok Pesantren Indonesia (BAKUPPI) ini menegaska, dirinya sangat berharap pengganti Bupati Sambari Halim punya kepekaan dalam visi dan misinya membangun Kota Gresik. "Membangun kota iya, tapi jangan lupakan perdesaan," tutur Abah Khozin. Tidak Urgen Sementara itu, Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Gresik, Musa, mengamini penilaian masyarakat yang menyebut pembangunan di Kabupaten Gresik belum merata. Soalnya, tampak jelas kalau pembangunan lebih banyak dipusatkan di perkotaan alih-alih di perdesaan. "Itu tampak jelas sekali kan," cetus Musa kepada Surabaya Pagi di DPRD Gresik. Sekretaris DPD Nasdem Gresik ini menyontohkan, Pemkab Gresik di bawah kendali Bupati Sambari Halim Radianto belakangan lebih banyak membangun tugu-tugu ataulandmark di pusat kota. Padahal di lain pihak, terdapat kebutuhan pembangunan yang lebih mendesak, khususnya di perdesaan. Akibatnya, sambung Musa, pembangunan infrastruktur di pedesaan hampir tidak kentara hasilnya. Padahal, banyak sekali potensi perdesaan di Kota Pudak yang bisa dimaksimalkan, hingga mendatangkan PAD. "Bisa saja membangun pasar desa atau mendirikan BUMD-BUMD lainnya yang tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup warga desa," tutur Musa. Di samping itu, Musa juga menyebut pembangunan Islamic Center di Kecamatan Balongpanggang boleh dibilang bakal membebani APBD. Soalnya, banyak kalangan yang menilai, pembangunan Islamic Center tidak urgen. "Proyek Islamic Center itu sebetulnya tidak mendesak. Terlebih, proyek ini bakal dibangun secaramultiyears (tahun jamak). Kalau tidak mau mangkrak, ya harus dianggarkan dalam APBD untuk tahun berikutnya," ungkap Musa. Terpisah, Sekretaris Fraksi Gerindra Muchamad Zaifudin malah menyebut pembangunan di Kabupaten Gresik sejatinya tidak punya fokus. Menurutnya, Pemkab Gresik tampak gamang dalam menentukan arah kebijakan, sehingga pembangunan berlangsung tidak efektif sekaligus efisien. "Membangun itu butuh fokus. Misalnya dalam satu periode tertentu, pembangunan difokuskan untuk membangun infrastruktur jalan. Atau, pendidikan ya fokus dulu ke pendidikan. Kesehatan juga begitu. Seperti di Mojokerto itu sukses karena fokus membangun jalan," ungkap Zaifudin. Problem Banjir Sementara itu, Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Gresik Nurul Yatim berharap Pemkab bisa lebih memperhatikan pengelolaan Kali Lamong. Pasalnya, ketika Kali Lamong meluap, hal itu acap kali merusak usaha tani masyarakat di sekitar sungai, sehingga gagal panen alias puso. Untuk diketahui, terdapat empat kecamatan yang dibelah Kali Lamong yaitu Cerme, Benjeng, Kedamean dan Balongpanggang. Sebagian besar masyarakat desa di sepanjang Kali Lamong, bermata pencaharian sebagai petani. Namun di lokasi ini menjadi langganan banjir di setiap musim hujan tiba. "Dari hasil musyawarah AKD, kami sepakat meminta Pemkab untuk mengutamakan penanganan Kali Lamong," cetus Yatim kepada Surabaya Pagi. "Bisa dibangun waduk atau tanggul atau apa saja yang bisa mencegah Kali Lamong meluap." Menurut Yatim, kendala Pemkab Gresik tak kunjung mengabulkan tuntutan warga desa adalah karena rumitnya pembebasan lahan. "Kalau alasan tak kunjung dibangunnya tanggul di Kali Lamong karena kendala pembebasan lahan, kan bisa minta bantuan teman-teman kepala desa untuk menyelesaikan," tutur Yatim.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU