Catatan Penetapan Parpol Pemilu 2019

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 21 Feb 2018 21:13 WIB

Catatan Penetapan Parpol Pemilu 2019

SURABAYA PAGI, Jakarta - Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta menilai, untuk menjadi P4 dibutuhkan sejumlah syarat sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah selesai melakukan verifikasi faktual terhadap partai politik (Parpol) peserta pemilu sekaligus melakukan pengundian nomor urut (P4). Hasilnya ada 14 Parpol nasional dan 4 Parpol lokal Aceh yang dinyatakan lolos sebagai P4, dan berhak menjadi peserta Pemilu 2019 mendatang. Di antaranya adalah, memiliki kepengurusan dan sekretariatan 100% di tingkat provinsi di seluruh Indonesia, memiliki 75 % kepengurusan di tingkat kabupaten/kota di setiap provinsi, memiliki 50% kepengurusan dan kantor di tingkat kecamatan di setiap kabupaten/kota, memiliki keanggotaan minimal 1.000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk di setiap kabupaten/kota, serta keterwakilan perempuan dalam kepengurusan di setiap tingkatan. "Dalam prosesnya KPU menggunakan PKPU Nomor 11 Tahun 2017 yang kemudian diubah menjadi PKPU Nomor 5 Tahun 2018 untuk melaksanakan verifikasi parpol tersebut, yang di dalamnya ada perbedaan signifikan seiring dengan adanya putusan MK Nomor 52 Tahun 2018, yang mewajibkan seluruh parpol calon P4 diverifikasi faktual, sehingga verifikasi faktual dilakukan juga untuk 12 parpol peserta Pemilu 2014, bukan hanya kepada 4 parpol baru yang verifikasinya saat itu sedang berjalan," tutur Kaka dalam keterangan persnya. Terkait hal ini, KIPP memiliki sejumlah catatan yang bisa memberikan gambaran mengenai hasil P4, yakni; Saran pelakasanaan verifikasi faktual kepada seluruh calon calon P4 sudah disampaikan KIPP sejak awal proses pendaftaran, verifikasi dan penetapan P4. Atau setidaknya KPU dan Parpol calon P4 mempersiapkan semua instrument, data dan dokumen yang dibutuhkan untuk verifikasi semua parpol calon P4. Putusan MK dikeluarkan menjelang akhir-akhir masa verifikasi faktual, yang mengesankan MK tidak meiliki asas prioritas dalam menangani dan memutuskan sebuah permohonan gugatan, hal ini perlu menjadi perhatian MK, khusunya untuk putusan di bidang kepemiluan yang memiliki urgensi tenggat waktu yang ketat. Perbedaan konten antara PKPU 11 Tahun 2017 dan PKPU Nomor 5 Tahun 2018, menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaan di lapangan, apalagi dengan waktu yang sangat terbatas, hal ini menimbulkan banyak kerancuan dan perlakukan yang berbeda dari jajaran KPU di bawah dalam pelayanannya kepada Parpol yang diverifikasi. Penggunaan sample anggota yang 5% dan sample ditarik oleh parpol bukan oleh KPU, dinilai tak memenuhi metodelogi dan syarat sebagaimana diatur dalam UU Pemilu. KPU tidak secara spesifik menjelaskan dokumen dan data yang diverifikasi apakah yang ada dalam bentuk dokumen otentik sebagaimana yang dicatan dalam dokumen Kemenkumham, atau dokumen yang diunggah di Sipol KPU sebagai dokumen yang diverifikasi. Pelaksanaan verifikasi dan hasil verifikasi tidak secara terbuka dapat diakses oleh publik melalui saluran informasi KPU yang tersedia, sehingga masyarakat tak bisa memberi masukan atau menerima informasi yang utuh tentang hal tersebut. KPU tidak secara aktif mengundang keterlibatan publik dan masyarakat sipil dalam melaksanakan verifikasi parpol, sehingga terkesan verifikasi Parpol hanya merupakan proses antara penyelenggara pemilu dan parpol calon P4. Bawaslu sampai saat ini tak menyampaikan kepada publik tentang instrumen, proses dan hasil pengawasan yang dilakukan dalam proses verifikasi Parpol calon P4 yang dilakukan KPU. "Demikian catatan KIPP Indonesia atas pelaksanaan pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol peserta pemilu, yang sudah dilaksanakan, namun meninggalkan sejumlah catatan yang perlu kita cermati untuk membangun budaya demokrasi, transparansi, keterbukaan dan pelibatan masyarakat luas, dalam pelaksanaan pemilu," pungkas dia. jk

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU