Cina Benteng, Keturunan Tionghoa Berkulit Gelap

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 07 Des 2019 04:00 WIB

Cina Benteng, Keturunan Tionghoa Berkulit Gelap

Kisah Perantau Tiongkok Mendarat di Surabaya (15) SURABAYAPAGI.COM, Surabaya -Ada yang unik dengan Tionghoa Benteng. Umumnya perawakan Tionghoa Benteng mirip dengan pribumi. Namun keturunan etnis Tionghoa Benteng rata-rata memiliki kulit gelap. Tentu ini beda dengan keturunan Tionghoa pada umumnya. Kontributor SurabayaPagi, Putri 3. Tionghoa Benteng (atau disebut Cina Benteng) Umumnya perawakan Tionghoa Benteng mirip dengan pribumi. Kebanyakan dari mereka berdomisili di Tangerang. Tionghoa benteng adalah bentuk spesifik dari Tionghoa peranakan. Hanya saja tempat kelahiran berada di Tangerang. Bila dilihat, keturunan etnis Tionghoa Benteng rata-rata memiliki kulit lebih gelap dari etnis tionghoa pada umumnya. Mereka disisebut Tionghoa Benteng (Cina Benteng) karena mereka adalah warga Tionghoa yang melarikan diri dari peristiwa pembantaian etnis Tionghoa yang terjadi di Batavia sekitar tahun 1740. Tionghoa Batavia tersebut berlindung di sekitar benteng yang banyak tersebar di daerah Tangerang, dimana salah satunya adalah Benteng Makasar yang saat ini telah berubah menjadi kompleks pertokoan Robinson. Selain itu, warga Tionghoa Benteng juga berasal dari daerah Banten yang masuk ke kawasan Tangerang dan bermukim di daerah sekitar kawasan teluk Naga. 4. Tionghoa Medan (atau disebut Cina Medan) Sebutan ini umumnya disematkan kepada mereka-mereka yang berasal dari kota Medan yang kemudian merantau di kota-kota besar, seperti Jakarta. Warga Tionghoa Medan dipercaya memiliki mental wirausaha yang tinggi. Mereka bisa segera bangkit dari keterpurukan setelah terjatuh habis-habisan. Meski tata bahasa mereka agak kasar layaknya orang Batak, tetapi masih lebih sopan dibandingkan dengan Tionghoa Bangka (Cina Bangka). Kebanyakan dari mereka berkulit putih. 5. Tionghoa Bangka (atau disebut Cina Bangka) Tionghoa Bangka dulunya adalah penambang timah di daerah Bangka, Indonesia. Sejarah Hakka Indonesia di Bangka Belitung tidak akan bisa lepas dari Sejarah Bangka Tionghoa Hakka (Khek) dan Timah (Hanzi : ; Pinyin : Yìnní kèji bng ji wù l dòng lìsh kèji bng ji x cikuàng), yakni oleh orang-orang Tionghoa suku Hakka. Berdasarkan sensus di tahun 1920, Total populasi orang Tionghoa Bangka mencapai 44% dari keseluruhan 154.141 jiwa. Awal sejarahnya dimulai sekitar abad ke-17, Sekitar tahun 1700-1800. Berawal dari tambang timah di bangka (Bng ji x kuàng). Orang-orang Hakka/Khek (Hanzi : ; Pinyin : Kèji) dari Moi Jan (; Mei Xian), Hoi Nam (; Hai Nan), Kong Si (; Guang Xi) dan beberapa daerah lain di propinsi Kong Tung (; Guang Dong) datang secara berkelompok menjadi tenaga penambang timah di Pulau Bangka (; Bng ji do), Pulau Belitung (; Wù l dòng do) dan Pulau Singkep ; Xn jí do). Di masyarakat, warga Tionghoa Bangka dikenal memiliki etika kesopanan yang rendah (kasar) namun memiliki rasa kekeluargaan dan persaudaraan (solidaritas) yang sangat tinggi apabila jika dibanding dengan suku etnis Tionghoa lainnya. 6. Tionghoa Jawa (atau disebut Cina Jawa) Awalnya daerah yang pertama didatangi oleh para perantauan asal Hokkian pada abad ke 16 adalah wilayah sekitar Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pembawaan sikap mereka umumnya sangat sopan, mereka juga cukup teliti soal penggunaan uang. Perantauan orang Hokkian dan keturunannya yang telah berasimilasi sebagian besar tersebar di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Barat Sumatra. 7. Tionghoa Jakarta (atau disebut Cina Jakarta) Jauh sebelum Belanda membangun Batavia (kini Jakarta) pada tahun 1619, orang-orang Tionghoa sudah tinggal di sebelah Timur Sungai Ciliwung yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan itu. Mereka menjual arak, beras dan kebutuhan lainnya termasuk air minum bagi para pendatang yang singgah di pelabuhan. Namun, ketika Belanda membangun loji (bangunan bersejarah peninggalan Belanda) di tempat itu, mereka pun kemudian diusir. Setelah muncul peristiwa Pembantaian Orang Tionghoa di Batavia (tanggal 9 Oktober 1740), orang-orang Tionghoa ditempatkan di kawasan Glodok yang tidak jauh dari Stadhuisa (kini Museum Fatahillah). Kawasan pecinan yang bisa kita temui di Jakarta saat ini adalah kawasan Glodok, Jakarta Barat. Kawasan ini konon disebut-sebut sebagai kawasan pecinan (Chinatown) terbesar di Indonesia bahkan dunia! 8. Tionghoa Phanthong (atau disebut Cina Phanthong) Tionghoa Phanthong adalah hasil dariamalgamasi biologis antara salah satu suku bangsa Tiongkok, yakni suku Hakka dengan suku Dayak di kalimantan Barat, yang tersebar di daerah Samalantan. Jumlah populasinya diperkirakan telah mencapai 1000 orang. 9. Tionghoa Udik (atau disebut Cina Udik) : Tionghoa udik adalah masyarakat etnis Tionghoa yang bermukim di luar benteng Batavia (ommenlanden), seperti wilayah kawasan Tanah Abang. Mereka umumnya bekerja sebagai petani yang menyuplai kebutuhan warga yang bertempat tinggal di dalam Benteng Batavia, sekaligus menjadi penahan dari masuknya musuh VOC dari Mataram. Pada saat terjadinya huru-hara 1740, mereka melakukan pemberontakan kepada VOC yang memeras penduduk termasuk Cina Udik. Pemberontakan berhasil ditumpas dan mereka akhirnya ditumpas pada tanggal 8-10 Oktober 1740. Sisa-sisa dari mereka melarikan diri ke wilayah Tangerang dan Surakarta. Mereka yang melarikan diri ke wilayah Tangerang dan kemudian menetap serta beranak cucu disebut masyarakat Cina Udik. Dari beberapa pengelompokan untuk Etnis Tiongkok yang menyebar di Indonesia kita bisa mulai menyadari dari bahwa betapa kayanya Negara kita akan perbedaan.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU