Home / Hukum & Pengadilan : Komentar Pakar dan Akademisi soal Teknik Penangana

Dari Orang Lapangan, Baru Aktor Intelektual

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 28 Mar 2018 07:22 WIB

Dari Orang Lapangan, Baru Aktor Intelektual

SURABAYA, Surabaya Pagi Penanganan perkara penahanan antara aktor intelektual dengan pelaku lapangan kasus dugaan korupsi Jembatan Brawijaya Kediri dan dugaan korupsi Bank Jatim, selama sehari kemarin, disoroti publik. Tak kurang 25 pembaca, menelepon redaksi, menanyakan praktik yang dianggap kurang adil. Untuk itu, Surabaya Pagi, menanyakan pada praktisi hukum advokat Dr. Sudiman Sidabuke dan akademisi seorang dosen dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr. A. Djoko Sumaryoto, SH,MH, secara terpisah, Selasa malam tadi (27/03/2018). Baik Sudiman maupun Djoko, setuju dalam kasus dugaan korupsi, penyidik non KPK seperti Kepolisian dan Kejaksaan, menuntaskan penanganannya sampai aktor intelektualnya, bukan pelaku kroco-kroco atau yang ada di lapangan. Praktik sidang korupsi yang ditangani KPK misalnya, semula orang lapangan. Kemudian ditelusuri keterlibatan aktor intelektual atau dalang utama dalam kasus korupsi, jelas Djoko. Sementara Sudiman, mempertegas aspek penahanan. Bila penyidikan dugaan korupsi dalangnya sudah menguat, baru dinaikkan tersangka, Sudiman menegaskan kepada Surabaya Pagi. Dalam Kasus korupsi Jembatan Brawijaya yang diduga menyeret mantan Walikota Kediri dr. Syamsul Azhar, Kejaksaan baru mengajukan tiga terdakwa bawahan Syamsul Azar. Padahal, kasusnya terkait proyek yang menjadi domain Walikota. Kasus Jembatan Brawijaya merugikan Negara Rp 14 miliar. Sedangkan kasus permainan kredit hingga Kreditnya macet di Bank Jatim, diduga diotaki oleh Tjahjo Widjoyo alias Ayong, pemegang saham sekaligus Komisaris Utama PT. Surya Graha Semesta (SGS) dan Punggowo Santoso, yang juga pemegang saham PT SGS. sedangkan dari Bank Jatim yang diajukan level manajer, sedangkan Direktur Utama Drs. Hadi Sukrianto, belum disentuh penyidik Bareskrim Polri. Contoh Kasus E-KTP Dr. A. Djoko Sumaryanto, SH, MH, memberi tontoh kasus-kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK. Misalnya E-KTP. Pada awal sidang, pejabat di Kemendagri lalu politisi Partai Hanura. Ini berkat nyanyian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazarudin. Kemudian disidang terungkap mengerucut dan menemukan aktor utamanya yaitu Setya Novanto, yang saat itu menjadi Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR-RI. Jadi kenapa yang di bawah dulu yang ditangkap, ini kemudian menjadi Justice Collaborator. Siapa saja yang terlibat dalam kasus. Jadi ya kayaknya sistem pemidaan di Indonesia memang seperti itu, jelas Joko. Ditegaskan oleh Djoko, sampai kini sudah menjadi hal lumrah bahwa dalam kasus apapun termasuk korupsi, yang diadili terlebih awal ialah orang-orang lapangan. Dari itu semua diharapkan bisa ditelusuri kembali siapa sebenarnya dalang utama dalam kasus korupsi dan lain-lainnya, jelas Djoko. Sementara ketika ditanya soal bagaimana untuk Tjahjo Widjoyo yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini, ia menjelaskan itu seharusnya Kepolisian bisa mencekal atau dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Soal Penahanan Sudiman menambahkan aspek normatif penahanan. Dalam kasus seseorang bisa ditahan jika sudah memenuhi syarat penahanan. Yang pertama sudah dilakukan penyelidikan dan harus ditemukan dua alat bukti, katanya. Dan kedua, penyidikan apabila dugaan semakin menguatkan, baru kemudian dinaikkan menjadi tersangka. Jadi alurnya seperti itu, semua tahap harus dilalui sesuai aturan main. dr. Syamsul Azhar, bisa walikota yang membuat kebijakan proyek, dalam sidang kali ini kan baru saksi dan kemungkinan besar akan bisa dijadikan tersangka dalam berkas yang berbeda, jelas Sudiman dalam sambungan telepon, Selasa (27/3/2018). Ditanya soal belum ditahannya aktor utama kasus korupsi tersebut, Sudiman menjawab bahwa itu murni kewenangan dari Kepolisian atas tuntutan dari Jaksa karena kasus ditangani oleh Kejaksaan. Seorang tersangka ditahan, karena dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti, akan melarikan diri dari jeratan kasus, Sudiman menambahkan. Datangkan Saksi Ahli Sementara, sidang lanjutan kasus korupsi Jembatan Brawijaya Kota Kediri akan digelar Senin (2/4/2018) mendatang. Rencanya sidang depan JPU mendatangkan saksi ahli dari Institut Tehnik Bandung (ITB). Abdul Rasyid, JPU dalam persidangan tersebut mengatakan, agenda sidang minggu depan akan mendatangkan saksi ahli dari ITB. "Karena kemarin tidak datang, agenda minggu depan ini untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ahli ITB," ujarnya, Selasa (27/3/2018). Rasyid menambahkan, dari hasil pemeriksaan ITB sebenarnya sudah keluar. Dalam perhitungannya, dugaan kerugian negara atas kasus Jembatan Brawijaya sebesar Rp 14,5 miliar. Bahkan dari jumlah kerugian tersebut, paling banyak ditemukan pada pengadaan beton girder. "Total kerugian Rp 12 miliar itu sendiri merupakan pembelian beton girder. Kemarin memang sempat susut untuk nilai kerugiannya, tetapi kalau harga Girder tersebut sudah pasti dan tidak terbantahkan," jelasnya. Sementara untuk tersangka tambahan, Rasyid menegaskan jika kewenangan tersebut ada pada penyidik di Polda Jatim. Namun dalam dakwaan, ada sejumlah pihak yang ikut diseret dan kuat dugaan ikut menikmati korupsi. "Terkait tersangka itu kewenangan pada penyidik. Namun informasinya akan ada pengembangan, dan pasti ada beberapa tersangka baru," tandasnya. qin/can

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU