Ditolak, Ganjil Genap untuk Surabaya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 04 Des 2018 11:42 WIB

Ditolak, Ganjil Genap untuk Surabaya

Solehan Arif Alqomar, Wartawan Surabaya Pagi SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Tak dipungkiri kemacetan di kota Surabaya masih terjadi, meski sejumlah ruas jalan di beberapa lokasi sudah dilebarkan. Untuk mengatasi itu, muncul wacana penerapan pembatasan jumlah kendaraan di jalan raya, berdasarkan nomor pelat kendaraan ganjil genap. Kebijakan ini sudah diterapkan di Jakarta dan sekitarnya. Namun apakah kebijakan ganjil genap ini sudah saatnya diterapkan di Surabaya? Polemik pun bermunculan. Wacana kebijakan ganjil genap untuk mengatasi kemacetan ini mencuat setelah Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim menggandeng Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), menggelar Focus Group Discussion (FGD), Senin (3/12). Kota Surabaya dan Malang disebut-sebut sebagai pilot project, mengigat dua kota ini memiliki tingkat kemacetan yang tinggi. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengatakan, sudah saatnya Surabaya mulai menata pergerakan orang dan barang melalui sistem ganjil genap untuk mengurangi kemacetan. Sebab, Surabaya masuk ke dalam sepuluh besar kota besar yang macet di Indonesia dan menduduki peringkat ke-9. Menurutnya, penerapan kebijakan ganjil genap ini merupakan sistem yang pas dan cukup efektif. Dia pun mencontohkan keberhasilan ganjil genap di Jabodetabek. Salah satunya, saat gelaran Asian Games 2018. Penerapan sistem ganjil genap ini mampu memangkas waktu 30 menit untuk mengantar para atlet dari satu tempat ke tempat lain. "Dari keberhasilan-keberhasilan itu, kami sampaikan kepada lima kota besar di luar Jabodetabek. Salah satunya hari ini di Surabaya. Harapan kami supaya di Kota Surabaya dengan Gerbangkertosusila-nya sudah mulai menata, sebelum terlambat seperti yang telah dilakukan Jabodetabek," kata Bambang dalam Workshop Penerapan Ganjil Genap, di Hotel Mercure, Surabaya, kemarin (3/11). **foto** Tidak hanya mampu mengatasi kemacetan, lanjut dia, ganjil genap ini dinilai secara otomatis dapat menekan angka kerugian materi akibat kemacetan yang mencapai triliunan rupiah per tahunnya. Selain itu, sistem ini juga mampu mengurangi kadar CO2 (karbondioksida) hingga 20 persen. Atas pertimbangan tersebut, Bambang berharap Surabaya maupun Jatim tidak terlambat untuk menerapkan sistem ganjil genap ini. Bahkan, pihaknya siap dan bersedia untuk membantu Dishub Jatim untuk menata transportasi yang ada di Jatim. "Nanti kita diskusikan dengan Pak Kadis kalau bicara kemacetan kita nggak boleh nunggu lama-lama. Karena dampaknya luar biasa, tadi kami menghitung bahkan kerugian di Jabodetabek itu mencapai Rp 100 Triliun per tahun. Bayangin kalau uang 100 triliun per tahun dibuat untuk LRT itu 4 koridor," lanjut Bambang. Surabaya Menolak Dinas Perhubungan Kota Surabaya menilai penerapan sistem ganjil-genap belum diperlukan di Surabaya. "Dulu sudah pernah disampaikan ibu wali kota, Surabaya mungkin belum perlu. Masih konsentrasi ke perbaikan infrastruktur dan angkutan umum dulu," ujar Kepala Dishub Surabaya, Irvan Wahyu Drajad, Senin (3/12) kemarin. Menurut Irvan, masyarakat Surabaya diberi pilihan, tidak hanya pengendalian lalu lintas dengan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, melainkan dari pajak kendaraan bermotor bisa dikembalikan untuk penyediaan angkutan publik yang terjangkau dan tepat waktu. Irvan sebelumnya juga mengatakan rencana penerapan sistem ganjil genap masih sebatas wacana dan belum juga dibicarakan dengan DPRD Surabaya. "Perlu ada regulasi berupa peraturan daerah jika memang akan diterapkan," katanya. Saat ini, lanjutnya, Pemkot sedang berkonsentrasi memperbanyak angkutan umum dan tempat parkir umum. Kalau angkutan dan tempat parkir umum sudah lebih banyak, ia melanjutkan, warga akan lebih mudah memilih alternatif angkutan saat kebijakan pembatasan kendaraan di jalan diterapkan. Hal senada diungkapkan anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya Vincensius Awey. "Bagaimana menerapkan sistem genap ganjil kalau keberadaan mass transportation belum disediakan oleh negara," ungkap Awey dihubungi terpisah. Awey menjelaskan, beda lagi kalau sistem ganjil genap diterapkan, setelah urban transportation itu sudah tersedia sebagai transportasi perkotaan. Sehingga mengkondisikan warga perkotaan lebih menggunakan mass transportation sebagai transportasi sehari hari. Awey menegaskan kalau sistem genap ganjil tetap dipaksakan berlaku sebelum solusi transportasi perkotaan dihadirkan. Sama saja melarang warga menggunakan kendaraan pribadi, tetapi tidak diberikan solusi transportasi perkotaaan yang memadai. Baru Wacana Kepala Dishub Jatim Fattah Jasin mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Perhubungan dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) perlu mendiskusikan dan merumuskan formula penerapan rencana kebijakan itu. Menurutnya, sebuah kebijakan harus didasarkan pada hasil kajian dan penelitian yang didukung dengan kebijakan yang lain, seperti pembatasan penjualan mobil, peningkatan pelayanan transportasi umum, dan infrastruktur pendukung. "Workshop ini jangan dianggap sebagai kebijakan yang minggu depan atau tahun depan diterapkan. Kita menunggu bagaimana respon masyarakat dan nanti apa yang menjadi landasan kita di kebijakan ganjil genap itu," terang Fattah. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU