Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Dulu, Komplementaritas, Kini Prabowo, Tunjukkan Taring “Macannya”

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 10 Okt 2018 11:54 WIB

Dulu, Komplementaritas, Kini Prabowo, Tunjukkan Taring “Macannya”

Pak Jokowi- Pak Prabowo Yth, Dalam sejarah Indonesia tidak pernah ada satu partai yang secara sendirian menjalankan kekuasaan. Juga tidak ada jaminan partai yang kalah dalam Pilpres tahun 2014 lalu, dikalahkan lagi dalam Pilpres 219. Ini karena di Indonesia berlaku sistem multi partai. Jadi sejak Pilpres secara langsung tahun 2004, hingga tahun 2014 belum pernah terjadi satu partai bisa memimpin sendirian di dalam sejaran Indonesia. Beda di dalam dwipartai seperti di Amerika Serikat, bisa sering ganti pemerintahan. Artinya, bila satu partai kalah, bisa jadi oposisi. Maka itu di AS, pernah saya baca ada doktrin, kalau kali ini jadi oposisi yang baik, bisa jadi dalam Pemilu mendatang akan menang. Artinya, pemerintahan bisa silih berganti dalam sistem dwi-partai. Beda dalam sistem multipartai, bisa terjadi satu atau beberapa partai tidak pernah dan tidak bisa memenangi Pemilu. Partai yang kalah terus , bisa mulai berpikir menyempal. Akal sehat saya mengatakan, dalam sistem multipartai, sebenarnya tidak penting mempersoalkan keberadaan oposisi dalam pemerintahan Jokowi, seperti sekarang. Harapan publik adalah adanya sistem check and balance yang bisa berjalan dengan baik. Makanya oposisi, sejak pemerintahan SBY, tidak pernah terlembaga kecuali sistem check and balance, antara eksekutif dan legislatif. Beda dengan PKS, sejak SBY tidak menjabat dan diganti Jokowi, PKS mengklaim sebagai oposisi loyal. Saat Presiden PKS Sohibul Iman, bersilaturahmi dengan Presiden Jokowi, ke Istana Merdeka pernah menegaskan sebagai opsisi loyal, PKS tetap dalam Koalisi Merah Putih, tidak ikut-ikutan PAN dan Golkar. Selama pemerintahan Jokowi, PAN dan Partai Golkar, mendapat posisi beberapa menteri. Padahal saat Pilpres 2014 lalu, dua parpol ini lawan partai politik pengusung Jokowi. Sohibul Iman mengatakan rumusan oposisi loyaladalah PKS mendukung kebijakan pemerintah yang baik namun akan mengkritik apabila ada kebijakan yang tidak tepat. Beda dengan penegasan Maurice Duverger (dalam Budiardjo, 1996:68). Oposisi loyal, menurut Duverger, adalah partai politik yang mengambil posisi di luar pemerintah karena kalah dalam Pemilu dan bertindak sebagai pengecam tetapi setia (loyal oposition) pada kebijaksanaan partai yang duduk di pemerintahan. Artinya, dengan pengertian bahwa peran ini sewaktu-waktu bisa bertukar tangan. Bertukar tangan maksudnya, melalui mekanisme Pemilu. Oleh karena itu, sikap oposisi loyal dituntut memiliki sikap kritis, korektif yang objektif. Terutama dalam bingkai aturan main dan menjadikan pembangunan sebagai cita-cita bersama. Akal sehat saya mengatakan, sikap kritis dan korektif dari oposisi loyal ini dituntut objektif. Terutama kesan seolah terjadi sandiwara politik untuk mengelabui rakyat. Pak Jokowi- Pak Prabowo Yth, Berbeda dengan Partai Capres, koalisi PKS. Saat masa kampanye, minggu lalu, Anda Capres Prabowo, mengaku mendapat tudingan negatif saat dirinya memantapkan diri untuk maju di Pilpres 2019. Bahkan ada yang memintanya tidak terlalu lantang dalam berpidato. "Saya ini dapat tudingan macam-macam, ada yang bilang saya haus kekuasaan. Ada yang bilang ini dan itu, ada yang sengaja datang ke saya memberi saran pak Prabowo kalau pidato jangan keras-keras, dan dia orang baik dia pendukung saya jadi saya bicara itu yang sejuk, pelan-pelan," ungkap Anda saat menghadiri acara tasyakur Ponpes di Jalan Sukabumi - Cianjur KM 10 Sukalarang, Minggu (2/10/2018). Meski demikian, Anda Capres Prabowo tidak mendengarkan saran tersebut. Anda Capres Prasbowo, bertekad tetap akan lantang dalam menyuarakan kondisi bangsa Indonesia saat pemerintahan Anda Capres Jokowi. Anda Capres Prabowo menyatakan tidak bisa tinggal diam, saat masih ada rakyat yang kelaparan. Sementara di Jakarta, ada segelintir orang mencuri kekayaan Indonesia. perilaku semacam ini, Anda Capres Prabowo menyebut, segelintir orang itu menganggap rakyat Indonesia bodoh semua. Segelintir orang itu, Anda Capres Prabowo, orang-orang yang sudah mencuri uang rakyat. Dan uang hasil curiannya untuk menguasai televisi, dan surat kabar. Anda Capres Prabowo, menyatakan, tak ada urusan dengan mereka dan akan bicara apa adanya saja. Akal sehat saya menilai, antara Partai Gerindra dan PKS, meski satu koalisi, tetapi memiliki perbedaan cara mengkritisi pemerintah. PKS, dengan konsep oposisi loyal, berjanji tetap kritis dan korektif terhadap pemerintah dan dilakukan objektif. Sementara Anda Capres Prabowo, saya mencatat, melalui pidato Anda, menunjukan sikap kritis membuka kejahatan segelintir orang Jakarta, tanpa menyebut nama-namanya. Bahasa lugasnya, Anda melakukan hujatan terhadap sistem pemerintahan sekarang yang membolehkan atau membiarkan ada sekelintir orang menumpuk kekayaan dengan cara mencuri uang yang menjadi hak rakyat. Berbeda dengan kritik PKS, yang sering disuarakan oleh Fahri Hamzah, meski Fahri sendiri sudah dipecat oleh PKS. Fahri dituding sebagai politisi nyinyir. Berbeda dengan salah satu Pengurus pusat PKS, Mardani Ali Sera. Nama Mardani Ali Sera, mencuat setelah mengkampanyekan lewat berbagai deklarasi tagar #2019gantipresiden. Akal sehat saya menilai, kritik antara Partai Gerindra dan PKS, seperti ini beda cara penyampaian. Tetapi sama-sama, kritis. Hujat terhadap pembiaran segelintir orang Jakarta yang mencuri uang rakyar berarti mencaci dan mencela serta memfitnah. Kelebihan Anda Capres Prabowo, tidak menyebut nama segelintir orang Jakarta, sehingga sampai kini tidak muncul orang yang merasa Anda Capres Fitnah. Sedangkan kritik, yang dilakukan Fahri dan Mardani Ali Sera, masih sekitar sindiran dan kecaman serta tanggapan atas kejadian era pemerintahan Anda Capres Jokowi. PakJokowi- Pak Prabowo Yth, Anda berdua tahu bahwa sistem oposisi tidak dikenal dalam sistem presidensiil di Indonesia. Sistem oposisi adanya hanya dalam sistem negara yang menganut parlementer, seperti di Inggris dan Australia. Akal sehat saya mengatakan adalah logis penyebutkan PKS, sebagai partai diluar pemerintahan yang menjalankan sistim oposisi yang loyal pada pemerintah. Saya mencatat, dalam empat tahun pemerintahan Anda Jokwi, kritik oposisi loyal tidak tampak efektifitasnya. Misalnya, PKS tak punya keberanian meminta Anda Capres Jokowi, mundur. Kecuali sindiran ganti presiden di tahun 2019. Peta sindiran, hujatan dan kritik seperti ini tidak efektif, karena antara Anda berdua saat Pilpres 2014 lalu, perolehan suara Anda beda tipis dibawah 7%. Menurut KPU, saat itu Capres Jokowi-Jk meraih suara 70.997.85 suara (53,15 persen) . Perolehan Anda Capres Jokwi-JK berselisih 8.421.389 suara dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang meraih 62.576.444 suara (46,85 persen). Dengan selisih hasil perolehan suara yang sangat tipis yaitu dibawah 10 %, selama empat tahun tercipta perimbangan kekuatan yang relatif berimbang. Mengingat, Anda Jokowi, sebagai pemenang tidak memiliki suara yang cukup kuat untuk berlaku semena-mena. Apalagi pada awal-awal pemerintahan periode 2014-2015, Anda Capres Jokowi bisa merayu Partai Golkar dan PAN, masuk menjadi anggota koalisi dan mengirim wakilnya menjadi menteri. Praktis, Partai Gerindra adalah inisiator pengusung Anda Capres Prabowo dan Cawapres Sandiaga Uno. Menariknya, Anda berdua adalah sama-sama kader Partai Gerindra dan duduk pada struktur kepartaian paling atas. Nah, dengan tipisnya selisih perolehan Anda berdua dalam Pilpres 2014 lalu, Anda Jokowi, selama memerintahan lebih empat tahun ini tidak tampak menonjol kewenangan secara membabi-buta. Sebaliknya, dalam periode ini, Anda Capres Prabowo sebagai komandan KMP (Koalisi Merah Putih) lebih menonjolkan sikap kooperatif dan supportif terhadap pemerintahan Jokowi. Justru yang galak malah Ketua Dewan Pembina PAN, Amien Rais. Dalam catatan saya, justru memasuki kampanye bulan pertama dan melewati tahun keempat pemerintahan Anda Jokowi, KMP sebagai oposisi, menunjukan taring macannya. Berbeda empat tahun sebelumnya yang menerapkan konsep oposisi ideal, yaitu berperan sebagai komplementaritas dari pemerintah Jokowi dan tidak menampakkan diri dalam rivalitas. Konsep ideal dari proses Pilpres 2019 yang disepakati sebagai kompetisi dan kontestasi, kini mulai menggambarkan ersaing merebut suara pemilih dan cenderung untuk saling menjatuhkan. Akal sehat saya, mengatakan akan lebih adil bila Anda Capres Jokowi, membeber nama-nama segelintir orang Jakarta yang maling uang rakyat. Dalam bahasa hukum, maling uang rakyat persamaan kata dengan tindak pidana korupsi. Dalam konteks studi oposisi, awalnya, seolah-olah elite parpol KMP bertindak sebagai oposan, sedangkan pemerintah Jokowi pihak yang dioposisi. Ternyata yang terjadi dalam empat tahun adalah oposisi loyal. Anda Prabowo bersikap kooperatif dan memposisikan sebagai komplementaritas, bukan rival Anda Jokowi. Dalam proses konstestasi sekarang ini, menurut akal sehat saya, konsepsinya sudah bukan lagi Anda Prabowo, menjadi penyeimbang atau check and balance semata. Maklum, Pilpres 2019 tinggal enam bulan. Pemerintahan Jokowi, sudah menghabiskan kerjanya lebih 80% dari masa tugasnya. Dan untuk kegiatan politik pemilihan presiden, waktu enam bulan bukan waktu yang lama. Akal sehat saya berbisik, bila memang ditemukan selama empat tahun Anda Jokowi, memerintah ternyata ada segelintir orang Jakarta, dapat ditemukan maling uang rakyat, jurus kritiknya tidak cukup dengan sikap kooperatif dan suportif, tetapi bisa mengkritik dengan keras dan pedas, Kritik pedas Anda Capres Prabowo, juga pernah dibeberkan oleh juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah, pada hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2017 lalu. Febri mengatakan sampai tahun 2017 lalu masih banyak pejabat yang sejatinya merupakan pelayan rakyat malah menjadi pencuri uang milik orang yang dilayaninya. Pejabat yang demikian dikatagorika pelayan yang mencuri uang majikan, Astaqfirullah. ([email protected],bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU