Epidemiolog UI Sebut Obat Corona Unair Belum Terdaftar di WHO

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 18 Agu 2020 11:05 WIB

Epidemiolog UI Sebut Obat Corona Unair Belum Terdaftar di WHO

i

Illustrasi obat COVID-19. SP/ DECOM

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut pengembangan obat virus corona (Covid-19) hasil penelitian Universitas Airlangga (Unair) bekerja sama dengan BIN dan TNI Angkatan Darat belum teregistrasi uji klinis di Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Pandu menduga, obat tersebut belum memenuhi standar ilmiah untuk uji klinis, ditambah laporan hasil penelitian obat belum mendapat review oleh dunia akademis.

Baca Juga: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pasuruan Atasi PMK

"Biasanya setiap uji klinis harus diregistrasi secara internasional, dan protokol harus bisa diakses oleh dunia akademis. Hasil cek uji klinis, Unair belum pernah diregistrasi pada laman https://www.isrctn.com/, https://www.who.int/ictrp/en/," kata Pandu dihubungi Senin (18/8).

Padahal, menurut Pandu, WHO telah membuat program solidarity trial untuk penanganan dan pengembangan obat maupun vaksin Covid-19 di seluruh dunia. Indonesia sendiri tergabung dalam solidarity trial tersebut sehingga semestinya dalam proses pengembangan obat ini mengikuti prosedur WHO.

"Padahal WHO mensponsori solidarity multi country clinical trials mengikuti semua prosedur," ujar Pandu.

Lebih lanjut, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI itu mengingatkan seharusnya tim Unair ikut prosedur yang terbuka, dan dilaporkan hasilnya dalam pertemuan akademis prosedur uji klinik.

Pandu menjelaskan, selama tahapan riset obat harus dipantau oleh tim clinical monitoring yang independen. Selain itu, secara administratif dan transparansi mesti ada independent clinical monitor, Data Safety Monitorign Board (DSMB) minimal 3 orang, terdiri dari ahli farmakologi, biostatistik, dan ahli penyakit yang diteliti.

"Dan harus terdaftar di International Clinical Trial Registry, bisa di WHO atau registry lainnya," tegas Pandu.

Pandu juga menyebut ada kesalahan prosedur dalam uji klinis tersebut karena memasukkan orang tanpa gejala sebagai subjek riset. Padahal obat uji klinis lebih tepat diberikan untuk orang yang benar-benar membutuhkan pengobatan seperti pasien dalam kondisi sedang-berat.

"Kesalahan prosedur yang saya duga ada yaitu memasukkan orang tanpa gejala dalam subyek riset, karena ambil kasus di rumah susun isolasi di Lamongan dan Secapa. Bukan yang di rumah sakit, yang benar-benar butuh pengobatan," ucap Pandu.

Selain itu, Pandu menilai seharusnya laporan riset obat kombinasi tersebut lebih dulu dilaporkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bukan ke TNI atau BIN. Setelah dilaporkan kemudian BPOM mengumumkan ke publik secara terbuka mengenai obat tersebut.

Baca Juga: Jumlah Kunjungan Pasien Lansia ke RSUD Grati Naik Signifikan

"Ya ini uji klinik pertama obat Covid-19 di dunia yang anomali, dan prosedur riset yang tak terbuka dan klaimnya tidak mengikuti standar uji klinik yang baku. Itu sebabnya akan banyak akademis yang meragukan validitas hasil riset uji klinis Unair tersebut," pungkas Pandu.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair, Suko Widodo, menolak memberikan komentar apapun terkait obat tersebut. Ia mengaku masih akan mengomunikasikan hal itu ke Rektor Unair.

"Ini saya masih maju ke Pak Rektor, kalau ada apa-apa nanti tak kabari. Saya minta petunjuk dulu. Nanti saya koordinasi," kata Suko, 

Untuk diketahui pengembangan obat Unair-BIN-TNI AD menggunakan tiga kombinasi obat. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.

Baca Juga: RSUD Bangil Miliki Gedung Instalasi Farmasi dan Dropzone Instalasi Gawat Darurat

Deputi VII Badan Intelijen Negara Wawan Hari Purwanto menyebut telah menguji pengembangan obat Covid-19 kepada 1.308 orang pasien Covid-19 di Secapa AD, Jawa Barat. Dari hasil penelitian itu, dia mengklaim 85 persen dinyatakan sembuh.

"Sudah tes untuk pasien Covid-19 di Secapa AD, dari 1.308, 85 persen sembuh berdasarkan hasil tes swab, sudah negatif," kata Wawan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (16/8).

Wawan mengklaim, obat Covid-19 tersebut sudah final dan saat ini berada di bawah kendali BPOM untuk langkah selanjutnya.

Sebagai catatan, hingga saat ini WHO belum merekomendasikan satu pun obat untuk mencegah atau mengobati infeksi corona. Obat dari gabungan Unari-TNI-BIN ini juga belum mendapatkan izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Selain itu, tim Unair-TNI-BIN pun belum mengungkapkan secara rinci hasil serta metode uji klinis. dsy8

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU