Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Fenomena Baru, bisa Rebut Generasi Milenial

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 25 Sep 2018 22:05 WIB

Fenomena Baru, bisa Rebut Generasi Milenial

Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Anda dan Tim sukses (timses) tahu jumlah pemilih milenial di pemilu 2019. Diperkirkan pemilih milenial yang berusia 17 hingga 35 tahun, berjumlah 40 persen dan total jumlah pemilih yang ada, 193 juta. Menurut data KPU, jumlah pemilih milenial mencapai 70-80 juta dari sekitar 193 juta pemilih. Artinya jumlah mereka mencapai 35-40 persen dan secara statistic, jumlah ini memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu. Dengan data dari KPU, maka porsi pemilih milenial merupakan porsi terbesar untuk Pemilu 2019. Lembaga survei Poltracking Indonesia mencatat, pada Pemilu 2019 setidaknya terdapat 40% pemilih berusia 17-35 tahun. Secara konseptual, rentang usia ini sebenarnya mencangkup Generasi Y (milenial) yang lahir pada periode (1980-1994) dan Generasi Z yang lahir setelah 1994. Belakangan ini para pakar marketing, menggunakan iistilah milenial di Indonesia untuk sebutan "generasi muda". Potensi partisipasi pemilih milenial dalam pilpres 2019 ini diperkirakan sekitar 76%-77% atau 60-66 juta pemilih. Jumlah ini menggunakan tolok ukur perolehan Jokowi dan Prabowo, pada pilpres 2014 lalu. Termasuk bila dibandingkan dengan rentang usia diatas 40 tahun. Berdasarkan data-data ini, tak bisa terbantahkan, bila pemilih milenial akan Anda incar sebagai pendulang suara utama. Pertanyaannya, apakah Anda Jokowi yang merangkul kyai sepuh Marif dan Anda Prabowo yang mengajak Sandiaga Uno, menyadari bahwa pemilih milenial tak hanya menjadi konsumen informasi (obyek kampanye), tapi bisa dianggap pemilih cukup aktif (subyek kampanye). Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2017 mencatat, rentang usia 19-35 tahun menyentuh 49,52% pengguna Internet di Indonesia. Artinya, para pemilih milenial akan berkontribusi besar dalam persebaran wacana seputar dunia politk. Bahasa yang lebih lugas, memenangkan hati pemilih milenial berarti memenangkan "perang" wacana di media massa. Maklum, pusaran informasi akan berada di tangan mereka. Kata kunci yang perlu Anda pikirkan serius adalah untuk memenangkan hati pemilih milenial, maka pencitraan yang taktis alternative yang menarik. Terutama di media sosial. Menurut data dari Saiful Munjani Research and Consulting (SMRC), setidaknya 34,4 persen masyarakat Indonesia berada dalam rentang usia emas, yaitu rentang umur 17-34 tahun. Dam sekitar 10 juta milenial akan menjadi pemilih pemula atau pertama (first-time voter) pada Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pilpres 2019. Pertanyaannya akan ke manakah suara generasi milenial kelak? Berdasarkan hasil survei SMRC yang melibatkan 1.059 responden di 34 provinsi pada Desember 2017 lalu, kecenderungan pemilih muda, yakni rentang umur di bawah 21 tahun hingga 25 tahun, lebih memilih Jokowi ketimbang Prabowo. Dari 4,7 persen responden berumur di bawah 21 tahun, 45 persennya memilih Jokowi, 29 persen memilih Prabowo. Sementara 21 persen memilih nama di luar kedua nama tersebut, dan 6 persen belum tahu memilih siapa. Sementara umur yang lebih tua, yakni 22-25 tahun, dari 5,2 persen responden pada usia tersebut. Hasilnya,40 persen memilih Jokowi, 18 persen memilih Prabowo, dan 36 persen memilih nama di luar dua nama tersebut, dan 5 persen belum punya pilihan. Ada kisah empirik yang dialami oleh pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro. Siti menimba dari pengalaman anak-anaknya sejak Pilkada DKI Jakarta 2012. Pada pilkada DKI 2012, anak-anaknya menyukai pasangan Jokowi-Ahok, karena fenomena. Padahal saat itu ada Fauzi Bowo, Gubernur incumbent. Berdasarkan pengalaman anak-anaknya, Siti menilai generasi milenial memiliki pandangan tentang politik yang berbeda dari kelompok pemilih lainnya. Arahnya, siapa pun pemimpin yang bertarung, Siti menyebut tidak mudah merebut simpati kelompok pemilih dari generasi milenial. Siti mengakui, generasi milenial merupakan kelompok pemilih yang lebih rasional dan menyukai figur cerdas. Mereka benci pada korupsi. Jadi anak muda dalam temuan Siti, suka terhadap pemimpin yang lugas, tegas, tapi friendly. Nah, Sandiaga Uno dan KH Maruf adalah fenomena baru dalam politik praktis Pilpres 2019. Dua nama ini sebelumnya tidak terbayangkan bakal Anda rekrut. Ajakan mereka saya catat praktis berada pada tenggang waktu yang mepet (time is tight). Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Hampir semua pimpinan di dunia mengakui bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Jumlah penduduk Indonesia sampai akhir 2017 tercatat 262 juta. Anda akui atau tidak, sampai saat ini, Bangsa Indonesia dihadapkan pada masalah yang begitu besar pula. Terutama masalah ekonomi dan ideologi Negara. Hasil dialog dengan kalangan nasionalis, pemimpin yang berpikir dan berjiwa besar seperti Ir. Soekarno adalah sosok yang dibutuhkan. Khususnya untuk men-drive Indonesia menuju kejayaan dan kemakmuran. Bung Karno, adalah presiden yang punya karakter dan keberanian, kepercayaan diri, dan keyakinan. Makanya dipanggil pemimpin besar revolusi Indonesia. Nah, dalam ranah pemimpin Indonesia pasca Soekarno, sebagian besar rakyat menemui dilema. Siapa sosok yang mumpuni membawa bangsa keluar dari transisi, pada era 2019-2024, agar Indonesia tidak jadi bubar pada tahun 2030. Saya mencatat, pada setiap hajatan pilpres pilihan langsung oleh rakyat, kesan saya rakyat diposisikan sangat terhormat sekaligus terbujuk (korban janji kampanye). Bila saya melongok ke kampung- kampung di Surabaya pusat (Gubeng dan sekitarnya), saya memotret rakyat pinggiran kerap tereksploitasi dan terbodohi. Adalah Samuel P. Huntington dan Joan Nelson pakar politik yang membagi bentuk-bentuk partisipasi politik. Ada lima bentuk partisipasi politik yaitu: Pertama, Kegiatan Pemilihan yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu; Kedua, lobi yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; Ketiga, kegiatan Organisasi yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah; Keempat, contacting yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan Kelima, tindakan Kekerasan (violence) yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia, pengerahan masa, termasuk huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan. Dari lima bentuk partisipasi politik dua tahun terakhir sejak Pilkada DKI Jakarta 2017, bentuk kelima yang mengkhawatirkan kebhinekaan Indonesia. Disadari atau tidak, dalam Pilkada DKI Tahun 2017 nyaris terjadi kudeta. Maklum, pasca reformasi ada mobilisasi massa yang dijamin oleh UU. Tetapi saat mobilisasi masa menerapkan politik identitas, banyak kelompok yang was-was bakal muncul disintegrasi bangsa. Nah, kini kesadaran menyampaikan aspirasi tampaknya makin membesar. Gerakan massa seperti tahun 2017 nyaris menjadi bola salju perubahan jilid kedua pasca reformasi 1998. Pak Jokowi- Pak Prabowo Yth, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari telah mempublikasikan kelemahan Anda, Joko Widodo di kalangan milenial. Menurut M. Qodari, Anda Jokowi, sampai survei dilakukan masih belum berhasil menggaet simpati milenial dari kalangan Islam. Bahkan Qodari menyebut jaringan Anda Jokowi masih lemah di kalangan Islam modernis. Penjelasan Qodari ini disampaikan dalam diskusi bertajuk Pilpres 2019, ke Mana Arah Pemilih Milenial? di restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018). Namun, apabila dilihat secara media, Qodari menyebut Jokowi masih unggul dari capres Prabowo Subianto. Keunggulan itu dengan melihat jumlah followers Jokowi di Twitter dan Instagram. Followers Twitter Jokowi 10 juta, Prabowo 3 juta. Untuk wakil, Sandi Uno 1 juta, Maruf Amin cuma 8 ribu. Meski begitu, mengindikasikan Anda Jokowi tetapbunggul terhadap Prabowo dan Sandi unggul terhadap Maruf. Instagram, Jokowi 12,1 juta, Prabowo 1,6 juta. Sandi 2 juta, Mruf Amin 4 ribu. Hasil survei, generasi millennials yang berada pada usia 17-39 tahun, ternyata lebih memilih Jokowi-Maruf dibanding Prabowo-Sandi. Data yang dihimpin Qodori, Jokowi berhasil menggaet generasi millenial dengan suara 50,8 persen. Bisa jadi simpatisan dari generasi milenial kepincut gaya Jokowi dengan sneakers. Sekaligus motor gede. Sedangkan, Prabowo-Sandi, hanya mendapat angka 31,8 persen. Sisanya sekitar 17,4 persen millennials merahasiakan dan belum menentukan pilihannya. Sedang Hasil survei, kaum millennials yang berada pada usia 17-39 tahun, juga lebih memilih Jokowi-Maruf dibanding Prabowo-Sandi. Jokowi berhasil menggaet kaum millenial dengan suara 50,8 persen. Sepertinya gaya kekinian Jokowi dengan sneakers dan motor gede mampu membuat kaum millennials memberikan lebih percaya pada calon petahana. Sedangkan, Prabowo-Sandi hanya mendapat angka 31,8 persen. Sisanya sekitar 17,4 persen millennials merahasiakan dan belum menentukan pilihannya Fenomena menarik lainnya. Sandiaga bisa unggul dari Maruf Amin pada segmen responden umur 19 tahun dan di bawahnya atau disebut pemilih pemula. Namun, populasi segmen ini sangat kecil hanya 3,4 persen dari total jumlah responden. Saran saya, untuk mendulang suara dari pemilih muda, gunakan maksimal media Sosial. Selain berbiaya murah, kampanye di Medsos juga sangat efektif untuk menyasar para pemilih pemula sebagai pengguna internet paling banyak. Apalagi, mekanisme kampanye telah diatur baik tentang cara maupun modelnya. Meski pemilih milenial Anda garap melalui Medsos, pertemuan- pertemuan tatap muka melalui diskusi dan rapat terbatas membahas isu-isu aktual. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU