Ganjil Genap di Surabaya, Cuma Pindahkan Kemacetan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 05 Des 2018 08:51 WIB

Ganjil Genap di Surabaya, Cuma Pindahkan Kemacetan

Meski baru wacana, skema ganjil genap bagi kendaraan bermotor untuk mengatasi kemacetan di Surabaya, menjadi perdebatan publik. Apalagi, Surabaya disebut-sebut menjadi kota percontohan atau pilot project. Banyak diantara masyarakat yang tidak setuju dengan skema ganjil genap diterapkan. Ini mendorong kalangan akademisi angkat bicara. Lantas, apa yang dibutuhkan kota Surabaya agar kemacetan tak semakin parah? ------ Noviyanti Tri Solehan Arif, Wartawan Surabaya Pagi ----- Iwan, driver taksi online, menolak jika di Surabaya diterapkan sistem ganjil-genap seperti di Jakarta. Alasannya simpel, ia tidak bisa mendapatkan penumpang dengan leluasa. "Tidak setuju mbak. Kalau benar diterapkan, kami sebagai driver online hanya bisa bekerja 15 hari saja dalam sebulan," cetus dia saat ditemui di dekat Tunjungan Plaza Surabaya, Selasa (4/12/2018). Agar bisa bekerja penuh 30 hari, lanjut Iwan, maka driver taksi online terpaksa membuat palsu nomor kendaraan. Padahal, ini tidak dibenarkan. Makanya kami berharap system ganjil genap di Surabaya tidak usah diterapkan, tandasnya. Gio, warga Wonokromo yang telah 2 tahun menjadi driver taksi online mengungkapkan hal senada. Menurutnya, system ganjil-genap hanya menambah masalah baru. Ia meyakini sistem itu tidak akan membuat Surabaya lebih lancar. Justru akan menambah titik-titik kemacetan baru. Sebab pemilik mobil akan melewati kawasan lain yang tidak masuk system ganjil genap. Jadi menurut saya, nggak usah diterapkan di sini (Surabaya). Lagi pula belum separah kemacetan Jakarta, lanjut Gio. Prasetyo, salah satu pegawai swasta di Surabaya, mengaku pasrah dengan kebijakan pemerintah. Hanya saja, jika ganjil-genap diterapkan di Surabaya, ia berharap ada potongan pajak kendaraan bermotor. Sebab operasional mobilnya tak dipakai penuh setiap hari. "Kalau pajaknya full, ya kurang adil bagi pemilik kendaraan. Jadi sebelum peraturan ini diterapkan harus banyak yang dikaji. Terlebih dahulu melihat kekurangan dan nilai manfaatnya sejauh mana?" papar dia. Kebijakan Parsial Melihat polemik yang berkembang di masyarakat soal wacana system ganjil genap di Surabaya, Pakar Transportasi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr. Machsus, ST., MT angkat bicara. Menurut Machus, wacana penerapan ganjil-genap di Surabaya terlalu berlebihan. Sistem itu secara teoritis menjadi salah satu pendekatan untuk pembatasan arus lalu lintas atau mengurangi volume kendaraan di jalan. Tetapi, menurutnya, di Surabaya belum memerlukan sistem ganjil-genap. Ada beberapa konsekuensi yang harus dihadapi. Misalnya, apabila sistem ganjil-genap diterapkan di suatu ruas jalan tertentu, maka akan terjadi penumpukan di ruas jalan di luar ruas jalan yang diterapkan ganjil-genap. Jadi, ganjil-genap hanya akan memindahkan kemacetan, bukan mengurangi kemacetan, terang Machus dihubungi terpisah, kemarin. Machsus menjelaskan permasalahan kemacetan di Surabaya dapat diselesaikan jika dapat mengontrol pertumbuhan kendaraan. "Dapat dilihat sekarang banyak di tiap rumah yang mempunyai mobil lebih dari satu, hingga parkirnya di lahan umum. Ini yang harusnya dibenahi dulu," jelasnya. Kemudian, pembenahan transportasi umum. Menurut Machsus, ukuran suksesnya penerapan sistem ganjil-genap itu ketika masyarakat berpindah dari transportasi pribadi ke transportasi umum. Jika Surabaya belum membenahi transportasi umum, baik berbasis rel maupun jalan, maka system ganjil genap akan sia-sia. "Kalau Jakarta menerapkan ganjil-genap itu wajar, karena di sana sudah banyak transportasi umum. Ada yang berbasis rel maupun jalan. Tapi melihat transportasi umum Surabaya, masih amburadul," jelasnya. Bagaimana dengan tol tengah kota yang sempat ditolak Walikota Surabaya Tri Rismaharini? Machsus berpendapat, tol yang dulunya dirancang membentang dari Aloha, Waru hingga Pelabuhan Tanjung Perak itu, juga belum menjadi solusi kemacetan di kota pahlawan. Ia kembali menegaskan pembenahan sistem transportasi di Surabaya harus dibenahi lebih dulu. "Surabaya saat ini sudah ada armada seperti Suroboyo Bus. Tapi peminatnya belum seberapa, sehingga belum berdampak, tandas Kepala Departemen Teknik Infrastuktur Sipil Fakultas Vokasi ITS ini. Transportasi Massal Pakar Tata Kota Universitas Kristen Petra Surabaya, Ir. Benny Poerbantanoe, M.SP juga iku memberi masukan kepada Pemkot Surabaya maupun Pemprov Jatim. Menurutnya, sistem ganjil-genap merupakan kebijakan parsial jangka pendek yang belum tentu menyelesaikan masalah. Justru kebijakan itu dapat mendorong pertumbuhan konsumtif kepemilikan kendaraan di Surabaya. "Harusnya pengurangan angka kemacetan dimulai dari kesadaran dan etika berkendaraan di jalan raya oleh masyarakat sehingga dapat mengurangi titik kemacetan di suatu wilayah," papar dosen perencanaan wilayah kota itu. Ia mendorong pemerintah untuk menata system transportasi massal di Surabaya. Sebab, langkah ini yang bisa mengatasi kemacetan dalam jangka panjang. "Harusnya perbaikan angkutan massal perkotaan yang merata, murah, aman, bersih, dan tepat waktu. Itu yang perlu didorong segera direalisasikan oleh pemerintah kota secara bertahap," papar Benny. Penegasan Gubernur Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo menegaskan tak ada penerapan kebijakan ganjil genap di Jawa Timur. Menurutnya, kebijakan ini juga tak akan diterapkan di Jatim. "Tidak ada program tentang ganjil genap untuk Jatim, titik," kata Pakdhe Karwo sapaan akrabnya saat ditemui wartawan di Kantor Gubernur, Jalan Pahlawan, Surabaya, Selasa (4/12/2018). Sebelumnya, kebijakan ganjil genap ini muncul karena Dinas Perhubungan Jatim mengadakan acara Focus Group Discussion (FGD) tentang pemberlakuan kebijakan ganjil genap. Namun, Pakdhe Karwo membantah hal ini. Dia menyebut FGD itu hanya permintaan Menteri Perhubungan dalam konteks melakukan diskusi terkait ganjil genap. "Saya dapat perintah langsung dari Menteri Perhubungan bahwa Jatim harus lakukan diskusi soal ganjil genap, itu saja," tegas Pakdhe Karwo. Selain itu, Pakdhe Karwo mengimbau seluruh masyarakat, termasuk komunitas transportasi online hingga warga agar tidak percaya wacana itu. "Sekali lagi saya tegaskan di Jatim tidak ada konsep ganjil genap," tandasnya. Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengimbau agar Kota Surabaya beserta Gerbangkertosusila-nya agar segera menerapkan kebijakan ganjil genap. Aturan ini dianggap dapat mengurangi kemacetan. "Kita ketahui bahwa di Jabodetabek kita relatif terlambat. Oleh karena itu, saya mengimbau ingin membantu Kota Surabaya, kami siap membantu Pak Kepala Dishub untuk menata transportasi di Surabaya," kata Bambang di Surabaya, Senin (4/12). n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU