Home / Pilpres 2019 : Di Jawa Timur, Diprediksi bisa sampai 20-30 Persen

Gawat, Golput Mengancam

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 28 Mar 2019 08:35 WIB

Gawat, Golput Mengancam

Rangga Putra, Hermi, Riko Abdiono Tim Wartawan Surabaya Pagi Setelah daftar pemilih tetap (DPT) 17,5 juta disoal, masalah golongan putih (golput) atau warga yang tak memilih, masih menjadi momok bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Termasuk di Jawa Timur, golput berpotensi tinggi pada Pemilu 17 April 2019 nanti. Bahkan, diprediksi golput di Jatim mencapai dua digit. Ada yang menyebut 25-30 persen. Ada pula yang memperkirakan 11 - 12 persen. Sementara di Jatim tercatat 31 juta pemilih yang nama mereka masuk DPT. ------ Data nasional yang dirilis KPU, pada pemilu 1999, terdapat sebanyak 97,7% partisipasi pemilih. Namun, partisipasi pemilih anjlok pada pemilu edisi 2004 dengan 84%. Pada gelaran pemilu 2009, lagi-lagi partisipasi pemilih jatuh di 70,9%. Namun, pada pemilu edisi 2014, jumlah pemilih sedikit meningkat yakni terdapat 75,1% pemilih yang menggunakan haknya. Walau begitu, dengan dinamika politik nusantara yang dinamis dan perilaku politisi belakangan ini, banyak kalangan yang menyebut, jumlah golput pada pemilu 2019, bakal mencapai 20-30%! Jika di Jatim ada 31 juta pemilih dalam DPT, maka potensi Golputnya mencapai 6,2 juta hingga 9,3 juta. Sebuah angka yang tinggi. Komisioner KPU Jatim, Gogot Cahyo Baskoro tak menampik adanya potensi golput tinggi pada Pemilu Serentak 2019 (Pilpres dan Pileg digelar bersamaan). Meski begitu, Gogot tetap optimis kalau jumlah partisipasi pemilih bakal mencapai target, yakni 77,5 persen. Menurutnya, KPU Jatim berani memasang target tinggi lantaran pelaksanaan pemilu digelar berbarengan pada hari yang sama. Sebelumnya, lanjut Gogot, tepatnya pada gelaran pemilu edisi 2014, tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 74 persen untuk Pilpres dan 71 persen untuk Pileg. Karena pemilu digelar serentak, potensi partisipasi pemilih kami yakin akan meningkat, tutur Gogot optimis. Menurut Gogot, sebagian pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya adalah karena kurang mendapat informasi mengenai program para kandidat. Terkait hal ini, pihak KPU sudah memfasilitasi publikasi para calon sesuai aturan yang berlaku. Banyak yang sudah kami lakukan untuk mendongkrak jumlah partisipasi pemilih berikut pengenalan calon. Misalnya saja iklan kampanye, sosialisasi lewat lomba-lomba, banyak yang sudah kami lakukan. Oleh sebab itu kami optimis target partisipasi tercapai, papar Gogot. Versi BPP dan TKD Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo-Sandi di Jawa Timur menyoroti kinerja KPU untuk menekan angka golput. Ketua Bidang Media BPP Jatim, Hadi Dediansyah menilai pola sosialisasi yang dilakukan KPU tak signifikan menurunkan potensi pemilih golput. "Kami melihat potensi golput tidak jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya. Bahkan, bisa lebih besar," kata Hadi Dediansyah. Menurut dia, apabila tak segera diselesaikan, potensi golput pada pemilu yang rencananya akan dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang bisa mencapai dua digit. "Bahkan potensi golput bisa mencapai 25-30 persen," tandasnya. Sementara Ketua DPD PDIP Jatim, Kusnadi mengungkapkan dari survei internal yang dilakukan PDIP Jatim, angka golput masih dua digit yaitu di 11 - 12 persen. Padahal, Pemilu 2019 ini tinggal 21 hari lagi. "Golput itu juga ada dua, ada yang mereka tidak tahu tapi ada juga yang tahu tapi tidak mau ke TPS. saya berharap ke KPU agar lebih masif lagi terutama pada daerah-daerah yang agak jauh dari jangkauan transportasi," harap Kusnadi. Menurut Kusnadi, hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat Provinsi Jatim sangat luas dan mempunyai topografi yang bermacam-macam termasuk pegunungan dan kepulauan. Sedang masyarakat di perkotaan, sebagian besar sudah tahu dan sudah terdidik. Namun masih bimbang dalam menentukan pilihan karena informasi yang kurang mendalam. "Mayoritas di perkotaan ini golputnya memang lebih sedikit, tapi bukan berarti tidak ada," terang pria yang juga Wakil Ketua TKD Jatim ini. Faktor Undecided Voters Menanggapi hal itu, peneliti senior Surabaya Survei Center (SSC) Surokhim Abdussalam punya pandangan berbeda. Menurutnya, perilaku pemilih di Jatim justru masih positif jika dibandingkan dengan angka secara nasional. Bahkan, survei SSC menyebut, sebanyak 80% pemilih di Jatim bakal datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Prediksinya, hanya 15 persen saja yang berpotensi golput, ungkap Surokhim dikonfirmasi, Rabu (27/3) kemarin. Menurut hasil survei, sambung Surokhim, terdapat 13 persen pemilih belum menentukan pilihan (undecided voters) dan 28 persen swing voters. Golput sendiri diprediksi kuat bakal datang dari kelompok undecided voters. Para swing voters ini sudah punya pilihan paslon, tapi masih bisa menjatuhkan pilihannya ke paslon lain. Sementara, undecided voters ini belum menentukan pilihan ke 01 (Jokowi-Maruf) atau 02 (Prabowo-Sandiaga). Nah, sebanyak 15 persen dari undecided voters ini diprediksi bakal golput, urai Surokhim. Fatwa MUI Kontroversi Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur KH Abdusshomad Buchori menegaskan MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa golput maupun istilah dari nama itu. Pernyataan Abdusshomad berbeda dengan pernyataan Cawapres 01, KH Maruf Amin yang menyebut bahwa MUI telah mengharamkan golput sejak 2009 melalui Ijtima Ulama di Padang Panjang, Sumatra Barat. Fatwa tersebut juga sudah disosialisasikan pada Pilpres 2014 silam. Maruf Amin sendiri merupakan Ketua Umum MUI. Menurut KH Abdusshomad, MUI itu mengeluarkan keputusan tentang Nasbul Imamah yaitu mengangkat pemimpin dalam suatu negara itu harus ada dan salahsatu proses mengangkat pemimpin seperti Pemilu. "Kalau ada (capres-cawapres, red) yang baik kemudian dipilih, sedang yang tidak baik itu haram (dosa). Mungkin itu lalu diterjemahkan golput, padahal kita menyuruh mengangkat pemimpin dan memilih yang baik. Fatwa golput tidak ada di MUI, orang mengambil keputusan sendiri itu," ungkapnya kepada Surabaya Pagi, Rabu (27/3). Hasil keputusan Fatwa MUI yang keluar itu merupakan ijitima ulama di Padang Panjang Sumatera Barat bahwa isi dari itu wajib mengangkat pemimpin namun dengan proses sebagai umat Islam dengan memilih orang yang Amanah (dipercaya), Siddiq (Jujur), Fathonah (Cerdas) bisa mengananalisis dengan masalah yang baik dan Tabligh (Transparansi). n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU