Grasi Annas Maamun Tuai Kontroversi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 27 Nov 2019 09:54 WIB

Grasi Annas Maamun Tuai Kontroversi

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta Terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di provinsi Riau, Annas Maamun mendapat grasi dari presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Dadang Trisasongko, Sekjen Transparency International Indonesia (TII). Ia mengatakan, pemberian grasi kepada terdakwa kasus korupsi tidak ada manfaatnya. Memberikan grasi kepada terpidana korupsi itu tidak memberikan manfaat apa pun kepada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, ujar Dadang, Selasa (26/11). Menurutnya, grasi yang diberikan terhadap terpidana koruptor justru akan melemahkan semangat pemeberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu, Dadang juga mengungkapkan Jokowi harus memberikan penjelasan secara terbuka terkait alasan pemberian grasi kepada Annas. Sebaiknya hal demikian disampaikan secara terbuka alasan alasan pemberian grasi tersebut, kata dia. Sejauh ini pihaknya masih belum menerima infromasi dari Jokowi terkait alasan pemberian grasi kepada mantan gubernur Riau itu. Namun, grasi tersebut tetap menjadi kewenangan presiden. "Menurut saya, pemberian grasi kepada terpidana itu memang hak presiden yang konstitusional," ucap dia. Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto mengatakan, grasi tersebut ditetapkan pada 25 Oktober 2019. "Bahwa memang benar, terpidana H Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, tanggal ditetapkan tanggal 25 Oktober 2019," kata Ade dalam siaran pers, Selasa (26/11/2019). Ade mengatakan, grasi yang diberikan berupa pemotongan masa hukuman selama satu tahun. Artinya, Annas hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman kendati divonis tujuh tahun dalam upaya kasasinya. Annas tetap diwajibkan membayar hukuman denda sebesar Rp 200 juta sesuai yang dijatuhkan kepadanya. Dengan mendapat grasi ini, mantan gubernur Riau tersebut diprediksi dapat menghirup udara bebas pada Oktober 2020 mendatang. "Menurut data pada sistem database Pemasyarakatan, bebas awal 3 Oktober 2021, setelah mendapat grasi pengurangan hukuman selama 1 (satu) tahun diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020, dan denda telah dibayar tanggal 11 Juli 2016," ujar Ade.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU