Gratifikasi Seks Mencuat Lagi, KPK Siap Menjerat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 01 Feb 2019 13:49 WIB

Gratifikasi Seks Mencuat Lagi, KPK Siap Menjerat

SURABAYAPAGI.com - Entah terkait atau tidak, pembahasan gratifikasi seks kembali mencuat di saat kasus prostitusi artis Vanessa Angel disidik Polda Jatim. Apalagi, artis berinisial FYN yang fotonya viral bersama Vanessa, disebut-sebut ngamar bareng terpidana korupsi Tubagus Chaeri Wardana, suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. Terlepas itu, masalah gratifikasi seks masih menjadi polemik lantaran pembuktiannya yang dinilai sulit. Namun ada yang menilai, gratifikasi seks bisa dijerat dengan Pasal 12B UU Tipikor dan masuk kategori suap. Ternyata, masalah gratifikasi seks ini tengah didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut gratifikasi seks seharusnya bisa dijerat dengan UU Tipikor. ----- Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), telah diatur bahwa gratifikasi didefinisikan bukan pemberian uang atau barang secara langsung. Berdasarkan penjelasan pasal 12B UU tersebut disebutkan, Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Gratifikasi seks bisa diartikan pemberian agar seseorang terkait jabatannya tidak melakukan atau melakukan tugas dan kewajibannya. Kalau itu limitatif, memang tidak ada kata seks. Tapi ada pengertian pemberian barang. Jadi ada dua definisi gratifikasi dalam arti luas, kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Akhiar Salmi. Dugaan pemberian gratifikasi seks pernah mencuat dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, misalnya kasus suap hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Setyabudi Tejocahyono yang mencuat medio 2013 silam. Tejo diduga tak hanya menerima uang suap, tapi juga gratifikasi seks dari pengusaha Toto Hutagalung. Pemberian itu berkaitan dengan kasus korupsi dana bantuan sosial yang sedang diadili di pengadilan Tipikor Bandung. Dalam kasus itu, Setyabudi telah divonis 12 tahun penjara. Bisa Dijerat UU Tipikor Namun KPK belum pernah sama sekali menjerat penyelenggara negara dengan sangkaan gratifikasi seks. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan gratifikasi seks seharusnnya bisa dijerat dengan pidana. Terlebih bila dalam pemberian itu terdapat unsur menyalahgunakan wewenang, pemberian izin dan lain sebagainya. Kalau di beberapa negara memang sudah masuk pemberian gratifikasi, saya pikir itu kan pemberian hadiah juga, yang membiayai orang lain, kata Alex di kantornya, kemarin. Alex menuturkan dalam gratifikasi seks, pemberi mengeluarkan uang untuk membiayai layanan seks bagi penerima gratifikasi. Dia mengatakan nilai gratifikasi seks dapat diukur dari besaran biaya yang dikeluarkan oleh pemberi gratifikasi kepada penyedia jasa prostitusi. Mestinya bisa dijerat sebagai gratifikasi, apalagi bila dalam pemberian itu ada sesuatu yang diberikan oleh penerima, papar Alex. Kendala Pembuktian Pendapat Alexander itu didukung sejumlah pakar hukum. Namun menurut para pakar itu, pembuktiannya cukup berat. Seperti diungkapkan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Bivitri Susanti. Menurutnya, penyidik dinilai akan sulit mendapatkan bukti yang sah untuk diajukan ke pengadilan. "Kemudian ada bukti-bukti yang mendukung, challenging-nya di situ, bukti lain yang mendukung itu susah. Itu kan ilegal ya (gratifikasi seks) pasti tidak ada kuitansi atau apa," ungkapnya. "Kalau ngasihnya tiket kan mudah ditunjukkan tiketnya. Kalau gratifikasi seks harus dibuktikan betul sudah terjadi dan unsur lain juga terpenuhi, diterima oleh siapa dan tujuannya apa," sambungnya. Chief Commissioner Malaysia Anti-Corruption Commission (MACC) atau KPK Malaysia, Dato Sri Mohd Shukri bin Abdul, pernah mengungkap soal gratifikasi seks saat bertandang ke KPK. Shukri menyebut perkara gratifikasi seks cukup banyak di Malaysia. "Berhubungan rasuah sex itu banyak case yang kita sisir dengan rasuah sex," ucap Shukri di KPK saat itu, 5 November 2018. Namun Shukri mengaku pembuktian perkara itu cukup sulit. Kasus yang dibawanya ke pengadilan diakuinya bisa dihitung dengan jari. "Case-nya ada, pas mau dibawa ke mahkamah, perempuannya malu bila memberi evidence di mahkamah. Satu-dua case saja yang kami dapat bawa ke mahkamah. Dia tak sanggup bahwa dia rasuah sex," papar Shukri kala itu. Pelengkap Suap Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksamana Bondan mengatakan gratifikasi seks yang marak terungkap dalam kasus korupsi hanya sebagai layanan tambahn yang diberikan oleh pihak penyuap kepada pejabat negara. Dia menilai gratifikasi seks jarang diberikan sebagai menu suap utama penyelenggara negara. Sifatnya hanya tambahan, bukan yang utama, ujar Ganjar. Dia menilai fenomena gratifikasi seks bukan hal baru, dan tidak sulit untuk dibuktikan. Aturan untuk menjerat pelaku juga sudah ada, karena sifatnya sam saj seperti gratifikasi pada umumnya, kata Ganjar. Menurut dia, segala sesuatu yang diberikan kepada seseorang berkaitan dengan jabatannya, dikategorikan sebagai gratifikasi. Misalkan saya dosen, dan diberikan kado ulangtahun oleh mahasiswa, itu bisa dilihat sebagai gratifikasi. Mau tidak mahasiswa memberikan kado pada saya jika saya bukan dosen mereka? Hadiah itu kepada dosen atau kepada Ganjar?, ungkap dia mencontohkan. Gratifikasi seks itu bukan hal yang baru, dia sama saja dengan bentuk gratifikasi lainnya dan bisa ditindak oleh KPK, kata Ganjar. Soal pembuktian, tentu visum bisa dilakukan. Pada dasarnya pembuktian tindak pidana itu tidak ada yang mudah, ujar Ganjar. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU