Home / CatatanHukum : Surat Terbuka untuk Gubernur Soekarwo, Gus Ipul, K

Gubernur Jatim 2018, Amankan Capres 2019 Jokowi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 23 Des 2017 00:00 WIB

Gubernur Jatim 2018, Amankan Capres 2019 Jokowi

Sdri. Khofifah dan Sdr. Gus Ipul, Anda berdua saat ini didukung partai-partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mengusung Jokowi, menjadi Presiden Indonesia ke-7, pada tahun 2014. Tapi kini, Anda berdua berada di jalur yang berhadap-hadapan. PKB-PDIP, terang-terangan mengusung Gus Ipul, wagub Jatim yang saat Pilpres 2014, tidak jelas posisinya, mendukung Jokowi atau Prabowo. Tapi kabar yang saya terima, Saifullah Yusuf, lebih memihak pada Ketua Umum Partai Gerindra. Kini, Khofifah, yang dulu menjadi juru bicara tim transisi Jokowi Presiden, selain didukung partai pengusung Jokowi, Pilpres 2014, juga mendapat amunisi Partai penyeimbang, Partai Demokrat, pimpinan SBY, mantan presiden ke-6. Konstelasi politik yang dinamis ini bisa dibaca, telah terjadi pergeseran kepentingan politik yang tidak ke Megawati. Gejala yang saya perhatikan, Jokowi, tidak lagi nurut pada Megawati, Ketua Umum PDIP atau Megawati, sudah tidak menganggap Jokowi, petugas partai PDIP. Malah sebaliknya, SBY, rival politik Mega, merapat ke Jokowi. Perubahan konstelasi politik dan ekonomi yang sangat cepat seperti ini, mau tidak mau menarik untuk bahan kajian wartawan politik yang tak partisan. Artinya, semua pimpinan parpol dengan jam terbang masing-masing, dalam Pilkada Jatim tahun 2018 ini, saya pikir sudah melakukan kajian-kajian matang sebelum Cak Imin, Ketua Umum PKB bergabung dengan Megawati, mengusung Gus Ipul. Juga sebaliknya, SBY, dengan ketenangannya, tentu tidak akan ceroboh mengapa ia merapat ke Jokowi, mendukung Khofifah dalam Pilkada 2018, yang artinya berseberangan dengan Megawati, rival utama sejak Pilpres secara langsung yang pertama. Secara akal sehat, semua yang dilakukan SBY, Cak Imin, Megawati dan Jokowi, memiliki perhitungan-perhitungan politik dan ekonomi, terutama aspek-aspek apa yang menguntungkan dan tidak. Akal sehat saya berkata, hitungan mereka tentu detail termasuk aspek sosial, politik dan kulturalnya, tidak hanya aspek ekonominya semata. Sdri. Khofifah dan Sdr. Gus Ipul, Peta politik di Pilkada Jatim 2018 kini berubah setelah Khofifah, Mensos kabinet kerja Presiden Joko Widodo, berhasil menarik Partai Demokrat. Apakah ini ada share antara SBY dan Jokowi, menjelang Pilpres 2019 nanti? Dari peristiwa politik mutakhir ini, ada gambaran bahwa secara matematis di atas kertas dukungan SBY pada pemerintah Jokowi, bisa dibaca malah akan mengokohkan Jokowi menjadi Capres dalam Pilpres tahun 2019 yang cukup kuat dan menjanjikan. Saya menyebut secara matematis, SBY, pasti tidak mungkin akan menyodorkan diri untuk mendampingi Jokowi, menjadi cawapresnya. Atau malah menyorongkan Ibu Any dan Pak De Karwo, menjadi orang kedua Jokowi dalam Pilpres 2019. Kemungkinan ini dalam hitungan politik dan ekonomi serta kultural logis. Selain perhitungan peran AHY, anak SBY yang bisa jadi, akan dimagangkan dalam kabinet Jokowi, mendatang. Tentu bila kelak Jokowi, memang maju dalam Pilpres 2019 dan memenangi pertarungan. Mengikuti dinamika di kabinet kerja yang dipimpinnya, Jokowi, menurut akal sehat saya termasuk Presiden yang cerdik dan berani. Termasuk dalam melakukan reshuffle jilid dua. Apalagi kini berani berseberangan dengan Ketua umum PDIP Megawati, yang pernah mengangkatnya sebagai petugas partai. Saat itu, Jokowi berani mengambil keputusan memilih Wiranto, sebagai Menko Polhumham, meski dikritik oleh aktivis hak asasi manusia (HAM). Termasuk menarik pulang Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membantunya di. Ternyata sampai kini, kedua Menteri ini efektif bisa membantu Jokowi. inilah keberanian seorang presiden yang memilih pembantunya dengan memperhitungkan banyak faktor. Harus diakui, dari tiga tahun memimpin negeri ini Jokowi, termasuk presiden yang lihai bermain politik. Salah satunya, mengizinkan Khofifah, boleh mengikuti Pilkada Jatim, bertarung dengan sesama kader NU, Gus Ipul. Keberanian Jokowi, berseberangan dengan Megawati dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, fenomena menarik untuk kajian semua pihak. Maklum, dua tokoh ini lebih dulu mencalonkan Gus Ipul, maju lebih dulu sebagai cagub Jatim. Ini bukti, Jokowi bisa memainkan politik kekuasaan bahwa kekuasaan disektor mana pun butuh perhitungan dan keberanian. Termasuk dikritik dan disoroti kawan dan lawan. Sdri. Khofifah dan Sdr. Gus Ipul, Saat saya masih kuliah tahun 1978 lalu, diajarkan oleh dosen ilmu politik bahwa ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Tumpuan kajian ilmu politik saya akui ada bermacam-macam kegiatan. Dan semuanya dalam suatu proses sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu. Sekaligus melaksanakan tujuan-tujuan tersebut (Miriam Budiharjo, 1992). Bahkan secara konseptual, sistem itu meliputi sistem kekuasaan, wibawa, pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan agama, pemilikan, status dan sistem ideologi. Nah, sejak tahun 2017, sebenarnya, Indonesia sudah dirasakan sebagai dimulainya tahun politik, yaitu Pilkada serentak. Kemudian pada tahun 2018 depan juga ada penyelenggaraan pilkada serentak di seluruh Indonesia. Tahun 2018, terdapat 171 daerah yang mengikuti Pilkada serentak, termasuk Pemilihan Gubernur Jawa Timur. Kemudian pada tahun 2019, ada pemilu anggota legislatif dan pemilu presiden. Berdasarkan hitung-hitungan penyumbang suara dalam Pilpres, suara dari pulau Jawa adalah penyumbang sekitar 56% suara untuk pilpres 2019. Sumbangan suara pilpres dari pulau jawa ini sangat diincar, baik oleh Jokowi maupun mantan capres 2014, Prabowo Subianto. Jokowi, dan mungkin ada beberapa nama yang sejak pilkada DKI Jakarta melejit yaitu Jenderal Gatot Nurmantyo dan Gubernur DKI terpilih, Anies Baswedan. Tentu saja ketiga provinsi di pulau Jawa diluar DKI dan Banten, memiliki pemilih suara terbanyak, sehingga ketiga daerah mendapat sorotan, baik dari Jokowi maupun Prabowo. Maklum, dari tiga provinsi ini dalam Pilpres 2014 hanya di Jawa Barat saja Prabowo bisa menang. Sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, masih menjadi basis kekuatan Joko Widodo. Dan sejarah mencatat, Pilgub di tiga provinsi di pulau Jawa ini terkait dengan tokoh yang akan diusung oleh PDIP dan Gerindra. Pertanyaannya cagub yang diusung PDIP dan Gerindra, apa bisa punya pengaruh besar dalam Pilpres 2019 nanti?. Makanya, Gerindra, sampai tanggal 20 Desember belum menentukan pilihannya, dukung Khofifah, Gus Ipul atau menjagokan Ketua Kadinda Jatim, La Nyalla. Ternyata, dalam Pilkada Jatim 2018, Gerindra sepertinya absen, urung mencagubkan Ketua Kadinda Jatim. Dengan demikian, peta suara di Jawa Tengah dan Jawa Barat, sudah bisa diprediksi. Jawa Tengah masih menjadi kandang banteng. Sedangkan Jawa Barat lebih didominasi oleh Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. Sementara dua kubu antara Joko Widodo dan Prabowo, sampai surat terbuka ini saya buat Jumat malam tadi (22/12) masih tetap menjadi basis Jokowi dan SBY. Terutama mencermati dua kali pilkada secara langsung sejak tahun 2008. Apalagi dalam Pilpres 2014, suara Gerindra kecil. Tak salah, di Jawa Timur Prabowo tidak terlalu kuat, jauh dari Joko Widodo saat Pilpres 2014. Jadi medan pertarungan sesungguhnya ada di daerah Jateng dan Jatim. Berdasarkan data sampai pertengahan Desember 2017, paling tidak ada tiga tokoh yang diprediksi maju sebagai bakal Cagub Jatim. Mereka adalah Wakil Gubernur Jatim saat ini Saifullah Yusuf alias Gus Ipul, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dan Ketua Kadin di Jatim, La Nyalla Mattalitti. Pada saat Pilpres 2014, La Nyalla sebagai ketua Tim pemenangan Prabowo-Hatta. Dari gambaran ini, terlihat jelas PDIP dan PKB sebagai partai pendukung Joko Widodo akan mengusung Gus Ipul. Sedangkan PPP, Hanura, Nasdem dan Golkar , Demokrat dan Golkar mengusung Khofifah. Sementara Gerindra, PAN dan PKS belum terlihat akan mengusung keduanya. Dia memprediksi Gerindra tidak akan mendukung Gus Ipul ataupun Khofifah karena sebab kedua tokoh itu tidak memiliki komitmen kuat untuk menyukseskan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. Bisa jadi keduanya sengaja akan dibuat head to head karena siapapun yang menang tetap pro Jokowi. Sdri. Khofifah dan Sdr. Gus Ipul, Pencalonan Gus Ipul dan Khofifah, dalam pilkada 2018 nanti, secra politis telah membuyarkan semangat KIH ( Koalisi Indonesia Hebat), yang dimotori PDIP. Gus Ipul, bisa menjadi pemicu utama ketidaksolihan KIH mengulangi success story mengusung Jokowi, Presiden seperti Pillpes 2014 lalu. Pertanyaannya, masihkah Ketua umum PDIP Megawati, tetap menjagokan Jokowi, petugas partai di eksekutif. Atau sebaliknya Jokowi, malu diberi atribut petugas partai oleh PDIP, sehingga bisa jadi Jokowi, menggalang partai seplatform dengannya, kerja, kerja dan kerja dengan partai Demokrat, nasDem, Golkar, Hanura dan PPP. Lima parpol ini pengusung Khofifah-Emil Dardak. Praktis, Khofifah-Emil, didukung satu presiden dan satu mantan presiden. Sedangkan Gus Ipul, hanya disupport satu mantan presiden yaitu Megawati. Apalagi dalam dua kali pilkada langsung, semua cagub yang diusung PDIP yaitu almarhum Ir. Soetjipto maupun Bambang DH dan Abdullah, kalah telak dengan cagub yang diusung Partai Demokrat. Dengan fakta ini, ditambah reputasi Ketum PDIP yang bikin blunder seolah tak butuh dengan umat Islam, bukan tidak mungkin isu Sara ini akan dimainkan dalam kampanye nanti. Siapa yang akan terpilih menjadi Gubernur Jatim 2018. Menggunakan perhitungan politik, ekonomi dan sosial yaitu bergabungnya SBY-Jokowi, dan keluarnya Megawati dari inner circle Jokowi, bisa jadi suara PDIP yang digenggam oleh Gus Ipul-Azwar Anas, akan tergerus besar. Itu artinya, bisa jadi kali ke-3, suara PDIP untuk cagub yang dipilihnya akan lebih menurun di banding suara perolehan pilkada 2008 dan 2013. Apalagi Gus Ipul, tidak memiliki cantelan kuat ke penguasa politik praktis ke pusat (Jakarta), kecuali hanya Cak Imin dan Megawati. Sementara secara kultural, Khofifah yang mewakili NU muslimat dengan aktivitas pengajian perempuan, saya prediksi malah bisa menggali simpati lebih besar dibanding pilkada tahun 2013 yang lalu. Jadi feeling saya Gubernur terpilih Pilkada 2018 mendatang adalah cagub Khofifah-Emil Dardak. Dua tokoh ini yang kira-kira akan melapangkan kampanye Jokowi, dalam Pilpres 2019 mendatang. Maklum, Emil Dardak, sendiri adalah anak wakil Menteri PU Hermanto Dardak, yang dikenal loyal pada SBY. Sedangkan SBY, dalam pilkada Jatim 2018, bertekad turun sendiri menjadi jurkam Khofifah, bersama jagonya, Agus Yudhoyono. Khofifah, sekarang identik dengan Jokowi. Pak De Karwo, kepercayaan SBY. Sementara Mega, sudah tak punya jago militan seperti almarhum Ir. Sutjipto. Cak Imin, mengandalkan Halim, Ketua DPRD Jatim yang adalah adiknya sendiri. Apalagi soal strategi berpolitik, sampai kini di politik lokal, belum ada elite politik yang secerdas Pak De Karwo. Bisa ditebak, turunnya Khofifah dan Emil, bisa dibaca amankan pencapresan Jokowi dalam mendulang suara dari masyarakat Jawa Timur. Lebih-lebih, SBY juga mengusung Khofifah-Emil, bersama pengelola MetroTV yang juga Ketua umum NasDem, Surya Paloh. ([email protected],bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU