H Mahmud Tuding JPU Panik dan Emosional dalam Tuntutannya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 06 Agu 2019 22:07 WIB

H Mahmud Tuding JPU Panik dan Emosional dalam Tuntutannya

SURABAYA PAGI, Gresik - Terdakwa H Mahmud menolak semua dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Gresik terhadapnya dalam persidangan lanjutan di PN Gresik dengan agenda tunggal, yakni pembacaan pledoi (pembelaan) terdakwa yang disampaikan oleh dua penasihat hukumnya, Gunadi dan Yulia Putriandra, Selasa (6/8). Pada persidangan Kamis (1/8) lalu tim JPU menuntut terdakwa H Mahmud yang juga caleg DPRD Gresik terpilih dengan pidana penjara selama 3 tahun. Karena dia dianggap secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan penggelapan sesuai pasal 372 KUHP. Kedua penasihat hukum terdakwa H Mahmud menilai tuntutan tim JPU tersebut adalah bentuk kepanikan dan emosional yang tidak didasarkan pada fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan. Dijelaskan Gunadi, selama pemeriksaan dalam persidangan sebetulnya sudah diketahui bahwa kliennya tidak layak duduk di kursi terdakwa karena permasalahan ini semata adalah perkara perdata. Buktinya, persoalan ini masih berproses di ranah peradilan perdata dimana masing-masing pihak menyoal tentang wanprestasi. "Tidak ada satupun dalih yang menyinggung atau mengungkap adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Oleh karena itu penyelesaiannya harus diselesaikan secara keperdataan sesuai asas lex specialist derogat lex generalist," ujar Gunadi seputar kasus perdata yang melibatkan kliennya dengan PT Bangun Sarana Baja (BSB) dengan obyek perkara yang sama. Tentang dakwaan JPU yang menganggap kliennya telah menguasai uang Rp 15 miliar lebih milik PT BSB, dibantah keras oleh penasihat hukum terdakwa karena uang tersebut adalah bagian dari isi perjanjian kesepakatan antara PT BSB dengan H Mahmud. Akta perjanjiannya dibuat di muka notaris Kamiliah Bahasuan pada Juni 2014 dan akan berakhir Juni 2016. Sehingga kedua pihak terikat perjanjian yang tidak bisa dibatalkan secara sepihak. Namun faktanya, sebelum kontrak perjanjian berakhir pihak PT BSB telah memutus kerjasama secara sepihak. Kewajiban menyetor dana Rp 90 miliar untuk pembelian lahan seluas 50 hektar di Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik dengan sendirinya juga berhenti. Sedangkan terdakwa H Mahmud saat itu baru menerima dana sebesar Rp 15 miliar lebih. Sebagai bukti bahwa terdakwa telah menjalankan kesepakatan dengan pihak PT BSB, dari dana Rp 15 miliar yang diterimanya juga sudah digunakan untuk membeli lahan seluas 2,8 hektar senilai Rp 10,6 miliar. Sementara selisihnya sebesar Rp 4,7 miliar lebih bukanlah pula sebagai dana yang digelapkan karena saat itu tenggat waktu perjanjian belum berakhir. Dalam pledoi juga disebutkan bahwa JPU tidak bertindak obyektif dalam menghadirkan saksi dan ahli ke persidangan. Buktinya 2 ahli hukum pidana yang jelas-jelas menyatakan bahwa kasus yang membelit calon wakil rakyat dari Partai Nasdem ini bukanlah perbuatan pidana karena kedua pihak masih terikat perjanjian. Kedua ahli tersebut adalah Profesor Dr Nur Basuki Minarno SH MHum, pengajar di Unair, dan Dr Sholehuddin SH MH. Keduanya hanya memberi keterangan ahli di depan penyidik kepolisian dengan di bawah sumpah. Pada kesimpulan pledoi, penasihat hukum terdakwa meminta majelis hakim yang diketuai Putu Gede Hariadi agar terdakwa H Mahmud dinyatakan melakukan perbuatan sesuai dakwaan namun perbuatan tersebut bukanlah perbuatan pidana (onslag van alle recht vervolging); membebaskannya dari segala tuntutan hukum (vryspraak). Sidang selanjutnya dijadualkan pada Kamis (8/8) depan dengan agenda mendengarkan replik dari tim JPU. did

Editor : Mariana Setiawati

Tag :

BERITA TERBARU