Home / Surabaya : Anggota DPRD Surabaya dan PKL Anggap Revitalisasi

Hamburkan Dana APBD

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 05 Jan 2019 08:30 WIB

Hamburkan Dana APBD

Noviyanti Tri-Alqomar, Tim Wartawan Surabaya Pagi Anggota DPRD Kota Surabaya akhirnya angkat bicara soal revitalisasi Jalan Tunjungan yang dilakukan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Meski telah mempercantik Tunjungan dan melebarkan pedestrian, namun revitalisasi kawasan itu dianggap sia-sia. Pasalnya, hingga saat ini Pemkot Surabaya belum mampu menghidupkan Tunjungan sebagai pusat perekonomian seperti di zaman kolonial. Sementara pedagang kecil merasa dikucilkan, lantaran tidak diberi ruang untuk berdagang di sana. ---- Demikian diungkapkan anggota DPRD Surabaya dari Partai Nasdem Vinsensius Awey, Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rahmad, dan sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di sekitar Tunjungan. Menurut Awey revitalisasi Jalan Tunjungan yang dilakukan Pemkot Surabaya, masih kalah dari daerah lain. Bahkan tertinggal jauh dengan Jogjakarta dan Bandung. Padahal, revitalisasi Tunjungan menggunakan dana APBD hingga puluhan miliar. "Seperti di Jl. Braga (Bandung) dan Malioboro (Jogjakarta) itu kan hidup kawasan tua di tengah kotanya. Harapannya saat itu jalan Tunjungan juga dapat (hidup) meski tidak harus seperti Malioboro yang banyak PKL. Harus dengan ciri khas Surabaya sendiri. Kalaupun ada PKL bisa tertata seperti di jalan Braga di Bandung. Itu bagus dan menjadi hidup," ungkap Awey kepada Surabaya Pagi, Jumat (4/1/2019). Awey juga menyesalkan penyempitan jalan Tunjunga, lantaran pedestrian dilebarkan hingga sekitar 6 meter. Ini membuat lahan parkir di sana tidak ada. Kemacetan pun tak bisa dihindari. Ini yang membuat banyak toko di sana tutup, karena kondisi itu (tak ada tempat parkir dan jalan macet, red) membuat calon pembeli enggan masuk (toko), terang dia. Jika ingin menghidupkan kembali Jalan Tunjungan, menurut Awey, Pemkot Surabaya harus membangun sarana prasarana yang memadai. "Pemkot hanya mengutamakan estetika (keindahan) dibandingkan fungsionalnya. Akibatnya ekonomi gak bergerak di sana, tukas Awey yang sebelum menjadi anggota DPRD dikenal sebagai seorang pengusaha. Ia mengimbau agar Pemkot membangun ekonomi kreatif di Tunjungan. "Seperti kuliner khas Surabaya, atraksi, foto both, menggandeng UKM, menghadirkan perkumpulan pecinta sejarah, musisi jalanan dan membuat spot ekonomi kreatif dengan cafe, toko pernak-pernik. Itu semua dapat menghidupkan kawasan jalan . Tunjungan," papar Awey yang juga anggota Komisi C DPRD Surabaya. Tak Serius Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rachmad menilai dengan APBD Surabaya yang besar, seharusnya Pemkot Surabaya tidak setengah-setengah melakukan revitalisasi jalan Tunjungan. Ia mencontohkan Pasar Tunjungan yang berada di persimpangan Jalan Tunjungan dan Jalan Embong Malang. Sampai saat ini Pemkot Surabaya tak kunjung membangun Pasar Tunjungan. Padahal lokasinya strategis di segitiga emas pusat perdagangan di kota Surabaya. Jika Pemkot dan PD Pasar Surya tidak mampu karena faktor keuangan, menurut Edi, bisa dicarikan investor. Bahkan para pedagang pernah mengatakan siap melakukan pembangunan. Namun sekarang tergantung kesungguhan Pemkot dan PD Pasar, kata Edi kepada Surabaya Pagi, Jumat (4/1) kemarin. Tujungan sekarang sudah menjadi ikon Surabaya, namun secara ekonomi Jalan Tunjungan belum bisa menjadi Ikon yang bisa membangkitkan ekonomi masyarakat. Saya melihat Pemkot kurang serius. Kalau mau serius, pasti bisa, lanjut politisi Partai Hanura ini. PKL Menjerit Sementara itu, pedagang kaki lima (PKL) di sekitar Jalan Tunjungan mengaku tidak pernah diajak bicara oleh Pemkot, terkait revitalisasi Tunjungan. Sayem, misalnya. Pedagang makanan di dekat gang masuk dekat Tunjungan Elektronik Centre (TEC) ini tidak berani berjualan di Jalan Tunjungan. Apalagi di trotoar yang baru dibangun. Kalau sampai jualan di pinggir jalan Tunjungan, pasti diobarak Satpol PP," ucap wanita yang tinggal di Ketandan Baru tersebut. Menurutnya, banyak PKL yang sudah tidak berjualan di Jalan Tunjungan karena tidak disediakan tempat oleh Pemkot. "Kalau misalkan trotoar yang diperlebar itu dijadikan seperti Malioboro, pasti kami sebagai PKL senang. Pasti pendapatan bisa nambah," imbuhnya. Khoiriyah mengungkapkan hal sama. Penjual rokok yang lebih dari 30 tahun itu mengaku tidak bisa berjualan di pinggir Jalan Tunjungan, karena dilarang Pemkot Surabaya. Padahal, menurutnya, pedestrian yang sudah dipercantik dan diperlebar itu akan lebih ramai jika banyak pedagang jualan di sana. Seperti di Malioboro, Jogjakarta. "Di sini memang banyak toko, tapi banyak juga yang tutup. Masalah utama lahan parkir tidak ada. Anak saya dulu buka parkir, sekarang dilarang," cerita dia. Pedagang asal Krembangan ini juga menyesalkan acara Mlaku-mlaku Tunjungan yang tak memberi dampak ke warga sekitar Tunjungan. Justru pedagang di luar Tunjungan yang bisa menikmati, karena diperbolehkan jualan di acara tersebut. "Jualan di sini untungnya paling 20-30 ribu mbak, itu sudah banyak. Apalagi mau dibangun hotel di sebelah ini. Jadi takutnya pedagang kecil seperti kita akan dikucilkan," keluhnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU