Hari Anak Nasional, Masih Banyak Anak Menjadi Korban

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 25 Jul 2019 09:38 WIB

Hari Anak Nasional, Masih Banyak Anak Menjadi Korban

SURABAYAPAGI.com - Hari Anak Nasional yang berlangsung tepat pada (23/07) masih menyisakan tangis, di satu sisi banyak anak Indonesia yang berprestasi mengharumkan nama bangsa, di sisi lain masih banyak diantara mereka menjadi korban tindak kejahatan atau bahkan terlibat kriminalitas. Surabaya Historical Community, Nur Setiawan mengatakan Begitu perih dan prihatin di Hari Anak Nasional kali ini, Tahun 2019 angka anak-anak korban tindak asusila, human traficking, broken home, terjerat narkoba, kriminalitas jalanan dan lain sebagainya masih tinggi. "Belum lagi masalah zonasi sekolah, banyak anak Indonesia khususnya di perkotaan mengalami stres. Carut marut zonasi sekolah melalui PPDB online merupakan tamparan keras bagi seluruh kepala daerah di Indonesia, khususnya kota Surabaya" lanjut pria pecinta sejarah ini, melalui Whatsapp Rabu (24/7/2019). "Kepala daerah seolah diingatkan agar tidak membangun raga saja, namun juga harus membangun jiwa melalui pendidikan. Pengelola kota sangat mudah memberikan ijin pendirian plaza, hotel, apartemen atau kecanduan membangun instrumen penghias kota, tetapi minim membangun sekolah baru" ujar Setiawan. Melalui struktur kantor Kecamatan, Dispenduk Capil maupun Dispendik Kota data populasi kepadatan penduduk maupun jumlah siswa dapat di monitor, wilayah mana saja yang memerlukan sarana pendidikan dan pembukaan sekolah baru berkwalitas. "Jaman dulu biyaya pendidikan tidaklah murah dan hanya bisa dienyam oleh kalangan menengah atas. Dahulu pendidikan untuk bumiputera sebatas sekolah ongko loro atau kelas kambing" lanjutnya. Semua usia dicampur jadi satu dalam satu ruangan tanpa bangku alias lesehan. Mereka tidak dicetak menjadi generasi yang cerdas mempelajari berbagai sains, tapi hanya dilatih menulis dan mengerti abjad, itu saja, katanya. "Melihat ketimpangan itu Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah bernama Taman Siswa secara swadaya. Pendirian sekolah ini agar kaumnya mendapat pendidikan yang setara dan layak seperti warga eropa lainnya" lanjut Wawan. Menurut Ki Hajar Dewantara sekolah unggulan dan favorit adalah hak semua insan tanpa pengecualian. Pemerintah Hindia Belanda yang mengetahui hal tersebut mengalami kekhawatiran, ini tindakan bahaya. Jika bumiputera pandai, mereka akan kritis dan selalu menuntut hak serta privasinya, katanya. "Lain ladang lain ilalang, Ki Hajar Dewantara mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan pemerintah kolonial. Bumiputera berhak dan wajib menuntut ilmu setinggi-tingginya" lanjutnya. Supaya menjadi insan yang cerdas membangun bangsa, untuk meletakkan pondasi nasionalisme agar kelak menghirup alam kemerdekaan dan duduk sama rata dengan bangsa-bangsa lain di panggung dunia. "Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" yang artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun kekuatan dan berkarya, dibelakang memberi dorongan" pesan Ki Hajar Dewantara pada kita semua, semoga segenap kepala daerah tidak melupakan kalimat bijak yang sakral itu. (Jul)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU