Hari ini Mangkir, Nurhadi Terancam Dipanggil Pa

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 26 Jan 2020 23:36 WIB

Hari ini Mangkir,  Nurhadi Terancam Dipanggil Pa

Mantan Sekjen MA yang Suka NaikBusiness Class, pada Tahun 2011, BerteriakClean Urusan Anggaran di Mahkamah Agung, tapi Empat Tahun kemudian, Dibidik KPK, Terima Suap dan Gratifikasi Urus (Makelar) Perkara senilai Rp 46 M bersama Menantunya (sub judul) SURABAYA PAGI, Jakarta - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Senin siang ini dipanggil kembali di KPK. Statusnya tersangka dalam kasus dugaan suap-gratifikasi Rp 46 miliar, pada tahun 2015-2016. Bila hari ini mangkir lagi, Nurhadi, yang sebelum ini dikenal orang kuat di MA, akan dijemput paksa oleh KPK. Keterlibatan Nurhadi dalam kasus korupsi ini, berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di MA. Plt Jubir KPK Ali Fikri mengatakan, dalam perkara suap dan gratifikasi, minggu lalu penyidik KPK telah mengirimkan surat panggilan kedua ke alamat ketiga tersangka, yaitu Nurhadi, Rezki Herbiyono, menantunya dan Hiendra Soenjoto. Ketiga tersangka ini bakal diperiksa sebagai tersangka bersamaan. "Ketiganya akan diperiksa sebagai tersangka pada Senin (27/1) pukul 10.00 WIB. Untuk itu kami mengimbau kepada ketiga tersangka agar bersikap kooperatif dengan datang memenuhi panggilan penyidik KPK serta memberikan keterangan secara benar," pinta Ali Fikri, Minggu kemarin (26/01). Disertai Perintah Membawa KPK bertekad bakal memanggil paksa ketiga tersangka andai kembali mangkir. Panggilan paksa ini sesuai dengan KUHAP. "Sesuai tahapan pemanggilan yang didasarkan pada KUHAP, jika para tersangka tidak hadir tanpa alasan yang patut, maka penyidik KPK akan melakukan pemanggilan ketiga disertai dengan perintah membawa," tegas Ali Fikri. Dalam kasus ini, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi. Total uang yang diduga diterima Nurhadi sekitar Rp 46 miliar. Naik kelas Bisnis Gayus dilantik menjadi hakim agung pada November 2011. Sebulan setelahnya, Nurhadi dilantik menjadi Sekretaris MA. Sebagai mantan anggota DPR yang mengagungkan demokrasi dan transparansi lembaga, Gayus mulai gerah dengan gaya kepemimpinan Nurhadi menjalankan nakhoda MA. Kritikan pertama ia lontarkan saat para hakim agung duduk di pesawat kelas ekonomi, tapi para PNS MA malah duduk di kelas bisnis. Gayus menilai protokoler tersebut tidak etis, karena tidak sesuai dengan fungsi dan perannya. Yaitu core bussiness pengadilan adalah putusan yang dibuat hakim sehingga tulang punggung pengadilan adalah hakim, bukan PNS pengadilan. Atas kritikan itu, Nurhadi berang dan naik pitam. "Saya nggak pernah takut sama siapa pun, karena saya clean. Saya nggak peduli, saya labrak betul (Gayus Lumbuun) karena saya clean. Saya jamin satu rupiah pun saya tidak punya pikiran untuk main-main terutama dalam anggaran. Kalau eselon I ketahuan (korupsi) sama saya, saya amputasi," kata Nurhadi saat ditemui wartawan di ruang kerjanya pada tahun 2011. Pada 2018, Gayus pensiun sebagai hakim agung. Kekhawatiran Gayus itu kemudian terbukti, pasca Gayus pensiun. Nurhadi dijadikan tersangka oleh KPK. Butuh 3 Tahun "Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015-2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019). Penetapan tersangka Nurhadi butuh waktu tiga tahun lamanya, Kala itu, penggerebekan KPK menggeledah rumah pribadi Nurhadi di bilangan Senayan tak membuahkan hasil. Padahal telah mendapati dokumen dan uang yang dibuang di toilet. Sebelum Nurhadi jadi tersangka, orang-orang di sekitar lingkaran Nurhadi satu per satu ditangkap KPK. Seperti Panitera PN Jakpus Edy Nasution hingga Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna. Hartanya Rp 33,4 M Mantan pejabat negara ini memiliki harta kekayaan sebesar Rp 33,4 miliar. Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), harta yang dimiliki Nurhadi mulai dari rumah termasuk tanah dan bangunan, mobil mewah, hingga logam mulia (emas), bahkan dirinya memiliki batu mulia yang total nilainya sangat fantastis. Untuk rumah dan bangunan totalnya mencapai Rp 7,3 miliar. Antara lain tanah dan bangunan seluas 406 m2 dan 289 m2 di Jakarta Selatan yang berasal dari hasil sendiri, perolehan tahun 2006 , NJOP Rp 2,9 miliar. Lalu tanah dan bangunan seluas 238 m2 di Kabupaten Bogor yang berasal dari hasil sendiri, perolehan tahun 2007, NJOP Rp 1,8 miliar. Tanah seluas 4.550 m2 di Kabupaten Bogor berasal dari hasil sendiri perolehan tahun 2009, NJOP Rp 468,6 juta. Tanah seluas 740 m2 di Kabupaten Malang yang berasal dari hasil sendiri, perolehan tahun 1998, NJOP Rp 25 juta. Tanah yang lainnya berada di Kabupaten Kudus, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung. Jika ditotal secara keseluruhan maka harta tidak bergeraknya berjumlah Rp 7,3 miliar. Harta bergerak totalnya mencapai Rp 4,0 miliar, terdiri dari mobil Toyota Camry tahun 2010 nilainya Rp 600 juta. Mobil Mini Cooper tahun 2010 nilainya Rp 700 juta. Mobil Lexus tahun 2010 nilainya Rp 1,9 miliar, dan mobil Jaguar tahun 2004 nilainya Rp 805 juta. Batu Mulia Rp 8,6 M Serta harta bergerak lainnya mencapai Rp 11,2 miliar, seperti logam mulia dengan nilai jual Rp 500 juta. Batu mulia dengan nilai jual Rp 8,6 miliar. Barang-barang seni dan antik dengan nilai jual Rp 1 miliar. Benda bergerak lainnya dengan nilai jual Rp 1,1 miliar. Nurhaidi tercatat tidak memiliki harta berupa surat berharga, akan tetapi memiliki harta berupa giro dan setara kas lainnya yang mencapai Rp 10,7 miliar. Dengan begitu, maka total harta kekayaan eks Sekretaris MA ini sebesar Rp 33,4 miliar. Pengurusan Perkara Nurhadi diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di MA. Selain Nurhadi, KPK menjerat juga menantu dari Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Selain urusan suap, Nurhadi dan Rezky disangkakan KPK menerima gratifikasi berkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA. Penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan KPK dalam jangka 30 hari kerja. Dua minggu lalu, gugatan pra-peradilan Nurhadi, dotolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Melalui pengacaranya, Maqdir Ismail, Nurhadi menggugat KPK lewat jalur praperadilan agar status tersangkanya gugur. Dalam proses penyidikan ini, tim KPK telah mengirimkan surat pelarangan ke luar negeri pada pihak Imigrasi terhadap tersangka Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto. Pencekalan berlaku selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 12 Desember 2019. n jk/erk/07

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU