Home / Hukum & Pengadilan : Majelis Hakim tak Kabulkan Gugatan Cerai Juliana,

Harta Aris Birawa, Bos Sipoa, Utuh

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 03 Agu 2018 07:46 WIB

Harta Aris Birawa, Bos Sipoa, Utuh

SURABAYA PAGI, Surabaya Sidang putusan gugatan cerai yang diajukan Juliana Tumbelaka, terhadap Aris Birawa, Kamis (2/8/2018) kemarin sedikit diwarnai kucing-kucingan oleh wartawan dan beberapa korban Sipoa, yang hadir di Pengadilan Negeri Surabaya. Apalagi, korban Sipoa yang tergabung dalam Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa Grup (P2S), menyebar selebaran yang meminta majelis hakim tidak mengabulkan permintaan gugatan harta gono-gini Aris Birawa dengan Juliana Tumbelaka. Sidang putusan itu sedianya akan digelar pukul 09:00 WIB, dan digelar secara terbuka. Namun, majelis hakim mengumumkan bahwa sidang tertutup dan ditunda satu minggu lagi tanggal 9 Agustus 2018. Sidang tertutup. Ini ditunda Kamis minggu depan, jelas majelis hakim yang memimpin gugatan Juliana dengan nomor perkara 486/Pdt.G/2018/PN SBY. Namun, beberapa jam kemudian, setelah sidang pidana penipuan dan penggelapan bos Sipoa digelar di ruang Cakra. Surabaya Pagi mendapat informasi, bahwa sidang gugatan cerai sudah diputus sebelum sidang pidana dimulai. Gugatan itu sudah diputus. Baru saja selesai, kata sumber Surabaya Pagi yang menginformasikan sekitar pukul 11:00 WIB, Kamis (2/8/2018) kemarin. Surabaya Pagi pun langsung konfirmasi ke hakim Sigit Sutriono, salah satu anggota majelis hakim yang menyidangkan perkara gugatan cerai Juliana Tumbelaka. Sigit, yang juga Humas PN Surabaya, membenarkan, bahwa gugatan cerai sudah diputus. Namun, dirinya menegaskan tidak menunda sidang seminggu, hanya menunda beberapa waktu saja. Sudah diputus. Putusannya mengabulkan gugatan cerai untuk sebagian, cerai dikabulkan, jelas Sigit Sutriono, kepada Surabaya Pagi, di ruangannya, Kamis (2/8/2018) kemarin. Selain mengabulkan cerai, tambah Sigit, majelis hakim juga mengabulkan gugatannya agar tergugat, Aris Birawa, memberi nafkah anaknya, sebesar Rp 5 juta per bulan. Juga mengabulkan agar tergugat memberi nafkah sebesar Rp 5 juta perbulan. Bukan Rp 10 juta per bulan seperti yang diminta penggugat, beber Sigit. Harta Gono-gini Ditolak Mengenai harta gono gini, Sigit menegaskan, majelis hakim tidak mengabulkan seluruh permintaan penggugat yang diajukan di dalam surat gugatan. Untuk harta gono-gini yang diminta penggugat, tidak dikabulkan. Itu berbeda hukum acaranya. Jadi hanya perceraiannya saja. Alasannya hubungan antara penggugat dan tergugat, sudah tidak harmonis lagi, kata Humas PN Surabaya itu. Mengaku Sudah Tidak Serumah Menurutnya, selama hasil persidangan yang dilakukan tertutup sejak 28 Juni 2018 lalu, beberapa saksi menyebut, bahwa antara Juliana dan Aris Birawa kerap diwarnai konflik, percekcokan. Bahkan, di dalam persidangan, memunculkan temuan, antara Aris Birawa dan Juliana sudah tidak tinggal serumah lagi. Dari bukti persidangan, mereka mengaku sudah tidak tinggal serumah lagi sudah lama. Makanya, tergugat juga tidak hadir, jawab Sigit. Sementara, Sigit menjelaskan, bila ada pihak yang tidak puas dengan putusan verstek tersebut para pihak bisa mengajukan upaya hukum verset atau perlawanan. Misalkan tergugat tidak terima karena tidak tahu menahu ternyata sudah diputus cerai maka tergugat bisa melakukan upaya hukum perlawanan, tegasnya. Mengenai keberadaan tergugat majelis hakim tidak mengetahui dan tidak masuk ke ranah itu karena majelis hakim hanya menyidangkan sesuai dengan gugatan yang diajukan penggugat. Apakah tergugat sudah dipanggil secara patut? Sigit memastikan pengadilan telah melakukan panggilan. Sesuai alamat dalam gugatan panggilan telah dikirim ke alamat tersebut karena tidak ada maka panggilan diserahkan ke kelurahan. Ada bukti penerimaan suratnya, terangnya. Korban Buat Surat Terbuka untuk Hakim Sidang yang sempat diwarnai kucing-kucingan ini dan digelar secara tertutup, diduga ada tekanan dari ratusan korban Sipoa yang Kamis kemarin juga menghadiri di PN Surabaya. Bahkan, Ketua Paguyuban P2S, juga menyebar selebaran Surat Terbuka yang ditujukan kepada khalayak. Mereka berharap, majelis hakim yang memimpin sidang gugatan cerai Aris Birawa dan Juliana Tumbelaka, bisa memutus secara adil. Kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk mempertimbangkan kembali sebelum memutus. Tolong pertimbangkan kembali dari mana asal harta bersama tersebut. Jika harta tersebut berasal dari kejahatan yang saat ini sedang kami perjuangan, maka harta tersebut tidak boleh diserahkan begitu saja, tulis Anthonius Djoko Mulyono, Ketua P2S, dalam Surat Terbuka yang juga diterima Surabaya Pagi, Kamis kemarin. Anthonius, yang mewakili 600 orang yang telah menjadi korban Sipoa, meminta majelis hakim agar menjunjung tinggi keadilan. Kami mohon Yang Mulia, untuk bisa menjunjung tinggi keadilan. Jangan sampai Yang Mulia Hakim justru menjadi kaki tangan mereka. Dengarkanlah suara kaum yang tertindas kami, pinta Anthoni. **foto** Jaksa Tolak Eksepsi Budi-Klemens Dalam waktu yang bersamaan, Kamis (2/8/2018) kemarin juga digelar sidang lanjutan dugaan kasus penipuan dan penggelapan jual beli apartemen Royal Avatar World (RAW) senilai Rp 12 miliar. Sidang pidana Sipoa ini digelar dua kali seminggu di PN Surabaya. Dalam agenda Sidang Kamis kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak secara tegas atas eksepsi (keberatan) yang diajukan terdakwa Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso. Dihadapan Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, Jaksa Rahkmad Hari Basuki menilai pembelaan kedua terdakwa telah menyeberang dan menyusup ke materi pokok perkara. Oleh karena itu, Jaksa dai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim ini meminta agar Majelis Hakim menolak eksepsi tim penasihat hukum dari kedua terdakwa. Jaksa yang akrab disapa Hari ini menyatakan jika surat dakwaan ini dibuat secara cermat dan telah memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana disyaratkan pada Pasal 143 ayat 3 KUHAP. Yakni mengenai uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Dakwaan telah disusun secara jelas dan sistematis, karenanya kami meminta agar Majelis Hakim memerintahkan persidangan memeriksa pokok perkara terdakwa pada sidang selanjutnya, kata Jaksa Hari. Hari juga menampik dalil-dalil eksepsi dari kuasa hukum terdakwa terkait dakwaan satu dan dakwaan dua yang uraianya sama persis atau copy paste. Padahal, lanjut Hari, dalam dakwaan satu dan dakwaan dua jelas berbeda sesuai pada Putusan Mahkamah Agung RI No. 36K/Kr/1968. Walaupun surat tuduhan tidak menyebutkan fakta dan keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan tidak secara lengkap tergambar. Hal itu tidak dengan sendirinya mengakibatkan batalnya putusan, tegasnya. Menanggapi tanggapan JPU, Majelis Hakim I Wayan Sosiawan sepakat menunda persidangan pada hari Kamis 9 Agustus mendatang. Sidang ditunda sampai Kamis (9/8) pekan depan. Dengan agenda putusan sela, ucap Majelis Hakim sembari mengetuk palu tanda berakhirnya persidangan. Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa akibat tidak dibangunnya Apartemen Royal Afatar World tersebut, 71 orang yang memesan Apartemen Royal Afatar World termasuk Syane Angely Tjiongan dan Dra Lind Gunawati GO melaporkan terdakwa ke SPKT Polda Jatim. Korban yang memesan Apartemen Royal Afatar World mengalami kerugian total Rp 12.388.751.690. Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa dalam dakwaan primernya Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan dakwaan sekundernya Pasal 378 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.bd/don/rmc

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU