Hoaks Ancam Persatuan & Kesatuan Bangsa

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 11 Feb 2019 09:12 WIB

Hoaks Ancam Persatuan & Kesatuan Bangsa

SURABAYAPAGI.com - Pada tahun-tahun politik seperti sekarang ini, masyarakat akan melaksanakan pemilihan pemimpin yang akan memimpin lima tahun kedepan. Dalam politik tentu saja akan ada persaingan antara partai politik maupun calon pemimpin. Dampak negatif yang sering terjadi dari tahun ke tahun, ketika menjelang pemilu masih tidak bisa terlepas dari pemasalahan SARA, pembulian (pembunuhan karakter baik kepada calon ataupun tim sukses). Dalam sosial media kita sudah banyak dibanjiri berbagai macam postingan-postingan tentang politik disertai komentar-komentar tajam dan pedas. Sosial media berubah menjadi palagan mencekam. Syahwat Politik ugal-ugalan membuat para peserta politik tentunya akan menyerang satu sama lain dan mencari kelemahan satu sama lain. Dalam politik hal itu lumrah terjadi, namun jika dilakukan secara tidak sehat maka akan terjadi disintegrasi bangsa bahkan perpecahan. Seperti menyebar berita hoaks atau berita bohong. Menurut UNESCO, tingkat literasi Indonesia hanya berada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei. Rendahnya tingkat literasi di Indonesia, menyebabkan berita bohong atau hoaks gampang disebar karena masyarakat Indonesia saat ini cenderung kurang detail dan teliti dalam memahami informasi yang beredar. Dengan adanya informasi yang beredar tanpa adanya kajian yang detail. Masyarakat mudah terprovokasi atas opini propaganda yang menggiring masyarakat tidak majemuk lagi. Sehingga membuat fanatisme politik aliran semakin membara dan ujaran kebencian sulit diatasi, Keangkuhan identitas sangat jelas menjadi sumber perpecahan. Dari hal itu media online yang ada masih saja mengandung konten pembahasan yang menunjukan sifat egosentris sebagai warga negara bangsa indonesia. Baik saling menjatuhkan, angkuh, dan merasa paling benar. Anehnya hal itu dari kumpulan tulisan di media, ceramah dari tokoh masyarakat (Kyai), pejabat, dan lainnya. Apakah memang orang alim (Ahli Ilmu) sudah hampir punah di negara ini? Kedewasaan dan kearifan kita belum cukup matang untuk menyikapi berbagai konflik dan benturan kepentingan. kasus-kasus yang sering terjadi karena permasalahan SARA perlu penkajian ulang sejarah persatuan dan kesatuan bangsa. Agar bangsa bisa majemuk kembali dan terlepas dari konflik yang tak berkesudahan. Masyarakat juga perlu mengkaji secara matang dari literasi yang diterbitkan oleh media, agar keinginan dan cita-cita demokrasi dapat tercapai. Berupa suasana demokrasi menggembirakan, sejuk, dan berkualitas, karena hal itu adalah orisinilitas persatuan dan tugas kita sebagai warga negara kesatuan. Jika benturan dan konflik kepentingan terus berkepanjangan, maka ancaman disintregasi bangsa akan sangat terbuka. Demikian halnya jika agenda reformasi politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam tidak lagi diletakkan dalam kerangka kebangsaan, maka mimpi buruk akan terjadinya disintegrasi bisa jadi akan menjadi kenyataan. Satu sikap yang amat terpuji dari para perintis dan pendiri bangsa adalah begitu kentalnya komitmen terhadap persatuan dan kesatuan. Setiap langkah yang dilakukan selalu di arahkan kepada upaya untuk dapat menjamin kesatuan bangsa. Sebab pada dasarnya, jika kita tengok dari bentangan sejarah dan penggalan waktu, dimana bangsa kita dapat mencapai sebuah konsensus untuk tetap bersatu seperti yang terjadi pada tahun 1908, 1928, 1945 dan 1965, semua itu tidak dapat dilepaskan dari landasan kultural bangsa. Sikap toleran dan keinginan untuk bersatulah yang membawa para pelaku sejarah mampu menafikan berbagai hambatan dan perbedaan yang terjadi. Komitmen terhadap persatuan dan kesatuan yang dimanifestasikan dalam bentuk negara kesatuan merupakan salah satu dari tiga nilai dasar bangsa. Di samping Pancasila, UUD 1945, maka dalam pandangan para pendiri bangsa, bentuk negara proklamasi kemerdekaan yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pilihan ideal bagi kelangsungan hidup bangsa. Negara kesatuan yang kita bangun tidak tersaji atas landasan dan kepentingan etnik, maupun primordialisme, tidak juga bersifat temporer dan untuk waktu sementara. Negara kesatuan itu kita bangun dan kita tegakkan justru lebih di dasari landasan etnik, dan kesadaran bersama sebagai satu bangsa sehingga nilai-nilai etika kebangsaan yang menyangkut persatuan dan kesatuan terbangun cukup kuat untuk mengakomodasikan berbagai perbedaan dan bahkan konflik kepentingan.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU