Ingatkan Kader yang Gila Jabatan, Keretakan Internal PDIP kian Kentara

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 30 Jul 2019 00:44 WIB

Ingatkan Kader yang Gila Jabatan, Keretakan Internal PDIP kian Kentara

Sindiran Whisnu Sakti Dalam Peringatan 22 Tahun Kuda Tuli Peringatan kejadian 27 Juli 1996 (Kuda Tuli) silam, menjadi momentum bagi Whisnu Sakti Buana untuk tetap setia kepada PDI Perjuangan. Wakil Walikota Surabaya ini menjadi salah satu pelaku sejarah melalui gerakan Perjuangan Rakyat untuk Reformasi Total (PRRT), kala itu. Minggu malam (28/7), peringatan 22 tahun silam ini kembali digelar di Posko Pandegiling 223, Surabaya. Kegiatan bertema Banteng Pulang Kandang ini memiliki arti yang mendalam bagi Whisnu. Uniknya, dalam acara ini, Whisnu melontarkan sindiran pedas. Ditujukan pada siapa? Wartawan Surabaya Pagi, Rangga Dalam momen itu, Whisnu Sakti mengatakan, upaya penggulingan Ketua Umum PDI pada masa orde baru, adalah cobaan terbesar bagi partai berlambang kepala banteng moncong putih ini. Melalui Posko Pandegiling, gerakan anak-anak muda terus memperjuangkan ketidakadilan serta menjadi kawah candradimuka bagi para kader PDIP. Utamanya dalam loyalitas dan kesetiaan pada partai. Peringatan ini bukan hanya kilas balik sejarah masa lalu saja, tetapi juga sebagai pengingat bahwa di posko pandegiling inilah ada tetesan keringat dan air mata untuk menegakkan bendera perjuangan dan keadilan di bumi nusantara, terangnya. Sebab, menurut Ketua PRRT Jatim ini, di Posko yang didirikan oleh almarhum sang ayah, Ir Sutjipto, mengajarkan arti kesetiaan, kebersamaan, dalam satu bendera PDI Perjuangan dibawah komando Megawati Soekarnoputri. Ia juga mengingatkan para kader saat ini sekaligus pelaku sejarah agar tidak lupa, dan cenderung ambisi dalam jabatan politik. Bagi mereka yang merasa ikut sejarah itu tetapi sekarangmelok kancane, mateni kancane ben oleh jabatan ndang balik o (membunuh teman sendiri agar dapat jabatan, kembalilah segera), pulang kembali ke kandang banteng, terang sindir pria yang menjabat wakilnya Tri Rismaharini ini. Terkait manuver Whisnu ini, pengamat politik Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Agus Mahfud Fauzi mengungkapkan, sindiran tersebut sejatinya berhubungan dengan situasi politik di internal PDIP Kota Surabaya belakangan ini. Menurut mantan komisioner KPU Jatim ini, Whisnu Sakti Buana berpesan supaya PDIP Surabaya tidak terpecah seperti PDI pada masa lampau. Soalnya, mendekati agenda Pilwali Surabaya 2020, gejala retak kongsi dalam tubuh PDIP Surabaya mulai kentara. Banyak kalangan menilai, dua tokoh utama PDIP Surabaya yakni Bambang DH dan Tri Rismaharini, saling berebut pengaruh demi mengantar calon mereka masing-masing sebagai calon wali kota. Konflik internal partai banteng dimulai pada masa Orde Baru. Ketika itu, PDI terpecah menjadi dua kubu yaitu PDI pro-Megawati yang anti-rezim Orde Baru dan PDI pro-Soerjadi yang pendukung Orde Baru. Pada tahun 1990-an, Soetjipto Soedjono, ayahanda Wisnu Sakti Buana, ditunjuk oleh Megawati Soekarnoputri untuk menjabat sebagai ketua DPD PDI Jawa Timur melalui SK DPP PDI 043. Namun, kepengurusan PDI Soetjipto tidak diakui oleh pemerintah orde baru ketika itu. Malahan, pemerintah tetap mengukuhkan kepengurusan DPD PDI Jatim di bawah kepemimpinan Latief Pudjosakti. Markas PDI Jatim lama pun diduduki kubu Latief. Tak tinggal diam, politisi yang akrab disapa Pak Tjip itu lantas memindahkan markas DPD PDI Jatim di Surabaya ke kantor perusahaannya CV Bumi Raya. Maka, terwujudlah kepengurusan ganda DPD PDI Jatim. Di satu sisi ada PDI Soetjipto yang pro-Megawati dan di lain pihak ada PDI Latief yang pro-Orba. Konflik internal PDI ini terus berlanjut hingga mencapai puncaknya yang ditandai dengan peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (1996) atau yang biasa disingkat Kudatuli. Ketika itu, markas DPP PDI Megawati di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat diserang massa pro-Soerjadi yang dibantu aparat TNI dan Polri. "Kalau konflik PDI dulu skalanya nasional. Kalau yang satu ini skalanya lokal Surabaya," cetus Agus Mahfud kepada Surabaya Pagi, Senin (29/7/2019). "Maksud Pak Whisnu itu bukan orang-orang pengikut Pak Latief, tapi orang-orang internal PDIP Surabaya."

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU