Isu Ibu Kota Dipindah, Bakal Gaduh

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 30 Apr 2019 08:48 WIB

Isu Ibu Kota Dipindah, Bakal Gaduh

SURABAYAPAGI.com - Presiden Joko Widodo yang kembali menggulirkan wacana pemindahan ibu kota ke luar Jawa, dinilai bukan pengalihan isu memanasnya Pilpres 2019. Pasalnya, wacana itu sudah dilontarkan sebelum Pemilu lalu. Bahkan, isu ini mengemuka sejak era Presiden Sukarno, Soeharto maupun era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bobot kabar pemindahan ibu kota negara ini, juga tidak terlampau signifikan untuk mengalihkan isu kecurangan Pemilu. Namun kebijakan itu bakal menimbulkan kegaduhan baru. ------ Demikian diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Surabaya (Ubaya) Martono, Pengamat Politik asal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Abdul Chalik, Pakar Komunikasi Politik asal Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo dan Pakar Kebijakan Publik Yogi Suprayogi Sugandi. Mereka dihubungi terpisah oleh Surabaya Pagi, menanggapi renana Presiden Jokowi soal pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa dalam rapat terbatas menteri, Senin (29/4/2019). Menurut Martono sudah sewajarnya ada rencana untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Pasalnya, beban DKI Jakarta untuk menanggung problematika sudah terlampau berat. Sampai berapa kali ganti gubernur sekali pun, Jakarta tetap banjir dan macet, cetus Martono. Meski demikian, pemindahan ibu kota tersebut tidak serta merta bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Menurut Martono, pemerintah tidak hanya mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi dan politik saja. Tetapi juga faktor hukum. Oleh sebab itu, diperlukan produk hukum setingkat undang-undang guna memuluskan pemindahan ibu kota tersebut itu. Setelah dilakukan studi kelayakan, pemerintah mesti membawa ini ke DPR RI untuk disetujui, paparnya. Menurut Martono, pemindahan ibu kota tersebut juga harus bisa membuat ibu kota baru menjadi lebih maju dan bermanfaat dengan adanya pembangunan. Di sisi lain, Martono tidak melihat berita pemindahan ibu kota ini sebagai pengalihan isu Pemilu 2019 yang gaduh. Menurutnya, kabar pemindahan ibu kota ini tidak berhubungan dengan pemilu. "Tidak ada hubungannya, ya. Jauh dari pemilu, tandas mantan Ketua DPD Partai Golkar Jatim ini. Isu tak Seksi Senada dengan Martono, dosen UINSA Abdul Chalik juga menilai kabar pemindahan ibu kota ini tidak menarik jika dipolitisasi. Pasalnya, isu pemindahan ibu kota ini sejatinya telah berhembus sejak masa-masa awal Joko Widodo menjadi Presiden RI. Tidak seksi secara politik. Pemindahan ibu kota itu lebih kepada komitmen Jokowi meratakan pembangunan nasional, tutur Abdul Chalik. Menurut pendiri Sunan Giri Foundation itu, jika jadi Jokowi memindahkan ibu kota dari Jakarta ke luar Jawa, maka hal itu bisa menghilangkan stigma pembangunan yang bersifat jawasentris. Oleh sebab itu, daerah luar Pulau Jawa ini mesti daerah yang yang selama ini kurang mendapat perhatian pembangunan. Redam Pemilu Gaduh Terpisah, Suko Widodo juga tidak melihat kabar pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa sebagai pengalihan isu gaduh pemilu, tapi lebih ke pendingin suasana yang sedang panas. Wacana pemindahan ibu kota itu kan sudah lama dan prosesnya bertahap. Kebetulan saja momennya pas pemilu, tutur Suko. Tapi, ini bukan pengalihan isu, tandasnya. Menurut Ketua Pusat Informasi dan Humas Unair itu, bobot kabar pemindahan ibu kota negara ini beratnya tidak terlampau signifikan untuk mengalihkan isu kecurangan pemilu. Perkaranya sesungguhnya bukan soal pemindahan ibukota. Tetapi yang lebih penting memindahkan ekonomi dan kesempatan pengembangan daerah luar Jakarta. Khususnya luar Jawa, ungkapnya. Menurut Suko, terlalu berat dan rumit memindahkan Ibukota ke luar Jakarta. Lebih penting membangun luar Jawa ketimbang mewacanakan pemindahan ibukota. Prioritas pembangunan luar Jawa lebih utama. Tak perlu memindahkan Jakarta. Tetapi bagaimana membuat luar Jakarta/Jawa menjadi sejajar pembangunannya dengan Jawa, terang Suko. Beban Jakarta Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi Sugandi punya pandangan tesendiri. Ia mengatakan memang ada urgensi sehingga ibu kota perlu dipindahkan. Pertama, beban Jakarta sebagai Ibu Kota negara sudah terlalu besar. Mulai dari pemerintahan, ekonomi, bisnis, hingga pariwisata, kata Yogi, saat ini terpusat di Jakarta. Menurutnya beban itu sangat berat untuk Jakarta yang hanya memiliki luas daratan 661,52 kilometer persegi (km2). "Jakarta sudah tidak bisa menampung lagi untuk ibu kota pemerintahan, sangat berat. Jakarta lebih baik jadi kota khusus untuk perekonomian," ungkapnya, Senin (29/4) kemarin. Namun Yogi mengingatkan pemindahan ibu kota tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kebijakan ini perlu persiapan sangat matang. Kesiapan infrastruktur fisik seperti gedung-gedung pemerintahan, jalan, hingga sumber daya manusia, perlu dipersiapkan. Wacana ini, kata dia, tidak bisa terlaksana hanya dalam satu hingga dua tahun ke depan. Picu Kegaduhan Baru Yogi menambahkan pemindahan ibu kota ini dapat menimbulkan kegaduhan dipicu oleh penolakan dari pihak-pihak yang tak setuju. Dikatakan Yogi salah satu kelompok yang berpotensi menolak adalah para pegawai pemerintah pusat. Penolakan bisa terjadi karena para pegawai tersebut sudah menetap dan membina kehidupan di Jakarta. Belum lagi, kata Yogi, suara-suara miring yang muncul dari parlemen. Para politikus bisa jadi akan menolak rencana pemindahan ibu kota. Menurut Yogi perlu dukungan politik yang kuat dari parlemen untuk melaksanakan agenda besar ini. Hal itu diperlukan untuk meredam potensi kegaduhan yang terjadi saat eksekusi pemindahan ibu kota ini. "Kalau sudah jadi rapat ini, harus dikonsultasikan ke anggota dewan (DPR RI) jadi back up politik kuat, dan harus dihitung dengan matang," ujar dia. Selain berpotensi memicu kegaduhan, pemerintah juga perlu memikirkan masalah perubahan peraturan perundang-undangan saat pemindahan ibu kota. Perubahan tak bisa dihindari karena banyak pasal-pasal yang mencantumkan nama Jakarta sebagai ibu kota. "Lembaga yudikatif perlu mengubah peraturan perundang-undangan, beberapa peraturan itu banyak memposisikan ibu kota itu di Jakarta," ungkapnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU