Jaksa Jangan Bidik Swasta Berkongsi dengan UU Tipikor

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 08 Des 2019 23:46 WIB

Jaksa Jangan Bidik Swasta Berkongsi dengan UU Tipikor

Beda dengan anak Perusahaan Daerah, 3 Advokat Senior Surabaya Prihatin Pihak Swasta Berkongsi dengan BUMD dibidik Korupsi SURABAYA PAGI, Surabaya - Tiga advokat senior Surabaya, menegaskan bahwa BUMN/BUMD sebagai badan hukum, bukanlah kekayaan negara. Logika hukumnya, BUMD yang berperkara, perlakuan hukumnya harus seperti perusahaan biasa atau privat. Jadi penegak hukum yang menyeret pihak swasta dengan dakwaan tipikor merupakan sinyal buruk bagi dunia investasi. Demikian pendapat Advokat senior asal Surabaya Pieter Talaway, Sudiman Sidabuke dan Abdul Malik, yang dihubungi Surabaya Pagi secara terpisah terkait diajukannya Tatang Istiawan, Pimpinan Surabaya Pagi yang berkongsi dengan Perusahaan Daerah Aneka Usaha Trenggalek, mendirikan usaha percetakan di Trenggalek, dibidik dengan UU Tipikor. Tiga advokat ini prihatin dan menyesalkan cara penegak hukum yang demikian, Advokat Pieter Talaway, yang juga Majelis Kehormatan Peradi Surabaya menyebut, prihatin dengan posisi UU Keuangan negara acap kali lebih superior daripada UU Perseroan Terbatas. Terutama dalam proses persidangan. Padahal, UU Keuangan Negara dan UU Perseroan Terbatas, memiliki cara pandang yang berbeda. Jaksa tak Melihat Proses Menurut Pieter, UU Keuangan Negara melihat hasil, sementara UU PT melihat proses. "Kerugian itu ada prosesnya," cetus Pieter kepada Surabaya Pagi, Kamis (5/12/2019). "Kalau proses kerugiannya itu sebagai akibat dari operasi usaha, ya wajar namanya juga orang usaha. Kalau kerugian karena ada sengketa ya perdata, kalau pidana ya umum." "Tapi jaksa pada umumnya tidak melihat proses, tetapi hasil, karena menggunakan UU Keuangan Negara. Dari situ, mereka menyebut telah terjadi kerugian negara," tambah mantan kuasa hukum Dahlan Iskan dalam kasus pelepasan aset BUMD PT PWU ini. Menurut Pieter, BUMN atau BUMD, sejatinya merupakan badan usaha yang pendiriannya tunduk pada undang-undang sebagai badan hukum publik. Tetapi, aturan maupun seluruh aktifitas kegiatan pengelolaannya tunduk dan diatur dalam hukum privat. "Artinya, jika BUMN/BUMD berperkara maka perlakuan yang didapatkan seperti perusahaan biasa atau privat," papar Talaway. BUMD bukan Kekayaan Negara Masih menurut Pieter, karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan begitu, suatu badan hukum yang berbentuk PT memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan direksi, komisaris dan pemegang saham sebagai pemilik. "Hal ini mengindikasikan bahwa BUMN/BUMD sebagai badan hukum, bukanlah kekayaan negara," tutur Pieter. Pieter Talaway juga menyebut perlakuan penegak hukum yang menyeret pihak swasta dengan dakwaan Tipikor, menjadi sinyal buruk bagi dunia investasi. "Soalnya, para pengusaha bakal berhitung ulang sebelum memutuskan untuk bekerjasama dengan pemerintah," ungkap Pieter. Murni Hubungan Bisnis Sementara praktisi hukum sekaligus Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jatim Abdul Malik juga punya pendapat yang sama. Menurutnya, kerjasama antara perusda dan swasta tersebut murni hubungan bisnis. Abdul Malik menjelaskan, bila terjadi joint venture antara kedua belah pihak, dalam hal ini perusda dan swasta, sehingga dibentuk badan hukum PT baru untuk usaha bisnis tertentu. Maka, akibat hukum bagi kedua belah pihak adalah perdata. Terutama kalau terjadi sengketa. "Kecuali kalau anak perusahaan, yang pakai dana APBD. Kalau di kemudian hari terjadi penyimpangan, maka itu tindak pidana khusus," jelas Abdul Malik. Menurut pria yang juga menjabat sebagai wakil ketua DPD Partai Gerindra Jatim ini, hal itu berbeda dengan kerjasama perusda - swasta yang mendirikan PT baru. Pasalnya, di dalam kerjasama tersebut tertuang perjanjian-perjanjian yang mengikat antara kedua belah pihak. Hubungan Kontrak Masih kata Abdul Malik, dibelahan dunia mana pun, yang disebut koruptor adalah pejabat. Mengapa begitu? Karena hanya pejabat yang bisa menyalahgunakan wewenang. Sementara swasta sendiri tidak bisa menyalahgunakan wewenang. "Landasan keterlibatan swasta dalam penggunaan keuangan negara sebetulnya adalah hubungan kontrak. Karena itu, swasta tidak mungkin melawan hukum, apalagi menyalahgunakan wewenang," papar Abdul Malik Sebabkan Disharmonisasi Terpisah, Dr. Sudiman Sidabukke, praktisi dan juga dosen hukum di Universitas Surabaya menjelaskan, pernyertaan modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah ke perusahaan daerah, adalah kekayaan yang dipisahkan. Kekayaan perusahaan daerah sebagai badan hukum, sambungnya, bukanlah menjadi bagian dari kekayaan daerah. Pasalnya, kekayaan daerah yang dipisahkan di dalam perusahaan daerah hanya berbentuk saham. Artinya, kekayaan perusahaan daerah tidak menjadi kekayaan daerah. Maksudnya, kekayaan pemerintah daerah tersebut berbeda dengan kekayaan milik perusahaan daerah itu sendiri. "Misalnya, perusahaan daerah menggunakan modal tersebut untuk belanja aset seperti mobil, tanah, bangunan dan lain sebagainya, maka aset tersebut adalah milik perusahaan daerah, bukan milik pemerintah daerah," cetus Sudiman. Karena berstatus badan hukum sendiri, perusahaan daerah pun berhak menjalin kerjasama dengan pihak lain, termasuk swasta. Pada umumnya, perusahaan daerah melakukan joint venture maupun joint agreement. Bisa saja, perusahaan daerah bekerjasama joint venture dengan swasta untuk mendirikan badan hukum baru untuk usaha tertentu. Hanya saja, lanjutnya, apabila dalam perjalanan bisnisnya perusahaan joint venture tersebut merugi, yang seringkali turut menjadi korban hukum adalah pihak swasta. Soalnya, swasta dianggap telah turut merugikan negara/daerah. Diseretnya pihak swasta ke ranah hukum tindak pidana korupsi telah membuat sinyalemen buruk di dunia investasi. Menurutnya, penegak hukum sering menggunakan Pasal 2 UU Keuangan Negara huruf (g) yang menyebutkan keuangan negara itu meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. "Pengertian keuangan negara dan kekayaan negara dalam Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara telah menimbulkan ketidakpastian hukum, karena menyebabkan disharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan dalam UU BUMN dan UU Perseroan Terbatas," paparnya. tim

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU