Jaksa, Kutip Isu Ancaman Bupati tanpa Penyelidikan, Inikah Penegakan Hukum

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 02 Des 2019 07:33 WIB

Jaksa, Kutip Isu Ancaman Bupati tanpa Penyelidikan, Inikah Penegakan Hukum

Menyingkap Kongsi Bisnis Percetakan di Trenggalek, Dituding Korupsi (16) Pembaca yang Budiman, Jaksa itu penegak hukum. Mantan Jaksa Agung Prasetyo berpesan setiap tindakan dan kebijakan jaksa sebagai penegakan hukum harus sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan yang benar, memperhatikan outcome dan dampak yang kemungkinan timbul. Termasuk yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penegasan Jaksa Agung Prasetyo ini disampaikan peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-59 di Lapangan Upacara Badan Diklat Kejaksaan, Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Senin, 22 Juli 2019 lalu. Pertimbangan yang benar, memperhatikan outcome dan dampaknya. Tiga hal ini bertolak belakangan dengan pembuatan surat dakwaan yang disusun Jaksa Hadi Sucipto, SH.MH, dari Kejari Trenggalek. Jaksa Hadi membuat surat dakwaan tentang dugaan korupsi pada saya dan mantan Bupati Trenggalek, H. Soeharto. Bahwa setelah Terdakwa Dr. H. Istiawan Witjaksono, S.Sos., S.H., MM alias Tatang Istiawan Bin H. Imam Muslimin melakukan pemaparan, dalam rentang yang tidak terlalu lama Saksi H, Soeharto, S.T Bin Yakoen ditelepon oleh orang yang tidak dikenal menanyakan kelanjutan usaha percetakan yang telah dipaparkan oleh Terdakwa Dr. H. Istiawan Witjaksono, S.Sos., S.H., MM alias Tatang Istiawan Bin H. Imam Muslimin tersebut dan si penelpon mengancam saksi H. Soeharto, S.T Bin Yakoen apabila usaha percetakan tersebut tidak segera ditindak lanjuti akan menyebarkan skandal saksi H. Soeharto, S.T Bin Yakoen selaku Bupati Kabupaten Trenggalek dan dipublikasikan, setelah mendapat telepon tersebut H. Soeharto, S.T Bin Yakoen menindak lanjutinya karena kalau tidak akan menjadi masalah buat saksi H. Soeharto, S.T Bin Yakoen terlepas dari benar atau tidaknya ancaman skandal dimaksud, sehingga akhirnya saksi H. Soeharto, S.T Bin Yakoen menyutujui penambahan usaha percetakan. Pernyataan dari seorang penegak hukum tentang laporan sepihak dari H. Soeharto, dengan kalimat terlepas dari benar atau tidaknya ancaman skandal dimaksud,sehingga akhirnya H. Soeharto, menyetujui penambahan usaha percetakan, menggambarkan pernyataan yang tidak berkepastian hukum. Hal ini menyentuh aspek pertimbangan yang benar, memperhatikan outcome dan dampak. Menurut hukum, surat dakwaan itu harus jelas, cermat dan lengkap. Dengan menyebut informasi ancaman sepihak dari H. Soeharto, menggambarkan penyusunan surat dakwaan yang tidak cermat. Bahkan kutipan ini dibuat seperti bola liar, bisa menyentuh siapa saja. Inikah cara jaksa daerah yang tidak menjalankan kepastian hukum dan pertimbangan yang benar?. Tak ada bukti Rekaman Saya sendiri, pada hari Jumat 1 November 2019, setelah mendengar pembacaan surat dakwaan jaksa, mengklarifikasi kepada H. Soeharto. Kebetulan Jumat siang itu, saya satu mobil dengannya untuk sholat Jumat di masjid dekat Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Juanda Sidoarjo. Saya tanya apakah ancaman telepon itu memang ada? H. Soeharto menjawab ada. Apakah ada bukti rekaman, ia menjawab tidak ada. Mengapa ada ancaman, ia tidak melaporkan ke polisi, agar pengancam dilacak dan ditangkap, untuk pengusutan. Mantan Bupati Trenggalek ini diam, tidak menjawab. Saat saya tanya kapan ancaman itu berlangsung?. Ia menyatakan lupa. Tetapi kira-kira saat masih ada rencana pengalihan anggaran untuk tugas usaha ke percetakan. Itu yang tahu masih ring satu, saya sekda dan Pak Gathot. Jadi pengalihan modal yang kita bertiga yang tahu? ungkapnya. Saya jawab, logikanya telepon gelap itu bila ada, ya sekitar tiga orang itu?. H. Soeharto, kemudian menjawab bisa jadi. Menurut aturan hukum, laporan polisi termasuk dugaan ancaman melaliu telepon, bisa dilaporkan di daerah hukum kejadian. Laporan ini bisa dilakukan melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik POLRI pada unit/bagian cyber crime atau kepada penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dari laporan ini, penyidik akan melakukan penyelidikan atas dugaan ancaman yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan atas kasus bersangkutan Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE. Bila alat bukti ancaman melalui telepon yang disampaikan H. Soeharto, cukup dan penyidikan selesai, berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Tetapi H. Soeharto, tidak melapor. Anehnya, jaksa penydik dugaan korupsi tidak responsive menyuruh H. Soeharto, melapor ke Polres Trenggalek. Kisah dugaan ada ancaman pada H. Soeharto, itu tidak jelas. A[alagi Jaksa mengakui dalam surat dakwaan terlepas benar atau tidak Surat dakwaan mengutip seperti ini selain menendang infor sepihak ini seperti bola liar, juga menciptakan kegaduhan di kalangan maysrakat, sehingga memunculkan sikap dan perilaku saling tuding. Apakah inikah yang dicari oleh jaksa dari daerah sekelas Kejaksaan Negeri Trenggalek. Walahualam. Banyak Aplikasi di Google Play Secara hukum, saat ini sudah ada banyak aplikasi di Google Play yang bisa melacak nomor asing yang mengancam melalui telepon, WA atau sms. Caranya dengan memasukkan nomor asing penelepon, secara otomatis aplikasi-aplikasi ini bakal memberikan informasi nama atau area penelepon gelap tersebut. H. Soeharto, dan keluarganya atau kuasa hukumnya logika hukumnya bisa langsung downloadnya, agar pelaku pengancam bisa tertangkap, bukan dibiarkan seperti isu liar. Hukuman bagi nengancam melalui telepon diatur dalam Pasal 29 UU ITE dan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Dalam Penjelasan Pasal 45B UU 19/2016, ancaman di dunia siber (cyber bullying) mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil. Melaporkan ancaman menggunakan telepon, selain melalui kepolisian, juga dapat mengadukannya melalui laman Aduan Konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Antara lain mengisi beberapa kolom isian. Aduan yang dikirim harus ada URL/link, screenshot tampilan serta alasannya. Semua laporan yang masuk dan memenuhi syarat (terdapat link/url, screenshot dan alasannya, diproses dengan cepat. Menggunakan logika hukum, Jaksa Kejari Trenggalek mestinya paham bahwa hukum dituntut untuk bisa memecahkan dan memberikan solusi atas per- soalan-persoalan dalam masyarakat, seperti dugaan ancaman melalui telepon yang dialami H. Soeharto. Pemahaman saya, hukum identik dengan ketertiban sebagai cermin pengaturan dari penguasa. Tetapi dalam laporan sepihak ancaman melalui telepon H. Soeharto, tidak direspon oleh jaksa di Kejari Trenggalek. Saya bertanya, praktik semacam ini mencerminkan jaksa Trenggalek tak mau tahu ajaran tujuan hukum dari Gustav Radbrugh bahwa tujuan hukum mencapai tiga hal yakni, kepastian hukum, keadilan, dan daya guna. Dalam laporan dugaan ada ancaman dari mantan Bupati Trenggalek, terkesan proses penegakan hukum di Kejari Trenggalek tidak mengikuti dinamika perkembangan masyarakat yang oleh Von Savigny, hukum berada dalam jiwa bangsa (volkgeist), dengan demikian hukum itu ditemukan, bukan dibuat. Isu Ancaman dari H. Soeharto Praktik semacam ini mengutip pendapat Philippe Nonet dan Philip Zelsnick, Jaksa di Kejari Trenggalek, yang menemukan informasi sepihak atau isu adanya dugaan ancaman dari H. Soeharto, tisak menawarkan konsep hukum responsive yaitu meminta H. Soeharto melapor ke Polres Trenggalek atau mengantar mantan Bupati Trenggalek itu ke mengadu ke Polres Trenggalek. Praktik penegak hukum responsive menurut saya tidak ditampakan oleh jaksa dari Kejari Trenggalek. Hukum responsive ini membawa hukum bisa berkompeten dan adil bagi H. Soeharto dan orang yang diduga mengancam melalui telepon yaitu ada kepastian hukum dan keadilan secara bersamaan yaitu tercapainya keadilan substantif. Praktik pasif dan membiarkan isu ini seperti bola liar, bisa menyebabkan kesan bahwa masih ada penegakan hukum yang mengabaikan nilai-nilai moral yaitu yang berakar pada kemanusiaan seseorang. Mengingat, peljaran yang saya peroleh dari dosen filsafat hukum saya, moral peneghak hukum harus memiliki prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk, mampu memahami perbedaan benar dan salah, termasuk gambaran tentang tingkah laku yang baik dan kebaikan manusia sebagai manusia. Ini karena dalam penegakan hukum, pakar hukum di Indonesia pun mengakui adanya tigg unsur yaitu: Kepastian hukum (Rechtssicherheit), Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan Keadilan (Gerechtigkeit). Ketiganya mesti diperhatikan secara proporsional dan seimbang. Termasuk nilai -nilai kemanusiaan, keadilan, kepatutan dan kejujuran. Praktik bola liar atas isu ancaman telepon terhadap Bupati H. Soeharto, secara generik dalam permainan sepakbola adalah bola ditendang secara tak jelas arahnya pada kawan atau lawan. Mengingat yang menendang bola biasanya dalam keadaan panik. Dengan kata lain, bola liar biasanya datang dari pantulan dari tendangan spontan untuk penyelamatan. Dalam praktik di lapangan bola, mereka yang mampu memanfaatkan bola liar biasanya para pemain yang cerdik dan cekatan seperti Lionel Messi, Christiano Ronaldo atau Wyne Rooney dari Manchester United. Para striker handal inilah yang bisa menjinakkan bola liar dan mentranformasikannya menjadi gol di gawang lawan. Gambaran bola liar itu bila yang menendang bola benar-benar panik, tak mampu mengontrol diri dengan baik, bukan tidak mungkin bola liar bisa berbuah tragis sehingga melahirkan gol bunuh diri. Ini yang tampaknya dilakukan jaksa dari Kejari Trenggalek yang menyidangkan dugaan korupsi pendirian percetakan. Inikah praktik penegak hukum dari Kejari Trenggalek, yang membiarkan isu sepihak yang belum valid atau pasti, tapi tetap dimasukkan surat dakwaan? Benarkah kutipan isu ancaman ini bola liar yang ingin ditendangkan jaksa kemana-mana. Subhanallah. (bersambung).

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU