Home / Pilgub2018 : Siapa Gubernur Jatim yang bisa Mensejahterakan dan

Jatimnomics, Jihad Ekonomi Pak De, Diapresiasi Khofifah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 22 Mar 2018 06:53 WIB

Jatimnomics, Jihad Ekonomi Pak De, Diapresiasi Khofifah

Calon Pemilih Gubernur Jatim Juni 2018 Mendatang, Minggu yang lalu, saya membaca visi-misi dan program kerja paslon Khofifah-Emil dan Gus Ipul-Puti. Ternyata, hanya Khofifah yang tidak mengacuhkan kemajuan dan prestasi yang sudah dicapai Gubernur Jatim, Dr. Soekarwo. Buktinya Khofifah, mengapresiasi konsep Jatimnomics untuk dilanjutkan. Sedangkan Gus Ipul, tidak. Ini bisa karena Khofifah, lebih cerdas menangkap ceruk sebuah konsep ekonomi untuk Jatim ketimbang Gus Ipul. Atau Gus Ipul, tidak menganggap Jatimnomics sebuah konsep ekonomi kerakyatan yang aplikatif? Menurut saya, ini bisa dibaca Khofifah, tidak malu mengakui dan melanjutkan program dari pemimpin terdahulunya, jika memang hal tersebut betul-betul bagus untuk rakyat. Saya melihat kualitas kenegarawan Khofifah, lebih terbuka yaitu mengerti Pembangunan Berkelanjutan yang telah mengglobal. Hal yang saya pelajari bahwa Pembangunan berkelanjutan mengandung arti telah tercapainya keadilan sosial dari generasi ke generasi. Bahkan pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan nasional yang melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem. Teoritisnya, pembangunan berkelanjutan telah memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama-sama di setiap daerah secara berkesinambungan. Komitmen Khofifah, yang akan mengimplementasikan jatimnomics dalam konsep tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Saya mempelajari, Indonesia sudah sejak reformasi telah mewujudkan pembangungan berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Maklum tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) banyak positifnya. Antara lain: (1) Menjamin pendidikan yang berkualitas (2) Tercapainya kesetaraan gender (3) Terjaminnya ketersediaan air bersih dan sanitasi (4) terwujudnya perkembangan ekonomi yang inklusif dan membuka lapangan pekerjaan (5) Mengurangi kesenjangan (6) Keberlanjutan kota dan komunitas dan (7) terealisasinya pola konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Pertanyaannya apakah Jatimnomics yang akan dilanjutkan oleh Khofifah, kelak bila terpilih sebagai Gubernur Jatim dapat mempengaruhi perencanaan dan kebijakan publik di tingkat lokal, regional, dan nasional?. Mari kita tunggu. Maklum, tujuan pembangunan berkelanjutan sebagian besar negara di dunia antara lain mengentaskan kemiskinan dalam semua bentuk dan semua daerah, Menjamin kualitas pendidikan yang merata bagi semua golongan masyarakat, Mewujudkan kehidupan yang sehat dan meratakan tingkat kesejahteraan, Meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum wanita; Meningkatkan kesempatan kerja dan produktif serta layak menuju keberlanjutan pertumbuhan ekonomi; Membangun infrastruktur dan sektor industri; Membangun kota dan permukiman yang inklusif, aman, dan berkelanjutan; Memperkuat revitalisasi dan kemitraan global. Untuk itu, Khofifah-Emil, tampak dalam visi-misinya menggenggam komiten kebangsaan sama seperti Pak De Karwo. Calon Pemilih Gubernur Jatim Juni 2018 Mendatang, Sebagai penggagas Jatimnomics, Pak De Karwo menyatakan konsep ekonominya dimaksudkan agar ekonomi Jatim tumbuh inklusif dan berkeadilan. Makanya, Jatimnomics juga menghadirkan kebijakan fiskal yang adil. Terutama untuk melayani dan memfasilitasi perekonomian, baik untuk segmen besar, menengah, maupun kecil. Bahkan Pak De ingin dengan Jatimnomics, gubernur penerusnya bisa mengatasi kegagalan liberalisasi. Terutama dalam mendorong pertumbuhan inklusif yang berkeadilan di Jawa Timur. Maklum, konsepnya ini bagian dari trisula yaitu strategi pembangunan yang terdiri dari peningkatan basis produksi UMKM dan besar, pembiayaan yang kompetetif. Konsep ini oleh Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Soekarwo, untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini. Pikiran-pikiran Pak De ini bila dibreakdown dengan kondisi rakyat Indonesia yang mayoritas beragama islam, saya menilai jatimnomics ini tak ubahnya sebuah jihad ekonomi yang dirancang oleh seorang Gubernur yang backgroundnya teknokrat yang nasionalis, bukan birokrat yang ulama, ustadz atau ekonom syariah. Saya mengkatagorikan konsep Jatimnomic sebagai jihad ekonomi dari Jatim, karena disusun pada saat pemerintah Jokowi menghadapi krisis ekonomi. Ditengah krisis ekonomi, Pak De ingin mengatasi warga miskin dan pengusaha UMKM. Makanya, di dalam Jatimnomics, Pak De menguarkan strategi pembangunan ekonomi dengan fokus memperkuat tiga aspek utama yaitu peningkatan produksi. Strategi pertama ini untuk menghasilkan daya saing produk baik skala UMKM dan besar Jatim. Kedua, strategi pembiayaan yang kompetitif melalui linkage program masing-masing Pemerintah Provinsi-Bank Jatim-BPR Kab/Kota). Strategi ini agar wirausaha kelas menengah bawah bisa mendapatkan modal kerja dari bank dengan bunga rendah. Ketiga, menyusun strategi pemasaran yang kompetitif. Dalam strategi ketiga ini, Gubernu membangun nerworking di 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD) yang didukung oleh Asosiasi Asisten Perekonomian dan Pembangunan. Strategi ini dibuat secara khusus untuk mendukung perdagangan komoditi yang dilakukan pengusaha UMKM yang ingin memasarkan diluar Provinsi Jatim. Niat Pak De turun tangan menolong industri kecil, khususnya UMKM, karena sampai tahun 206, hampir kebanyakan UMKM mengalami ketidakadilan berusaha dibanding perusahaan-perusahaan besar. Dan untuk membantu industri kecil ini, Gubernur membuat terobosan yaitu menganggarkan APBD sebesar Rp 400 miliar untuk stimulus bagi industri kecil atau UMKM yang berdomisili di wilayah Jatim. Dalam satu tahun, ternyata konsep Jatimnomics mampu membawa perekonomian Jatim tumbuh stabil dan inklusif 5,55%. Prestasi ekonomi di Jatim ini tumbuh melebihi pertumbuhan ekonomi nasional, tapi memiliki multi effec yaitu bisa menurunkan angka kemiskinan sekaligus pengangguran. Sementara perusahaan kelas UMKM juga tumbuh subur jumlahnya mencapai 6,8 juta sekaligus menyerap ratusan tenaga kerja. Jumlah ini meningkat dibanding posisi UMKM pada tahun 2010 yang hanya ada 4,2 juta. Calon Pemilih Gubernur Jatim Juni 2018 Mendatang, Jujur, mengangkat pengusaha-industri kecil yang berefect pada pengurangan kemiskinan, pengangguran dan penyerapan tenaga kerja, sebearnya suatu terobosan untuk membangkitkan ekonomi rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Hanya saat itu, Pak De Karwo, belum menyebut secara ekslusif kaitannya dengan umat Islam. Padahal, jumlah penduduk di Jatim yang beragama Islam mencapai 40.72 juta jiwa dari sekitar 42 juta jiwa. Protestan 1.27 juta jiwa. Katolik 453 ribu jiwa. Hindu 392 ribu jiwa. Budha 205 ribu jiwa dan lainnya 6 ribu jiwa. Jadi Jatimnomics bisa juga dijadikan momen membangkitkan gairah umat Islam di Jatim untuk berjihad. Mengapa? Karena sejak tahun 2016 telah disediakan dana Rp 400 miliar, sekaligus pembinaan aspek produksi dan pemasaran oleh Gubernur Jatim. Bantuan ini diberikan oleh Pemprov Jatim untuk semua jenis industri kelas menengah bawah yang ingin memasarkan usahanya sampai luar Jatim, bukan pengusaha kelas menengah atas Pertanyaannya, apakah umat Islam yang berdomisili di provinsi Jatim sudah memanfaatkannya secara keseluruhan dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari?. Menurut penelitian tim Litbang harian SP, fasilitas dari Pemprov Jatim ini sepertinya belum disadari oleh seluruh umat Islam di Jatim. Akal sehat saya berbisik seharusnya, dengan policy Gubernur Pak De Karwo ini, umat Islam semestinya bisa bangkit dengan menumbuhkan perekonomian umat. Antara lain dengan cara bersama-sama mengembangkan dan membeli produk- produk milik muslim serta tidak bergantung dengan produk- produk kaum non muslim. Kesan yang saya serap, sampai awal 2018 ini pengusaha muslim kelas menengah bawah kurang proaktif menangkap peluang bisnis dan networking atau gotong royong yang diberikan oleh Gubernur Jatim. Dengan fasilitas yang dimiliki program jatimnomics ini, saatnya umat Islam di Jatim bangkit berjihad dalam bidang ekonomi menghadapi liberalisasi. Maklum, hampir semua tahu bahwa perekonomian yang ada di Indonesia sampai kini hampir dikuasai oleh kaum non muslim. Calon Pemilih Gubernur Jatim Juni 2018 Mendatang, Jihad Ekonomi terdiri dari dua kata, jihad dan ekonomi. Kata jihad beraal dari kata "juhd". Jihad dalam terminologi budaya Islam mempunyai arti berjuang di jalan Allah Swt. Untuk itu, jihad, dikalangan umat islam dipahami sebagai nilai sakral. Bahkan dalam Islam, jihad terbagi menjadi dua bagian, Jihad Akbar dan Jihad Asghar. Jihad Akbar adalah perlawanan internal untuk menundukkan hawa nafsu, sedangkan Jihad Asghar perjuangan militer yang juga diperluas pada makna perjuangan di bidang ekonomi, politik dan budaya. Allah Swt dalam Al-Quran meminta manusia supaya berjihad dengan mengorbankan harta dan nyawanya. Dalam pandangan Islam, perlawanan terhadap hawa nafsu merupakan jihad yang terbaik. Sebab, jihad eksternal tak akan sukses tanpa jihad internal atau perlawanan terhadap hawa nafsu. Sementara dalam pengertian Jihad Ekonomi dapat dihubungkan dengan jihad yang ditujukan pada ativitas materi dan finansial. Poin ini juga menunjukkan hubungan erat antara agama dan dunia. Dengan demikian, Jihad Ekonomi tidak hanya diartikan pada konteks kemajuan ekonomi dan gerakan untuk perubahan ekonomi semata-mata, tapi juga dapat diperluas pada aspek spiritual. Dalam literature Islam, Jihad Ekonomi pada intinya, menarget kemajuan ekonomi dan materi yang dibarengi dengan kemajuan spiritual. Maklum, penamaan Jihad Ekonomi dapat dikatakan sebagai korelasi inovatif yang menggabungkan upaya materi dan spiritual dalam konteks ekonomi. Malahan pengoptimalan kekuatan spritual oleh ulama-ulama dianggap sebagai motor penggerak langkah-langkah jihad. Oleh karena itu, Jihad dalam terminologi Islam dianggap sebagai salah satu pintu surga yang Allah SWT membukanya kepada para kekasihnya. Para ulama menyebut Allah SWT mencintai orang-orang yang berjihad. Imam Ali as berkata, "Siapapun meninggalkan jihad, maka Allah Swt akan mengenakan pakaian hina dan petaka padanya. " Saat revolusi Islam dulu, jihad ekonomi dianggap sebagai langkah efektif untuk menghadapi sanksi-sanksi Barat atas Republik Islam Iran. Nah, menggunakan strategi yang tepat adalah unsur penting dalam jihad. Termasuk jihad ekonomi. Pak De Karwo, dengan Trisula yang mengkaitkan aspek produksi, pemasaran dan keuangan adalah strategi berusaha. Tak diragukan lagi, strategi dan kebijakan Pak De Karwo ini masih relevan dalam menghadapi globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia. Pengorbanan Pemprov yang meminjamkan dana APBD sebeesar Rp 400 miliar untuk industri kecil dapat dikatakan sebagai unsur penting dalam jihad ekonomi yang terkandung pada konsep Jatimnomics. Pada era transparansi seperti sekarang, dimana semua mata menyoroti penggunaan APBD, termasuk KPK, saya percaya dalam menelorkan konsep Jatimnomics, Pak De Karwo, menjauhkan kepentingan pribadinya. Mengingat, sikap semacam ini merupakan hal yang urgen untuk keseimbangan sosial dan ekonomi (ekonomi yang berkeadilan) yang selalu dikumandangkan Gubernur Jatim dua periode ini. Oleh karena itu, jihad Ekonomi Jatimnomics dapat diartikan sebagai upaya untuk membuang jauh-jauh kepentingan pribadi sekecil apa pun. Dalam pandangan saya, ini merupakan pengorbanan yang dibangun Pak De Karwo, untuk membangun sistem ekonomi ideal dalam konteks Jihad Ekonomi di Jawa Timur dan syukur bisa dikembangkan ke tingkat nasional. Dengan demikian, Jihad Ekonomi Jatimnomics yang kini sedang berjalan mudah-mudahan berada di jalan yang benar. Instansi-instansi ekonomi, termasuk perbankan, baik Bank Jatim maupun bank UMKM, mampu mengaplikasikan idealisme Pak De Karwo dalam mewujudkan keadilan ekonomi, ekonomi yang berkedilan dan keadilan sosial yang berperikemanusiaan. Makanya, saya memuji Khofifah mengapresiasi konsep Jatimnomics dalam visi-misinya saat kelak menjadi Gubernur Jatim periode 2018-2023. Insya Alloh. ([email protected])

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU