Kabupaten Tuban Alami SiLPA, Fitra Jatim: Ini Merugikan Masyarakat Tuban

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 23 Feb 2020 20:18 WIB

Kabupaten Tuban Alami SiLPA, Fitra Jatim: Ini Merugikan Masyarakat Tuban

SURABAYAPAGI.COM, Tuban - Kabupaten Tuban dalam masa dua periode kepemimpinan Bupati Fathul Huda dan Wakil Bupati Noor Nahar Husein mengalami tujuh kali masa anggaran dengan SiLPA secara berturut- turut dalam rentang tahun anggaran 2013 hingga 2019. SiLPA menurut definisi Kementrian Keuangan Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, yaitu selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode anggaran. Sederhananya, SiLPA adalah anggaran yang tak terserap penggunaanya oleh pengelola pemerintahan. Dari data yang dihimpunsurabayapagi.com, SiLPA yang dialami Kabupaten Tuban sejak tahun anggaran 2013 hingga tahun 2019, selalu memperlihatkan trend kenaikan. Di masa 2013 SiLPA Kabupaten Tuban sebesar Rp. 158.968 Miliar, terus membesar hingga mencapai Rp. 453.498 Miliar pada tahun anggaran 2019. Dengan rincian masing- masing tahun anggaran yakni tahun 2014 sebesar Rp. 250 Miliar, bertambah menjadi Rp. 294 Miliar dari tahun 2015 sampai 2017. Kemudian melonjak menyentuh angka Rp. 311 Miliar pada tahun anggaran 2018. Kordinator Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) Jatim, Dakelan mengatakan adanya SiLPA yang dialami Kabupaten Tuban tersebut jika merupakan hasil efesiensi dari pengadaan barang dan jasa serta kegiatan tentu tidak ada masalah. Akan tetapi apabila SiLPA Kabupaten Tuban terjadi akibat tidak terlaksananya kegiatan, pengadaan barang dan jasa maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD/Dinas) serta melakukan perbaikan atas perencanaan, pengadaan barang dan jasa. "Kalo SiLPA terjadi karena efesiensi tidak masalah, tapi jika disebabkan ada kegiatan yang tidak terlaksana ya jadi masalah," ungkapnya pada surabayapagi.com melalui aplikasi pesan singkat. Minggu, (23/02/2020). Lebih lanjut, Pria asal Tuban itu juga menambahkan, secara umum SiLPA terjadi karena memang banyaknya kegiatan yang tidak terlaksana. Tentunya hal itu sangat merugikan masyarakat Tuban, karena anggaran senilai ratusan miliar yang mustinya bisa terserap jadi tidak bisa digunakan untuk pembangunan. "Tidak terserapnya anggaran, pada akhirnya yang dirugikan adalah masyarakat," pungkasnya. Di laman website resminya, Kementrian Keuangan Republik Indonesia telah memberikan beberapa rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan APBD dan meminimalkan SiLPA yakni sebagai berikut: 1. Dari sisi perencanaan APBD dapat dilakukan: - Peningkatan akurasi perencanaan penerimaan APBD dan koordinasi transfer dari APBD provinsi. - Menghindari penambahan alokasi TKDD yang bersifat spesifik di pertengahan tahun anggaran berjalan dane memprtimbangkan perubahan kriteria penilaian kinerja penerimaan APBD yang saat ini berdasarkan pada capaian realisasi PAD yang lebih tinggi dari target menjadi berdasarkan deviasi antara target dan realisasi PAD. 2. Dari sisi pelaksanaan APBD dapat dilakukan dengan mendorong penyerapan anggaran sesuai rencana melalui peningkatan monitoring dan evaluasi. Apabila terdapat perubahan peraturan dalam pengelolaan keuangan daerah, hendaknya diberikan masa transisi untuk mengimplementasikan peraturan baru tersebut (diberlakukan pada tahun berikutnya) karena penyesuaian terhadap peraturan baru berpotensi menghambat pelaksanaan/ penyerapan anggaran. 3. Untuk memperkecil simpanan Pemda di perbankan terutama pada pertengahan tahun akibat mismatch waktu penerimaan kas daerah dan kebutuhan belanja daerah dapat dilakukan dengan cara menyalurkan TKDD berdasarkan kebutuhan daerah. Wid

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU