Kajari Lulus Mustafa, Diduga Lakukan Penyalahgunaan Kekuasaan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 19 Mar 2020 00:13 WIB

Kajari Lulus Mustafa, Diduga Lakukan Penyalahgunaan Kekuasaan

Surat Terbuka untuk Jaksa Agung dan Kajati Jatim, atas dugaan Kriminalisasi oleh Kejari Trenggalek Lulus Mustafa (2) Pak Jaksa Agung dan Kajati Jatim Yth, Pasal 1,Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menyatakan Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Jaksa diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Termasuk melakukan penuntutan yaitu untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang. Ini karena jabatan fungsional Jaksa bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan. Kemudian dalam Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan dinyatakan, jaksa juga melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang. Disamping melengkapi berkas perkara tertentu. Karenanya, dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Dalam kasus yang menyengat saya, Kajari Trenggalek Lulus Mustafa, menunjuk Jaksa Hadi Sutjipto, sebagai penyidik yang melakukan penyidikan dan penuntut umum yang melakukan penuntutan. Satu jaksa melakukan dua fungsi semacam ini apakah pantas dikualifikasikan melakukan penyalagunaan wewenang atau kekuasaan (abuse of Power)? Mengesankan Kajari Trenggalek, memiliki power ekstra seperti berperan sebagai Ketua KPK di Trenggalek yaitu bisa menunjuk satu stafnya menjadi penyelidik, penyidik sekaligus penuntut umum. Berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki UU sendiri. Menurut Pasal 6 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mempunyai tugas: melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Kekuasaan atau kewenangan KPK yang demikian ini diatur juga dalam pasal 38 UU Nomor 30 Tahun 2002. Praktis, segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan,dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Hukum Acara Pidana) hanya berlaku bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Pak Jaksa Agung dan Kajati Jatim Yth, Saya bertanya-tanya apakah kekuasaan Kepala Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di kabupaten Trenggalek bisa menunjuk seorang jaksa melakukan dua fungsi yang berbeda. Apakah ia tidak khawatir akan memunculkanconflict of interest atau penunjukan jaksa Hadi Sutjipto menjalankan dua fungsi dalam proses pidana sengaja dilakukan Kajari Lulus Mustafa? Apakah penunjukan semacam ini masih relevan dianggap tugas pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan di Trenggalek? Apa termasuk tugas Kejari mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya?. Dalam catatan saya, Jaksa Hadi Sutjipto memeriksa saya sebagai tersangka, baru tanggal 7 Agustus 2019. Pemeriksaan ini setelah saya ditahan sejak 19 Juli 2019. Lamanya antara saya ditahan dan diperiksa sebagai tersangka ini tidak mengindahkan Pasal 122 KUHAP. Pasal 122 KUHAP mengatur bahwa untuk tersangka yang ditahan, satu hari setalah penahanan dilakukan, ia harus segera diperiksa oleh penyidik. Apa sanksi kepada Kajari Trenggalek dan Jaksa Hadi Sutjipto yang tidak melaksanakan Pasal 122 KUHAP? Sebagai pencari keadilan yang memiliki hak untuk bertanya karena HAM, saya ingin penjelasan Anda? Apakah karena jaksa Hadi Sutjipto dikenal menantu mantan pejabat di Kejagung? Ataukah Jaksa Hadi Sutjipto, memiliki kedekatan dengan Kejari Trenggalek Lulus Mustafa? Perangkapan tugas penyidik dan penuntut umum oleh Jaksa Hadi Sutjipto, bagaimana fungsi seorang Kasi Pidsus Dody Novalita SH, yang selama sidang hanya berfungsi pendamping Jaksa Hadi Sutjipto, yaitu duduk di meja JPU tanpa melakukan aktivitas bertanya pada saksi dan terdakwa? Ada hal aneh yang perlu saya laporkan kepada Anda berdua. Saat saya diperiksa sebagai tersangka di ruang Kasi Pidsus Kejari Trenggalek, 7 Agustus 2019, saya diminta membuat surat pernyataan tidak keberatan membiayai pengawalan pemindahan tahanan dari Rutan Trenggalek ke Rutan Kejati Jatim, malam itu juga. Saya mengeluarkan biaya Rp 80 juta untuk semua Kasi dan beberapa staf kejaksaan dan tiga anggota Polri bersenjata laras panjang. Cara-cara memungut biaya melalui surat pernyataan semacam ini apakah pantas dilakukan oleh aparat penegak hukum yang telah dibiayai Negara?. Pengacara saya bilang cara memungut biaya ke tersangka semacam ini masuk katagori perbuatan jaksa nakal yaitu memungut uang dengan akal-akalan. Kapan kasi-kasi di Kejari Trenggalek ini diproses dan diberi sanksi atas pungutan biaya pengawalan. Karena saya orang yang dipungut biaya, ada saksi yaitu anak dan pengacara saya, advokat Didik Kuswindaryanto SH., maka tidak berlebihan saatnya saya melaporkan kepada Anda berdua secara terbuka. Maklum, proses pemungutan uang itu dimintakan ke salah seorang pengacara saya. Ini terjadi setelah meminta dana ke anak dan istri saya, yang malam itu ikut mengawal saya dari kantor Kejaksaan Negeri Trenggalek ke kantor Kejati Jatim di Surabaya. Pak Jaksa Agung dan Kajati Jatim Yth, Pada tanggal 29 Oktober 2019 siang, saya dipanggil Jaksa Hadi Sutjipto, dalam proses pelimpahan berkas ke penuntutan. Pemanggilan dilakukan di lantai 5, Gedung Kejati Jatim, Jalan A. Yani Surabaya. Saat itu, Jaksa Hadi Sutjipto, sepertitergopoh-gopoh memeriksa saya di ruangan penyidikan Pidsus Kejati Jatim berukuran 3x4 meter. Pertanyaan tambahan dilakukan menggunakan rekaman voice note HP-nya. Jaksa Hadi Sutjipto, mengatakan pemeriksaan tanggal 29 Oktober 2019 itu untuk memenuhi ketentuan hukum (P-21). Dan benar, sore itu juga berkas perkara saya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya. Tiga hari kemudian atau tanggal 1 November 2019, saya disidangkan di Ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Juanda Sidoarjo. Jadi hanya ada jedah 3 (tiga) hari antara proses penuntutan sampai sidang. Menurut Pasal 52 ayat (1) UU KPK, penuntut umum setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri. Tim penasihat hukum saya yang mendampingi tahap penuntutan, sore itu heran dan geleng-geleng kepala. Ada apa, dua fungsi yang berbeda ditangani satu jaksa yang sama. Kajarinya apa menganggap dirinya Ketua KPK di Trenggalek? Atau Jaksa Hadi Sutjipto memiliki keahlian khusus dari Kasi Pidsus Jaksa Dody, tanya advokat muda lulusan Unair Surabaya, meledek. Padahal KUHAP mengatur dua fungsi penyidikan dan penuntutan dalam pasal-pasal yang berbeda. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Bab I Pasal 1 angka 2, UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP). Sedangkan Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. (Pasal 1 angka 7 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP). Pertama, seorang penyidik dalam melaksanakan tugasnya memiliki koridor hukum yang harus di patuhi dalam mencari dan mengumpulkan bukti. Kedua, penuntut umum bertugas melimpahkan perkara ke Pengadilan. Dalam praktik, pelaksanaan proses penyidikan, sering muncul peluang-peluang untuk melakukan penyimpangan atau penyalagunaan wewenang. Makanya semua ahli kriminalistik menempatkan etika penyidikan sebagai bagian dari profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang penyidik. Bahkan, apabila etika penyidikan tidak dimiliki oleh seseorang penyidik dalam menjalankan tugas -tugas penyidikan, cenderung akan terjadi tindakan sewenang-wenang petugas yang tentu saja akan menimbulkan persoalan baru, bagi tersangka, keluarganya dan publik. Seentara tugas penuntutan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP ialah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN) menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan. Kemudian Pasal 14 KUHAP, menyatakan kewenanganan penuntut umum adalah: a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu; b. Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. Pertanyaannya, Jaksa Hadi Sutjipto, menerima berkas dari dirinya sendiri dan melakukan pra penuntutan pada penyidikan? Ini masukan untuk Anda berdua. Bahkan KUHAP mengatur penuntutan dibagi menjadi dua yaitu pra-penuntutan dan penuntutan. Dalam Bab penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP) dinyatakan keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak, karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan. Ini karena dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum. Jadi Jaksa Hadi Sutjipto, yang di struktur organisasi Kejari Trenggalek menjabat Kasi BB (Barang Bukti) diperankan penyidik dan penuntut umum. Yakinkah bagi Kajari, Jaksa Hadi Sutjipto tidak menciptakanconflict of interest atau kepentingan ini justru dipegang oleh Kajari Trenggalek, Lulus Mustafa. Untuk mengungkap ini, adalah domain Anda berdua bersama Jamintel dan timnya. Berbeda dengan KPK, lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Berhubung KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, maka proses KPK bisa merangkap sekaligus proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan kasus dugaan korupsi. Pak Jaksa Agung dan Kajati Jatim Yth, Saya kira Anda lebih tahu tentang penyelagunaan kekuasaan (abuse of power) daripada saya yang seorang jurnalis biasa. Abuse of poweradalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Dalam urusan kekuasaan, ada adagium yang mengatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi. Pesan moralnya, kekuasaan yang tidak terkontrol akan menjadi semakin besar, beralih menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan. Maklum, makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan korupsi. Mengingat, wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, dipandang sebagai kekuasaan pribadi. Karena itu dapat dipakai untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, pejabat yang menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga Negara dan merasa mempunyai hak untuk menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas. Dan tindakan hukum terhadap pejabat-pejabat seperti itu dipandang sebagai tindakan yang tidak wajar. Inilah yang oleh para aktivis disebut kesesatan publik yang dapat merugikan organisasi secara menyeluruh. Dan ini umumnya menimpa masyarakat lemah karena miskin, buta hukum, buta administrasi dan buta akses. Saya dalam kasus ini, buta terhadap akses ke Kejari Trenggalek. Dalam praktik, penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan dikenal sebagai salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Apakah Kajari Trenggalek, masuk dalam domain melakukan Tipikor, ini wewenang Anda berdua. Praktik yang berlaku dalam penegakan hukum, dikenal suap atau gratifikasi dari pihak lain yang tidak suka pada seseorang. Orang ini bisa melampiaskan dendam dengan menggunakan aparat hukum tertentu untuk melakukan pembunuhan karakter sampai kriminalisasi yaitu membidik seseorang yang bukan pelaku kejahatan dengan pasal tipikor secara terselubung, seperti Kejari Trenggalek menjerat saya.Subhanallah. ([email protected], bersambung) Baca selengkapnya dihttp://epaper.surabayapagi.com/ Temui juga Surabaya Pagi di instagramhttps://www.instagram.com/harian.surabayapagi/?hl=id Dan juga di facebook Surabaya Pagihttps://www.facebook.com/SurabayaPagi/

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU