Home / Korupsi : Blak-blakan Salah satu Warga Perumahan YKP Surabay

“Kejahatan Mentik Dkk, Merubah AD/ART Tanpa Sepengetahuan Wali Kota…”

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 15 Jun 2019 09:12 WIB

“Kejahatan Mentik Dkk, Merubah AD/ART Tanpa Sepengetahuan Wali Kota…”

SURABAYAPAGI.com - Ketua Forum Komunikasi Penabung YKP Darmantoko mengaku mengetahui persis rangkaian peristiwa dan fakta yang terjadi lantaran pada tahun 1997, Darmantoko tergabung dalam Komite Penyelamatan Aset Daerah (KoPAD). Munculnya badan hukum perseroan terbatas (PT) Yekape berawal dari Mendagri dan Menpera yang menemukan praktik YKP-KMS yang tidak sesuai peruntukan yayasan pada tahun 1994. Menurut menteri-menteri itu, yayasan adalah lembaga nirlaba untuk tujuan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Di sisi lain, YKP-KMS menjual unit rumah. Dalam hal ini, YKP KMS dinilai bertindak layaknya korporasi real estate. Oleh sebab itu, kementerian memerintahkan Wali Kota Poernomo Kasidi untuk menutup YKP-KMS. Wali Kota Poernomo Kasidi pun gelisah. Soalnya, puluhan ribu rumah sudah terjual. Akhirnya, dia memutuskan untuk meminta pendapat pakar hukum Universitas Airlangga. Oleh pakar hukum tersebut disarankan untuk membentuk badan hukum PT sebagai anak perusahaan yayasan guna membiayai operasional kegiatan sosialnya. Wali Kota Purnomo Kasidi pun mengusulkan pembentukan PT Yekape Surabaya ke DPRD. Dia merancang modal awal senilai Rp 5 miliar berasal dari APBD dengan dua pemegang saham yaitu Wali Kota Purnomo Kasidi ex officio Ketua Dewan Pengurus YKP-KMS dan Sartono, independen. Tetapi, usulan itu tidak ditanggapi positif oleh para legislator. Lantaran, Sartono tidak berasal dari pegawai negeri sipil. Sartono sendiri merupakan staf YKP-KMS. Karena waktu mepet, pada tanggal 15 Februari 1994 Wali Kota Purnomo segera meresmikan PT Yekape Surabaya ke notaris Susanti S.H dengan akta No. 102 di gedung Pemkot di Jalan Jimerto. Komisaris Utama adalah Poernomo Kasidi dengan Direktur Utama Sartono. Acara seremoni ini dihadiri saksi Sadelly, Moeslimin, Gembong Soepraodjo, Warji dan Soeboko yang seluruhnya merupakan anggota dewan pengurus YKP-KMS. Satu anggota dewan pengurus YKP-KMS tidak disertakan adalah Mentik Budiwijono. Dari sini tidak ada masalah dan PT Yekape Surabaya beroperasi penuh. Masalah mulai muncul pada akhir tahun 2000. Sebelumnya pada tahun 1999, terbit UU No. 22/1999 tentang Pemda. Dalam pasal 48a, disebutkan kepala daerah dilarang merangkap jabatan di yayasan. Era Cak Narto Pada tanggal 13 Desember 2000, demi menyesuaikan UU No. 22/1999, Wali Kota ketika itu (almarhum) Sunarto Sumoprawiro, mengundurkan diri dari jabatan ex officio ketua dewan pengurus YKP-KMS. Menurut Darmantoko, ketika itu almarhum Cak Narto mempunyai dugaan kuat ada pihak-pihak yang berniat menguasai aset Pemkot pasca terbitnya UU No. 22/1999 dan UU No. 16/2001 tentang Yayasan. Oleh sebab itu, enam bulan (Juli 2001) pasca mundur dari jabatan ketua dewan pengurus YKP-KMS, Cak Narto menerbitkan SK 188.45/205/402.01.04/2001. Isinya adalah pengangkatan Sekkota Muhammad Jasin sebagai ketua dewan pengurus dengan Sekretaris Soeboko dan anggota Ketua DPRD Basuki, Ketua Fraksi PDIP Armuji, Ketua Fraksi PKB HM Syukri, Ketua Fraksi Gabungan Sudirjo serta Ketua Fraksi TNI/Polri Letkol Art. I Gede Tamba. Selain itu, SK tersebut juga menyatakan tidak berlakunya lagi SK Wali Kota Surabaya No. 07/1997 dan SK Dewan Pengurus YKP No. 01/UP/YKP/1999. Dengan demikian, anggota dewan pengurus lama yang antara lain Suryo Harjono, Mentik Budiwijanto, Yahdi Husein, S Mudawam, Soekardjo dan Warji sudah bukan lagi bagian dari YKP-KMS. Namun pada 14 Januari 2002, Alm Cak Narto diberhentikan oleh DPRD dari jabatan wali kota lantaran enam bulan berturut-tidak dapat melaksanakan tugasnya karena sakit. Alm Cak Narto sendiri ketika itu dirawat di Australia. Namun pada tanggal yang sama, terbit SK Ketua Dewan Pengurus YKP-KMS No. 001 tentang tim perubahan AD/ART YKP-KMS. Dalam struktur tim perubahan itu tercantum nama Sunarto Sumoprawiro tanpa embel-embel wali kota sebagai ketua, Suryo Harjono sebagai sekretaris dan Mentik Budiwijono, S Mudawam, Soekardjo dan Warji sebagai anggota. SK ini menyebut jika ketua berhalangan, maka segera dilakukan perubahan AD/ART. Pada pertengahan bulan Februari 2002, tepat sebulan kemudian, Cak Narto wafat. Pada tanggal 7 Agustus, Surjo Harjono mengaku sebagai Sekretaris Dewan Pengurus mengundang Bambang DH, wakil yang naik menjadi wali kota menggantikan Cak Narto untuk membahas perubahan AD/ART guna menyesuaikan dengan UU No. 16/2001. Mestinya, Bambang DH mengetahui adanya SK wali kota 188.45/205/402.01.04/2001 tentang pengangkatan anggota dewan pengurus YKP dengan ketua Muhammad Jasin. Dalam SK itu, tidak ada yang namanya Suryo Harjono. Selain itu, mestinya juga Bambang DH mengetahui kalau Suryo Harjono dan Mentik Budiwijono itu tidak lagi menjadi anggota dewan yang bisa masuk menjadi anggota dewan pengurus YKP-KMS. Namun, Bambang DH merespon undangan tersebut dengan mengutus Sekkota Alisjahbana. Namun, Alisjahbana bukan wali kota ex officio ketua dewan pengurus sehingga tidak bisa memutuskan apa-apa tentang perubahan AD/ART. Alisjahbana menyarankan Surjo Harjono untuk mengirim surat kepada Wali Kota Bambang DH. Menurut Alisjahbana, dalam pertemuan itu muncul klausul Wali Kota Bambang DH didapuk menjadi Penasehat YKP-KS (Kota Surabaya). Alisjahbana sendiri sebagai Pembina. 25 Agustus, Surjo Harjono bersurat ke wali kota menggunakan kertas berkop surat YKP-KMS yang meminta Bambang DH duduk sebagai Penasehat dan Alisjahbana sebagai Pembina YKP-KS. Tertera tanda tangan basah Surjo Harjono, sebagai sekretaris yang ditimpa stempel YKP-KMS. Padahal, sekretaris dewan pengurus berdasarkan SK 188 adalah Soeboko. Namun, surat itu tidak dijawab oleh Bambang DH. Kemudian pada 18 September, Suryo Harjono menghadap notaris Untung Darnosoewirjo dengan membawa minuta AD/ART YKP-KMS akta No. 239/1979 notaris Soebiono Danoesastro, minuta rapat 7 Agustus dan surat tanggal 25 Agustus 2002 untuk mengubah AD/ART YKP-KMS. Padahal, untuk mengubah AD/ART itu harus melalui Wali Kota dan Ketua DPRD. Apalagi, minuta AD/ART itu tidak bisa sembarangan dibawa keluar. Oleh notaris Untung, AD/ART akta No. 239/1979 itu diubah menjadi akta No. 83/2002 tentang Perubahan AD/ART YKP-KS. "Dari sinilah kejahatan mereka terungkap, mereka mengambil semuanya," tutur Darmantoko. "Dengan berbekal perubahan AD/ART itu, mereka mengambil alih PT Yekape." n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU