Home / Hukum & Pengadilan : Mendadak Ada Demo di Kejati Jatim Klaim Korban Sip

Kejaksaan Cium Keanehan Kasus Sipoa

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 21 Feb 2019 08:41 WIB

Kejaksaan Cium Keanehan Kasus Sipoa

Budi Mulyono - Firman Rachman, Tim Wartawan Surabaya Pagi. Unjuk rasa massa yang mengklaim sebagai korban penipuan Sipoa Grup di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, terkesan aneh. Pasalnya, mereka menuntut jaksa mencabut pernyataan banding terhadap vonis hakim yang dijatuhkan terhadap tiga direksi Sipoa, terdakwa perkara penipuan dan penggelapan. Namun aksi aneh itu tidak digubris Kejaksaan yang tetap ngotot mengajukan upaya hukum banding. Terlebih lagi, vonis tiga bos Sipoa itu hanya enam bulan. Ini jauh lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut tiga terdakwa dipidana tiga tahun penjara. ---- Tiga bos Sipoa yang dihukum ringan adalah Klemens Sukarno Candra, Budi Santoso, dan Aris Birawa. Meski kelompok massa yang tergabung dalam Paguyuban Customer Sipoa (PCS) itu menggelar unjuk rasa dalam tiga hari ini, namun Kejaksaan tidak mau diintervensi. Bahkan, secara tegas jaksa menyatakan sudah mengajukan banding atas vonis 6 bulan penjara terhadap Klemen Cs. "Jaksa tidak mencabut banding. Hal itu dikarenakan putusan (hakim Pengadilan Negeri Surabaya, red) yang terlalu ringan," tandas Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Richard Marpaung, Rabu (20/2/2019). Richard menegaskan, banding yang dilakukan Jaksa sudah sesuai dengan Peraturan Undang-undang. Juga rasa keadilan bagi semua, bukan hanya sekelompok orang. Pihaknya pun mengaku bahwa Jaksa tetap pada pedoman, dan tidak akan mencabut banding yang sudah diajukan beberapa hari lalu. "Jaksa adalah alat negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Bukan alat dari siapapun dan tidak tunduk pada kepentingan sebagian orang," tegas Richard. Upaya hukum banding yang dilakukan Kejati Jatim mendapat dukungan dari pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, I Wayan Titib Sulaksana. Bahkan Wayan Titib menanyakan apakah benar massa aksi di Kejati Jatim merupakan konsumen PT Sipoa yang merasa dirugikan akibat dugaan kasus penipuan dan penggelapan? "Tolong diteliti lagi. Aneh, seharusnya para korban PT Sipoa ini mendorong JPU (Jaksa Penuntut Umum) untuk menempuh upaya hukum banding atas vonis ringan hakim. Bukan malah minta mencabut upaya hukum banding, lha maksud dan tujuan melaporkan direktur Sipoa kemarin itu apa? Walah bingung saya," ujar Wayan Titib saat dikonfirmasi, Rabu (20/2/2019). Kalau benar itu korban Sipoa, aneh buangeet, apalagi sampai mereka meminta dukungan politik ke DPR," imbuh Wayan. Terhadap upaya banding ini, Wayab Titib mendukung sepenuhnya langkah dari Kejaksaan. Bahkan pihaknya meminta Kejati Jatim untuk tidak kalah dengan aksi para pendemo. "Jalan terus untuk melakukan upaya hukum banding. Kejaksaan tidak boleh kalah hanya karena "demo" dari konsumen Sipoa. Benarkah mereka yang berdemo itu konsumen Sipoa yang dirugikan?," terang Wayan. Banding merupakan hak yang dapat diajukan oleh keduabelah pihak. Dalam Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), baik terdakwa maupun JPU memiliki hak yang sama untuk mengajukan upaya hukum banding atas putusan pengadilan tingkat pertama. Dalam aturannya, jika vonis hukuman kurang dari dua sepertiga dari tuntutan maka jaksa wajib banding. Kalau dituntut 3 tahun tapi divonis 6 bulan, itu belum dua sepertiga hukuman. "Kalau putusan hakim lebih kecil dari setengah tuntutan jaksa, jaksa fardu ain (wajib) menempuh upaya hukum banding. Kalau putusan hakim minimal setengah dari tuntutan jaksa, maka jaksa pikir-pikir untuk mengajukan banding," tandas pakar hukum pidana Universitas Airlangga (Unair) ini. Intervensi Hukum Disinggung mengenai Kunker Reses Komisi III DPR RI yang sempat menyinggung langkah banding Kejaksaan dalam kasus Sipoa, Wayan menduga adanya intervensi dalam ranah judikatif (penegakan hukum) terkait itu. Pihaknya pun mencium adanya indikasi maupun motif di balik dugaan intervensi tersebut. Upaya banding yang sudah berjalan ini bahkan sampai ke telinga Komisi III DPR RI yang pada Senin (18/2) lalu melakukan Kunjungan Kerja di Polda Jatim. Dalam kunker tersebut, Kepala Kejati (Kajati) Jatim Sunarta mengatakan bahwa Kejaksaan melakukan banding terhadap vonis ringan dari tiga terdakwa kasus Sipoa. "Memang ditanya (dalam kunker) terkait kasus Sipoa, kenapa banding ?. Saya jawab, karena putusan di bawah tuntutan kami, maka sesuai SOP (standar operasional prosedur) kami banding dulu," kata Kajati Sunarta. Sunarta menjelaskan, banding itu nantinya akan dikonsultasikan dengan pimpinan atas (Kejaksaan Agung). Sebab dalam Reses Komisi III DPR RI, sambung Sunarta, hal yang dipertanyakan hanya terkait kasus Sipoa. Pihaknya pun menyampaikan kesiapan untuk melakukan langkah hukum selanjutnya, yakni melalui banding. Tiga Hari Demo Dalam tiga hari ini ratusan orang mengklaim kastemer Sipoa melakukan aksi demo di depan kantor Kejaksaan Tinggi Jatim, Jl Ahmad Yani Surabaya. Rabu (20/2) kemarin, misalnya. Sejak pukul 10.00 WIB, depan kantor Kejati Jatim sudah dipenuhi massa. Mayoritas demonstran mengenakan baju putih, spanduk maupun poster bertuliskan Tolak Banding. Tak satupun dari demonstran bersedia memberikan pernyataan terkait tuntutan jaksa agar mencabut banding. Salah satu demonstran yang enggan disebutkan namanya mengatakan, banding menyebabkan Sipoa tidak akan membayar ganti rugi kastamer. Saat Surabaya Pagi mencoba meminta komentar korban Sipoa lainnya, ia tampak acuh. Ya intinya Kajati banding kan memang ada SOP-nya, singkat korban yang enggan disebutkan namanya tersebut. Masbuhin, ketua Tim Pengacara PCS, mengatakan, para terdakwa dengan Paguyuban PCS, telah menandatangani surat pernyataan dan penyerahan atas benda-benda (bergerak dan tidak bergerak) setelah dieksekusi. "Nantinya sesuai nilai sisa kewajiban akan dikembalikan kepada para korban sebagai refund-nya baik melalui uang tunai dalam sitaan, maupun penjualan aset secara bersama dalam benda sitaan," ujarnya. Ia menambahkan, korban yang berjumlah 900 ini menilai kebijakan tidak melakukan upaya banding untuk memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. "Mengingat asas social justice dan manfaat sehingga para korban dapat segera mendapatkan kembali hak-haknya secara tuntas, serta keadilan sosial, dan kemaslahatan bersama ini terpenuhi," ungkapnya. Vonis Sangat Ringan Sebelumnya, pada persidangan Jumat (15/2) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Ketua Majelis Hakim Sifaurosidin memvonis tiga terdakwa Sipoa dengan hukuman enam bulan penjara. Kasus dengan perkara Nomor laporan LBP/373/III/2018/IM/JATIM 26 Maret 2018, oleh hakim Sifaurosidin, hanya menyatakan bersalah melakukan tindak pidana penipuan, yakni Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1. Padahal, pada berkas laporan awal dari Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Jatim, ada tiga sangkaan pidana, yakni pasal penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Vonis enam bulan ini jauh lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut ketiga terdakwa dipidana tiga tahun penjara. Hakim Sifaurosidin beralasan, ketiga terdakwa sudah beritikad baik dengan membayar ganti rugi. Antara terdakwa dengan para korban juga sudah berdamai dan korban tidak lagi mempermasalahkan. Selain itu, ketiga terdakwa juga masih muda sehingga masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. "Putusan enam bulan kami rasa sudah cukup adil," kata Hakim Sifaurosidin seusai sidang. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU