Ketua Bapilu PDIP Perjuangan Soroti Pengusiran Wartawan Di Lingkungan Pemko

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 11 Okt 2018 20:05 WIB

Ketua Bapilu PDIP Perjuangan Soroti Pengusiran Wartawan Di Lingkungan Pemko

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Peristiwa larangan Peliputan Kirab Satu Negeri GP Ansor yang dialami salah satu reporter televisi di rumah dinas Wali Kota Surabaya, oleh Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemerintah Kota Surabaya Surabaya M. Fikser Senin (8/10) lalu terus mendapat kecaman dari berbagai pihak. Seperti yang diberitan kemaren Rabu 10/10 di Harian Surabaya Pagi halam 3, Kabag Humas Pemerintah Kota Surabaya Surabaya M. Fikser mengklarifikasi atau hak jawab terkait dugaan pelarangan liputan Kirab Satu Negeri GP Ansor yang dialami salah satu reporter televisi di rumah dinas Wali Kota Surabaya, Senin (8/10). Fisker memastikan bahwa pada saat itu tidak ada larangan atau pun pengusiran salah satu reporter televisi JTV bernama Dewi. Sebab, ia sangat menyadari bahwa Pemkot Surabaya membutuhkan media untuk mempublikasikan berbagai program yang telah ditelorkan selama ini. Namun pernytaan Hak jawab Fikser tersebut dibantah keras oleh Dewi Imroatin reporter televisi JTV yang menjadi korban pengusiran saat peliputan Kirab Satu Negeri GP Ansor di rumah dinas Wali Kota Surabaya, oleh Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemerintah Kota Surabaya Surabaya M. Fikser Senin (8/10) lalu. Dewi,mengatakan Kalimat Kabag Humas M. Fikser yang disampaikan kepadanya tidak seperti menyuruh dirinya harus menunggu waktunya untuk masuk, Kalimatnya sangat jelas melarang saya masuk, mbak dewi jangan masuk ke dalam, lalu saya tanya, kenapa pak fikser? dia menjawab ibu tidak berkenan kalau ada sampean terus saya balik bilang, saya punya hak untuk meliput lalu pak fixer menjawab ibu juga punya hak untuk tidak diliput, dan mulai hari ini, kalau ada agenda ibu, mbak dewi tidak usah datang, karena ibu tidak berkenan kalau ada sampean ungkap Dewi kepada rekan-rekan media. Saya masih ingat kalimat pak fixer tidak memperbolehkan saya meliput, itu bagian dari pelarangan atau apa itu setiap orang bisa berbeda memaknainya, kata Dewi Dewi menceritakan, tanggal (8/10)sekitar pukul 13.30 saya dewi reporter JTV bersama faini reporter SBO ke kediaman walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk meliput acara kirab satu negeri PP Ansor, sampai di halaman kediaman saat saya berjalan menuju teras depan rumah. Saya melihat pak fikser kabag humas pemkot surabaya sedang duduk dan minum es, di sisi samping ruangan, saat melihat saya lewat, dia langsung berjalan menuju saya, saat mau masuk ke kediaman ibu walikota, fixer langsung memanggil saya dan bilang ingin bicara khusus, akhirnya saya batal masuk, sedangkan faini masuk ke dalam, tinggal saya dengan bapak fixer, saat itu fixer berkata ke saya, mbak dewi jangan masuk ke dalam, lalu saya tanya, kenapa pak fixer? dia menjawab ibu tidak berkenan kalau ada sampean terus saya balik bilang, saya punya hak untuk meliput lalu pak fixer menjawab ibu juga punya hak untuk tidak diliput, ungkapnya. Dewi melanjutakan, kemudian Fikser mengatakan kepada dirinya mulai hari itu dirinya dilarang meliput agenda-agenda Wali Kota Risma. Mulai hari ini, kalau ada agenda ibu, mbak dewi tidak usah datang, karena ibu tidak berkenan kalu ada sampean lalu saya bilang iya sampaikan saja ke kantor saya, pak fixer menjawab iya kita kirim surat ke kantor sampean, cerita Dewi menirukan percakapan Fikser. Sementara itu pelarangan peliputan kepada wartawan JTV Dewi Imroatin oleh Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemkot Surabaya, M. Fikser juga mendapat tanggapan dari Direktur JTV Imam Syafii. Menurutnya perbuatan pelarangan peliputan tersebut sangat disesalkan, karena wartawan menjalankan tugas amat undang-undang. Kami menyesalkan sikap Humas Pemkot, terutama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma). Melarang wartawan meliput tidak mencerminkan keterbukaan informasi, apalagi mereka pejabat publik, jelas Imam Sebelumnya nama Imam Syafii disinggung dalam klarifikasi Fikser. Diakui Imam, memang sempat ada komunikasi antara dirinya dan Fikser. Namun saat itu ia menanyakan alasan Dewi tidak diijinkan meliput Risma. Saya tanya ke Fikser, kenapa Dewi dilarang meliput. Fikser bukan menjelaskan tapi malah bilang minta tolong supaya Dewi tidak meliput. Saya tidak habis pikir, apa salahnya Dewi sampai dilarang. Apa karena dia kritis. Saat itu saya bilang ke Dewi cari sumber lain, toh yang rugi mereka sendiri, cerita Imam. Menurut Imam, sebenarnya persoalan di kota Surabaya sangat banyak. Setiap media berhak melakukan tugasnya untuk menyampaikan informasi ke publik termasuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Kalau Risma tidak mau berkomentar, yang rugi dia sendiri. Apalagi persoalan di kota Surabaya ini sangat banyak. Saya bilang ke wartawan JTV untuk selalu bersikap kritis. Tanpa Risma kita bisa minta komentar ke narasumber lain seperti dewan kota, tuturnya. Ditambahkan Imam, Risma tidak selayaknya alergi dengan kritikan media. Sebab fungsi media adalah sebagai pengontrol. Dia (Risma) kalau mau dipuji, ya cukup selesai di Humas. Sementara tugas media untuk mengontrol. Persoalan kritik sudah biasa terjadi di semua pejabat publik. Kalau tidak suka dikritik kan bisa memberi hak jawab, tutupnya. Selain perbuatan mengkebiri pers tersebut juga mendapat sorotan dari Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDI Perjuangan, Bambang DH menyesalkan insiden larangan wartawan televisi yang akan meliput di rumah dinas Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Dengan kejadian tersebut jelas ini mencoreng citra partai, Ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Kamis (11/10). Bambang mengatakan, pekerja jurnalis sudah nyata dilindungi oleh Undang-Undang sehingga siapapun yang melarang atau alergi terhadap wartawan itu pelanggaran berat. Terlebih, tambah Bambang DH, seorang Walikota Surabaya, Risma yang merupakan pejabat publik bertindak tidak elok kepada wartawan jelas mencoreng citra partai yang mengusung Risma jadi Walikota. Saya khawatir suara partai di Surabaya akan anjlok karena kelakuan bu Risma yang mencoreng nama baik partai yang selama ini sudah bagus dimata publik, akibat melarang wartawan meliput dirinya, Tegas Bambang DH. Bambang DH yang kini menjadi elit politik di DPP PDI Perjuangan menyarankan kepada Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, bahwa kinerja Kepala Daerah tidak bisa hanya mengandalkan anak buahnya atau SKPD, tapi juga bermitra dengan media itu sangat utama. Kenapa, ungkap Bambang DH, bisa saja jika anak buahnya (SKPD) apa yang terjadi dilapangan yang sebenarnya soal kinerja dilaporkan ke Walikota Risma berbeda dengan yang ada di lapangan. Nah kalau wartawan kan fakta apa yang dilihat sesuai dengan laporannya. Jadi ketika hal itu ditanyakan ke Walikota, ya Bu Risma jangan marah dong, apalagi sampai ga mau ketemu dengan wartawan," ungkapnya. Sementara itu Ketua PWI Jatim, Achmad Munir akan segera memberi klarifikasi soal Risma yang melarang wartawan meliput di rumah dinas Walikota, Tri Rismaharini. Munir menambahkan, PWI Jatim akan beck up masalah insiden reporter JTV yang dilarang oleh Walikota Surabaya Risma, dan segera dimintai klarifikasi, jangan sampai persoalan ini malah reporternya yang menjadi korban. PWI Jatim akan beck up penuh persoalan ini," Kata Munir saat dihubungi via telpon, Kamis (11/10). Alq

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU