Komnas HAM Sarankan Sanksi Bagi Warga yang Berkumpul Bukan Pidana

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 25 Mar 2020 23:32 WIB

Komnas HAM Sarankan Sanksi Bagi Warga yang Berkumpul Bukan Pidana

Dalam mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19, pemerintah menerapkan social distancing dengan menghindari keramaian dan bekerja dari rumah (work from home/WH). Namun, anjuran tersebut masih belum dilakukan secara penuh oleh masayarakat. Buktinya, masih banyak yang masyarakat yang berkumpul di suatu tempat. SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Polri sebelumnya menyebut tidak akan segan memberikan sanksi pidana terhadap masyarakat yang membandel untuk berkumpul di tempat umum. Menanggapi hal tersebut, komisi nasional hak asasi manusia (komnas HAM) menyarankan agar Polri tidak memberikan sanksi pidana, namun cukup diberikan sanksi berupa kerja social ataupun denda.. Hal tersebut dikarenakan, kapasitas penjara diketahui telah penuh sesak dan juga pengadilan sementara waktu tidak melakukan aktivitasnya. Sanksi ada baiknya bukan pidana, karena penjara telah penuh sesak dan pengadilan juga diminta sementara tidak melakukan aktivitasnya. Sanksi yang dimaksud bisa berupa sanksi denda atau sanksi kerja social, kata komisioner komnas HAM Choirul Anam dalam keterangan tertulisnya di Jakarta. Ia berpendapat pemberian sanksi memang dimungkinkan untuk diberikan kepada pelanggar agar bisa memutus rantai penyebaran Covid-19. Namun, pemberian sanksi sebaiknya yang dapat menimbulkan solidaritas. Ia menambahkan, sebaiknya dasar pemberian sanksi harus dibuat terlebih dahulu dan mekanisme kerjanya mesti terbuka. Tak lupa, prinsip dasar HAM bisa menjadi rujukan.. Ia menilai, langkah pemerintah dalam menghadapi Covid-19 belum jelas dan masih membingungkan masyarakat. Sangat disayangkan kebijakan yang ada belum utuh. Hal ini menunjukkan konsolidasi penanganan belum maksimal dan efektif, katanya. Contoh nyatanya adalah upayaRapid Test di beberapa daerah yang terlanjur diumumkan namun dibatalkan. Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan kepanikan. Metodologi yang dilakukan harus memiliki standar yang jelas sebelum dipublikasikan. Kemudian lebih penting lagi, tidak menimbulkan kontradiksi dengan kebijakan sebelumnya. Ini terjadi pada model tes rapid yang dibatalkan karena dilakukan secara kerumunan, padahal kebijakan utamanya adalah menghindari kerumunan, jelasnya. Dikatehui sebelumnya, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan Polri bersama TNI akan membubarkan masyarakat yang masih tidak mengindahkan himbauan pemerintah agar bekerja dari rumah dan menjaga jarak demi menekan penularan virus Covid-19. Upaya pembubaran ini menindaklanjuti maklumat Kapolri nomor Mak/2/III/2020 tertanggal 19 Maret 2020 yang diterbitkan menyusul semakin cepatnya penyebaran penularan virus Covid-19 di Indonesia.Jk04

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU