Komplotan Sipoa Ditahan, 2 Bosnya Mendahului

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 23 Mei 2018 22:10 WIB

Komplotan Sipoa Ditahan, 2 Bosnya Mendahului

Edy Dwi Marsono, Pengacara Budi Santoso dan Klemen, akan Dilaporkan Lakukan Fitnahan dan Pencemaran Nama baik serta Menebar Kebencian Melalui Media Online oleh Paguyuban Korban Sipoa dan Santoso Tedjo. Jadi Budi Santoso dan Klemen, Bos Sipoa, Dilaporkan Pidana Lagi. Sedangkan, Ronny Suwono, besan Sutoto Yacobus, Bos Ciputra Surabaya yang juga Pendeta dari Kediri, Dijadikan Tersangka kasus Sipoa, karena ikut Himpun Dana Rakyat. Laporan: Hendarwanto, Budi M, Firman Rachman SURABAYA PAGI, Surabaya - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jatim, benar-benar menegakkan keadilan dan kepastian hukum. Bos-bos Sipoa, yang bikin keruh situasi ketertiban dan keamanan di Jawa Timur jelang Pilkada serentak 2018, bakal ditahan semua. Mereka adalah Budi Santoso yang diduga goodfather dan Klemen Sukarno Candra, Direktur Operasional, ditahan sejak 19 April 2018. Empat direksi lain, yang Rabu (23/5/2018) kemarin, sudah ditetapkan sebagai tersangka, dalam waktu dekat akan ditahan. Empat tersangka itu, semuanya menjabat sebagai Direktur dan Direksi di Sipoa Grup. Keempat bos Sipoa diantaranya, Aris Birawa, tukang gambar yang mendadak kaya raya. Sugiarto Tanojohardjo alias Sugik, Keturunan Tionghoa yang lama tinggal di Jerman. Harisman Susanto, salah satu Direktur Sipoa Grup. Dan Rony Suwono, Pendeta asal Pare yang besan Sutoto Yacobus, bos Ciputra Surabaya. Mereka diduga telah melakukan tindak pidana penipuan dan menggelapkan uang kastemer Apartemen Royal Word (RAW) yang dipromosikan akan dibangun oleh PT Bumi Samudra Jedine, di lahan seluas 6 (enam) hektar di dekat kampus STIE Mahardika dan Universitas Sunan Giri, Waru, Sidoarjo. Dari proyek RAW, komplotan ini diduga telah gelapkan dan menipu sedikitnya Rp 166 miliar. Angka ini belum proyek-proyek lain di Juanda dan Bali. Diperkirakan dana yang terhimpun sejak tahun 2014 mencapai Rp 1 triliun lebih. Direksi lain yang diduga memainkan dana masyarakat adalah Rusdi Hasan Tumbelaka, mertua dari Aris Birawa. Pemegang saham PT Bumi Samudra Jedine, dua perseroan yang pemegang sahamnya pengurus REI pusat, Teguh Kinarto, anaknya dan mantan pengusaha ikan bakar Sea Master yang kini menekuni spekulan tanah, Widji Nurhadi, Budi Santoso dan istrinya. **foto** Menurut informasi yang dihimpun di Polda Jatim, peran Aris Birawa, direktur di lima Perseroan grup Sipoa. Lima perusahaan ini menerima kucuran dana dari kastemer RAW. Aris ini dulu tukang gambar perumahan. Setelah gabung Budi, rumahnya mewah dan banyak. Beli mobil jaguar dan merek lain, jelas seorang penyidik. Sedangkan peran Sugiarto, adalah turut himpun dana masyarakat bersama Pendeta Ronny Suwono, hingga menghasilkan uang puluhan miliar menggunakan PT Sipoa Investama Propertindo. Pendeta Ronny Suwono, himpun dana rakyat menggunakan 11 perseroan yang nama singkatannya sama, yaitu PT KJS. Demikian data dan informasi yang dihimpun tim wartawan kepolisian, kejaksaan dan REI Jatim, sejak Rabu (23/05/2018) kemarin. Selain perkara pokok yang dilaporkan dua Paguyuban korban Sipoa yakni Paguyuban Proyek Sipoa (P2S) dan Paguyuban Customer Sipoa (PCS), Polda juga akan dibebani dua laporan dari P2S dan The Santoso Tedjo. Paguyuban korban Sipoa akan melaporkan pengacara Budi dan Klemen yang bernama Edy Dwi Martono dengan pasal fitnahan. Sedangkan Santoso Tedjo, melaporkan Pengacara Edy Dwi Martono asal Jakarta, dengan pasal pencemaran nama baik. Saya dituding mafia?. Emangnya saya suka ngurus perkara?. Saya ini dengan paguyuban tidak ada hubungan. Apalagi dengan Pejabat Polda dan Kejati Jatim. Edy saya suruh buktikan saya mafia. Dia ini pengacara, omongannya harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Saya kejar untuk membuktikan sampai ujung dunia, kata Santoso Tedjo, Rabu (23/5/2018) sore kemarin setelah konsultasi dengan beberapa advokat Surabaya. **foto** Polda Jatim Melawan Tak hanya itu, Polda Jatim juga melakukan perlawanan kepada pengacara Edy Dwi Martono, kuasa hukum Budi dan Klemens. Melalui Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera, Polda Jatim akan melayangkan laporan ke Dewan Pers. Tak hanya itu, Barung juga akan mengirim surat ke beberapa media untuk meminta hak jawab. Barung menilai, berita tersebut tidak berimbang dan cenderung berbentuk opini, dan bukan informasi, serta tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik. Dalam pemberitaan, Barung mengaku tak menemukan adanya konfirmasi ke pihak Mabes Polri atau pihak yang terlapor yakni Pejabat Utama Polda Jatim. "Saya akan melayangkan surat ke Dewan Pers atau ke media tersebut, saya ingin ada hak jawab. Karena yang bersangkutan tidak melakukan konfirmasi berimbang kepada kami sebagai juru bicara Polda. Bahan tulisan itu berbentuk opini bukan informasi," ujarnya, Rabu (23/5/2018). Polda Jatim, melalui Barung, meluruskan, seakan-akan, Polda telah melakukan intimidasi, membujuk korban untuk melapor hingga tidak profesional dalam menangani kasus. "Di dalam pemberitaan itu dijelaskan seakan Polda Jatim melakukan intimidasi, yang kedua membujuk atau mengajak korban untuk melapor, yang ketiga tidak profesional. Yang mana itu semua tidak benar," lanjut Barung. **foto** Perjalanan Panjang Sipoa Sementara untuk kasus Sipoa ini, Polda Jatim melihat, kasus yang kini sudah ada 6 tersangka dugaan penipuan dan penggelapan, tidak serta merta muncul begitu saja di bulan Mei 2018. Namun sudah melewati berbagai tahapan sejak beberapa tahun yang lalu. "Kasus ini tidak serta merta muncul di bulan Mei 2018, perjalanannya panjang. Sejak 2014 Sipoa dan grupnya melakukan promosi yang luar biasa," lanjut Barung. Tak hanya itu, pihak Sipoa juga menjanjikan penyerahan apartemen akan diberikan pada Juni hingga Desember. Namun pihak perusahaan tidak bisa memenuhi hal tersebut. "Yang terjadi adalah bahwa perusahaan dan kelompoknya tidak bisa memenuhi itu semua, tidak ada polisi membujuk yang bersangkutan melaporkan ke Polda Jatim," ungkap Barung. **foto** Tidak Ada Pembangunan Hingga akhirnya pada November 2017, 85 perwakilan melakukan pertemuan dengan perusahaan namun tidak ada kata sepakat. Ketika dicek ke lokasi, tidak terjadi pembangunan, yang ada hanya tiang pancang saja. "Di bulan November 2017, ada pertemuan 85 orang yang mewakili korban Sipoa untuk melakukan pertemuan tapi tidak ada kata sepakat, karena Sipoa tidak melakukan pembangunan, hanya ada tiang pancang saja," katanya. Adanya pemberitaan miring terkait pelaporan Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin dan Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Agung Yudha oleh Edi Dwi Martono, kuasa hukum tersangka kasus Sipoa ke Divpropam Polri, labgsung ditanggapi Kabid Humas Polda Jatim Frans Barung Mangera akan melayangkan surat ke Dewan Pers. Tak hanya itu, Barung juga akan mengirim surat ke beberapa media untuk meminta hak jawab. **foto** Laporkan Advokat Sipoa Sedangkan Dian Purnama Anugerah, kuasa hukum Paguyuban Proyek Sipoa (P2S) dari Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum Unair menyayangkan beredarnya pemberitaan dari advokat Jakarta, Edy Dwi Marsono, yang menyudutkan Paguyuban. Saya tegaskan itu semua tidak benar, kaki P2S ini murni gerakan kami sendiri. Apalagi dituding diatur oleh mafia dan digerakkan oleh Kapolda. Kami itu sebetulnya korban, kok malah dituding diatur oleh sekelompok mafia, tegas Dian Purnama, yang didampingi Ketua P2S Antonius Joko Moeljono. Kami, lanjut Dian terbentuk sejak bulan Nopember 2017, para korban melihat saat itu terjadi adalah banyaknya proyek sipoa tidak terrealisasi dan kami telah mendata kurang lebih 25 proyek dan hanya 1 proyek saja yakni proyek di tambak Oso. Itupun setelah kita demo. Dan itu baru dibangun 2 tower. Dan kita justru berterima kasih kepada Kapolda Jawa Timur dan Dirreskrimum Polda Jatim karena mengapresiasi terhadap laporan kita. Paguyuban telah membuka ruang nego dan sudah difasilitasi pihak Unair. Tapi justru kita hanya dijanjikan pengembalian 100 persen serta dan cek kosong. Tak hanya itu, Paguyuban tak kenal dengan Agung Wibowo, yang dituding pernah ditemukan dengan investor. " Kita mendorong agar kasus ini terang benderang," tegas Dian. 4 Tersangka Baru Sementara, dari penggalian tim Surabaya Pagi, Polda Jatim sudah menambah 4 tersangka baru, menyusul udi Santoso dan Klemen Sukarno Candra. Namun, dari yang informasi pejabat Direskrimum Polda Jatim, 4 tersangka baru itu berposisi sebagai Direktur di dalam Sipoa Grup. Sipoa Grup sendiri terdiri dari beberapa Perseroan Terbatas (PT). Untuk yang dilaporkan ini yakni PT. Bumi Samudra Jedine yang membangun apartemen RAW. Tak hanya itu, korban total dari kasus ini mencapai 1.104 nasabah. Sedangkan, terdapat 619 nasabah yang sudah lunas. Dari kasus Sipoa ini, Polda Jatim juga telah menerima 15 laporan. Laporan ini berasal dari perseorangan, dan ada pula dari paguyupan yang berisikan puluhan nasabah yang bernasib sama. Kasubdit Hardabangta Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Ruru Wicaksono menjelaskan, awalnya yang jadi tersangka KSC dan PS. Kedua orang yang menjabat Direktur Utama dan Direktur Sipoa Group ditetapkan tersangka pada April 2017 dan ditahan. "Mereka dilaporkan atas tindak penipuan oleh para konsumen Sipoa Group," sebut Ruru Ruru menjelaskan, kasus yang ditangani ini banyak korban, yakni ada 1.104 orang. Mereka membeli apartemen dan 619 orang bayar lunas. Saat penyidikan berjalan, Polda Jatim kembali mendapat laporan dari para konsumen Sipoa Group yang tergabung dalam PCS pada Maret 2018. Sebanyak 76 konsumen melaporkan Sipoa Group atas cek kosong. Hasil penyelidikan laporan cek kosong, kata Ruru, pihaknya sudah melakukan gelar perkara. "Kami memutuskan empat tersangka lagi, mereka merupakan para direktur Sipoa Group," tutur Ruru. Ruru belum bersedia menyebut identitas empat tersangka. Saat ditanya Surabaya Pagi soal identitas empat tersangka, Ruru belum bersedia mengungkapnya. "Nanti, Minggu ini, kami akan panggil keempat terangka untuk diperiksa. Mereka semua Direktur," ucap Ruru. Menurut Ruru, kasus Sipoa Grup ini semua ditangani Polda Jatim. Laporan yang ke Polrestabes Surabaya dan Polres Sidoarjo Kota juga sudah dilimpahkan ke penyidik Polda Jatim. Dari hasil penyelidikan, ada 9 developer di bawah payung Sipoa Group yang mengerjakan berapa proyek apartemen dengan nama Royal Avatar dan lainnya. "Fakta di lapangaan setelah kami cek, tak ada bangunan apartemen yang dikerjakan. Ada tiang pancang di salah satau lokasi," cetus Ruru. Kasus Sipoa Group ini butuh penanganan yang cermat dan akurat, lantaran korban jumlahnya 1.104 orang. Mereka sudah bayar dan nilainya mencapai Rp 165 miliar. Itu baru satu perusahaan di bawah Sipoa Group, yakni PT Royal Avatar. "Padahal ada sembilan developer dibawah Sipoa Group. Totalnya ada 15 laporan dari para konsumen, mulai penipuan, cek kosong, TTPU (Tindak Pindak Pencucian Uang). Kami terus kumpulkan data dan fokus ke penyidikan," pungkas Ruru. nt/bd/fir/sin

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU