Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Korupsi Stadium 4, Jokowi Mestinya Kerahkan OTT Markus-markus

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 08 Des 2018 06:58 WIB

Korupsi Stadium 4, Jokowi Mestinya Kerahkan OTT Markus-markus

Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Efek dari pernyataan Anda Capres Prabowo, bahwa korupsi di Indonesia, sudah stadium 4, bermacam-macam. Ada yang mengkaji dari aspek kesejarahan yang mengungkit Presiden Soeharto, yang kini sudah meninggal dunia. Tidak sedikit yang mempersoalkan jumlah perkara korupsi yang kini ditangani KPK, yang ternyata tidak juga menyusut. Dibuktikan dengan banyaknya pejabat yang di OTT oleh KPK. Sebagai jurnalis pengiat anti korupsi yang sering melihat praktik di lapangan, praktik korupsi terparah justru munculnya markus-markus (makelar kasus) di semua tingkatan penegak hukum, mulai Kepolisian, Kejaksaan sampai pengadilan. Bahkan Lembaga Pemasyarakatan. Jadi korupsi paling menggoda adalah di lingkungan penegakan hukum yang bertugas memberantas tindak pidana korupsi. Makelar kasus dalam perkara tindak pidana, termasuk korupsi, sampai kini di lapangan, masih belum beres diberantas. Padahal, disana-sini, spanduk dan banner-banner anti suap dan makelar kasus terpampang di depan pintu kantor penegak hukum. Markus adalah kejahatan korupsi yang tersamar yang merusak moral penegak hukum Polri, Kejaksaan dan Hakim. Jadi fenomena korupsi adalah kejahatan luar biasa, diluar OTT yang digerakkan oleh KPK adalah melakukan pemberantasan terhadap makelar kasus yang sampai kini masih keleleran di kantor-kantor kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Kesan saya, semua markus adalah orang-orang yang berpikir korupsi. Maka itu, saatnya Anda Capres Jokowi yang masih memimpin negeri ini mengajak semua aparat penegak hukum menyamakan persepsi bahwa markus adalah korupsi yang dilakukan pihak swasta untuk merusak penegakan hukum pemberantasan korupsi sekaligus moral Polri, Jaksa dan Hakim. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Sekedar menyegarkan semangat Anda berdua, terutama Anda Capres Jokowi, yang masih memiliki otoritas memimpin negeri ini. Pada tahun 2009 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah meluncurkan gerakan pemberantasan mafia hukum yang menjadi penyakit kronis dalam penegakan hukum di Indonesia. Semangat SBY saat itu adalah menumpas habis para mafia hukum tersebut, SBY membentuk Satuan Tugas (Satgas). Pembentukan satgas ini di bawah unit kerja presiden. Satgas saat itu dijadwalkan bekerja selama dua tahun ke depan. Harapan SBY, masyarakat, LSM pegiat antikorupsi, dan media massa memberikan dukungan. Bahkan SBY mendorong masyarakat berani berpartisipasi melapor kepada Satgas apabila menjadi korban praktek mafia peradilan seperti pemerasan, jual beli kasus, dan seterusnya. Pada era kepemimpinan SBY, mafia kasus atau mafia hukum disoroti oleh sejumlah praktisi hukum, telah tumbuh merajalela bagaikan lumut dan jamur crispy yang enak renyah. Ibarat ini digambarkan markus bisa tumbuh di lembab bak jamur. Penegak hukum saat itu dituding digerogoti mafia-mafia hukum atau mafia kasus. Meski membentuk Satgas mafia hukum, SBY menurut Taufik Basari, praktisi hukum yang duduk di DPP NasDem, tak mampu memberantas mafia hukum dan politik. Hal ini yang membuat SBY makin dicap jelek oleh publik. Apalagi kader-kader Partai Demokrat, terlibat sejumlah kasus korupsi. Akal sehat saya berbisik, Anda Capres Jokowi bersama tim tak perlu kebakaran jenggot atas pernyataan Capres Prabowo, bahwa korupsi di Indonesia sudah sdtadium 4. Menggunakan cara berpikir positif, status korupsi sampai pada stadium 4, bukan berarti semua hasil kinerja Anda. Korupsi di Indonesia memiliki sejarah panjang, yaitu sejak era Orde Baru yang dikenal dengan KKN. Presiden Soeharto sendiri sampai dicap melalui TAP-MPR (Ketetapan) MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaran negara yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, kolusi, dan nepotisme), termasuk pengusutan kasus mantan Presiden Soeharto, terkait dugaan tindak pidana korupsi. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Suka atau tidak, dan sadar atau tidak, sampai saat ini pemberantasan korupsi juga masih belum maksimal. Kesannya, seolah-olah yang bertarung di arena tinju melawan koruptor itu hanya KPK. Menyusul Kejaksaan dan Kepolisian. Hasil saya menyimak, inilah realita dari segi susahnya penerapan pemberantasan korupsi di negeri ini. Makanya, akal sehat saya berbisik mengapa Anda Capres Jokowi yang masih memiliki taring, tak membuat political will yaitu mempercepat keseriusan memberantas korupsi dengan mencari titik simpul paling rumit yaitu memberantas makelar kasus atau mafia hukum. Apalagi di sekitar Anda ada Mantan Panglima TNI, Moeldoko, yang di kalangan masyarakat, dikenal sebagai tokoh yang tegas dalam mengambil tindakan hukum. Maklum, hasil temuan investigasi tim Surabaya Pagi, umumnya markus berani memberi janji pemenangan perkara termasuk korupsi dengan imbalan uang hingga puluhan miliar. Diantara investigasi tim saya dari harian Surabaya Pagi, adalah menggunakan metode mystery shopper (berpura-pura menjadi pengguna pelayanan) dan undercover ke sejumlah makelar kasus di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan negeri. Temuan saya ditingkat penyidikan pada tahap penyidikan terbanyak negosiasi perkara (tawar menawar pasal yang bakal dikenakan terhadap tersangka, penahanan, pengaturan saksi, pengelolaan saksi ahli sampai percepatan proses pemberkasan sampai menunda SPDP ke Kejaksaan). Negosiasi ini diiringi imbalan uang yang berbeda-beda Pada tingkat kejaksaan, umumnya terjadi pemerasan misalnya, pengurangan dan penambahan pasal, membolak-balikan berkas, sampai penyidikan diperpanjang. Semuanya diikuti dengan merundingkan uang damai. Sedangkan temuan dalam praktik di pengadilan, diluar pengaturan hukuman diperingan dan diperberat, adalah penyimpangan prosedur pada pendaftaran perkara, keterlambatan pelaksanaan jadwal sidang, penyimpangan prosedur dalam penyerahan salinan putusan dan petikan putusan, praktik percaloan, dan tidak terpenuhinya standar pelayanan di pengadilan. Tapi untuk membebaskan terdakwa tindak pidana korupsi, rata-rata sejak tahun 2017, tidak banyak majelis hakim yang berani bermain di sektor bebas atau lepas dari tuntutan hukum. Sejumlah markus di pengadilan negeri yang saya kenali umumnya pengacara. Mereka pada tingkat persidangan di pengadilan, segelintir Markus bisa memungut uang jasa yang katanya untuk memilih hakim. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Temuan saya tentang praktik markus atau mafia hukum menggunakan metode mystery shopper dan undercover ini untuk memberi masukan kepada Anda Capres Jokowi, bahwa praktik korupsi sebenarnya diperparah oleh peran swasta menjadi perantara kasus antara tersangka, terdakwa dan keluarganya dengan para penegak hukum di luar KPK. Akal Sehat saya menyarankan, sebaiknya Anda Capres Jokowi, menggunakan moment isu tentang korupsi di Indonesia sudah tingkat stadium 4, dengan akal cerdas. Apa? Anda Capres Jokowi, bisa membuat kebijakan (political will) seperti SBY dulu, membentuk Satgas Pemberantas Markus yang langsung dikoordinasi oleh Jenderal (Purn) Moeldoko, sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Satgas ini tidak seperti era SBY dulu menunggu laporan masyarakat. Satgas ini bisa meniru metode investigasi saya, menggunakan undercover dan mystery shopper. Contoh, anggota Satgas Anda bisa melakukan OTT secara acak di tiap Polda, Kejaksaan dan Pengadilan dengan menaruh beberapa staf satgas yang anti suap. Saran saya, staf Satgas Pemberantas Markus bisa bekerjasama dengan KPK, terutama jaringan penyadapan. Selain penyanggongan. Misal, satu sampai satu bulan staf Satgas Pemberantas Markus di ruangan Direktorat reserse umum dan criminal. Staf Satgas Pemberantas Markus bisa menangkap basah (OTT) markus-markus yang seolah berkantor di kantor kepolisian dan kejaksaan. Praktik yang saya lakukan selama ini, untuk meng-OTT markus di kantor kepolisian dan kejaksaan, bukan penanganan yang sulit. Semuanya membutuhkan political will, semangat dan tekad bahwa korupsi dari swasta (Markus) harus diberantas sama dengan meng-OTT kepala daerah dan hakim serta panitera. ([email protected],bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU