Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Korupsi Sudah Stadium-4, Pacu Hakim Benci Koruptor

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 07 Des 2018 07:11 WIB

Korupsi Sudah Stadium-4, Pacu Hakim Benci Koruptor

Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Bersamaan dengan pernyataan Anda Capres Prabowo, korupsi di Indonesia sudah stadium 4, muncul kabar baik bagi penggiat anti korupsi. Keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, divonis 10 tahun penjara, hanya karena terlibat dalam pusaran korupsi proyek e-KTP. Irvanto bukan pelaku utama. Makanya, pengacara Irvanto, Susilo Ariwibowo, menilai vonis pada kliennya dianggap terlalu berat. Susilo menilai, peran yang dilakukan keponakan Setyo Novianto, dalam korupsi e-KTP, sangat minimal atau hanya sebagai perantara. Klien saya dijatuhi hukuman 10 tahun, rasanya berat sekali. Saya tidak mengira dan membayangkan sampai 10 tahun," kata Susilo di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Rabu (5/12/2018). Majelis Hakim memidana Irvanto, bersama Made Oka Masagung. Keduanya divonis hukuman masing-masing 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim sampai menjatuhkan hukuman 10 tahun kepadaIrvanto dan Made Oka, karena perbuatan keduanya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Apalagi tidak secara maksimal melakukan pengakuan, tapi justru ditutup-tutupi. Kasus korupsi e-KTP, peran Irvanto yang saat itu berstatus Direktur Operasional PT Murakabi, menjadi perantara salah satu konsorsium perusahaan yang mengerjakan proyek e-KTP. Sedangkan Made Oka adalah Direktur Utama PT Delta Energy Pte Ltd dan OEM Investment. Iranto mengaku menerima uang 3,5 juta dollar Amerika Serikat melalui money changer, tetapi dirinya hanya menerima 2 juta dollar AS. Sedangkan Setyo Novianto, divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Majelis hakim menganggap perbuatan Novanto memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, merugikan keuangan negara, menyalahgunakan wewenang, dan dilakukan bersama-sama pihak lain dalam proyek e-KTP. Novanto dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan e-KTP. Peran Novanto disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo. Putusan terhadap terdakwa Irvanto Hendra Pambudi, dapat dianggap ada ketanggapan dari majelis hakim. Tanggap bahwa korupsi sudah stadium 4. Makanya sebagai hakim, mereka tidak membuat perbedaan hukuman terlalu jauh antara Setnov dan Irvanto, keponakannya. Akal sehat saya mengatakan, putusan terhadap keponakan Setnov ini awal yang baik memberi gambaran hakim sekarang sudah membenci koruptor. Bisa jadi hakimnya sadar bahwa hukuman untuk koruptor era stadium 4, harus dilakukan secara luar biasa, karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Menggunakan tolok ukur korupsi kejahatan luar biasa, putusan terhadap Irvanto, yang hanya menjadi perantara masuk katagori adil. Putsan ini bisa dijadikan cermin bagi hakim lain yang dalam putusannya selalu mengklaim wakil Tuhan. Anda berdua yang kini sama-sama maju ingin menjadi Presiden, dalam masa kampanye seperti sekarang logis mengeluarkan tema kampanye ingin membenahi nurani para penegak keadilan, termasuk hakim. Bahasa teknis hukumnya, saya menganggap vonis komplotan koruptor e-KTP benar-benar dilandasi pertimbangan hukum yang logis. Hakim mulai membenci koroptur apalagi menggunakan modus operandi berkomplot yang merugikan keuangan Negara sekaligus mengakali rakyat. Mengingat, KTP adalam kartu yang menjadi kebutuhan setiap rakyat. Menurut akal sehat saya, putusan hakim baik terhadap Setnov maupun Irvanto, keponakannya, telah menghargai perasaan masyarakat yang sangat benci pada koruptor. Maklum, sebelum ini, putusan terhadap para penggarong uang Negara masih rendah. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), rata-rata tuntutan dari para jaksa sekitar 3 tahun 2 bulan. Rendahnya tuntutan jaksa semacam ini, lalu ditambah dengan pertimbangan yang meringankan dari para hakim, menyebabkan vonis yang diterima terdakwa koruptor jadi sangat rendah. Menggunakan tolok ukur rasa keadilan masyarakat, standar ringan para jaksa dan hakim selama ini merupakan masalah serius terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri kita. Artinya, ada kesan jaksa dan hakim tidak serius dalam upaya pemberantasan kasus korupsi. Padahal, sudah ada kesepakat disemua komponen bangsa bahwa korupsi sudah menjadi masalah serius bagi kemajuan bangsa. Tidak berlebihan korupsi ini sebagai kasus kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime). Justru yang belum adalah pemidanaan terhadap koruptor belum dilakukan secara luar biasa. Akal sehat saya berteriak, semua Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, mengkampanyekan kepada semua hakim se Indonesia untuk benci terhadap koruptor. Hukuman terhadap pelaku korupsi setelah pernyataan korupsi sudah stadium 4 adalah membikin standar hukuman minimal 10 tahun kepada koruptor. Bisa? Insya Allah bisa, sepanjang ada keberanian dari para hakim untuk mendengar rasa keadilan masyarakat, bukan mendengar kata hatinya semata yaitu meladeni jasa upeti sogokan untuk mengkomersialkan putusan perkara korupsi. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU