LPS Gelontor Rp1,4 T demi Likuidasi 96 BPR Bangkrut sejak 2005

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 28 Jul 2019 12:51 WIB

LPS Gelontor Rp1,4 T demi Likuidasi 96 BPR Bangkrut sejak 2005

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Sebanyak 97 bank dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak tahun 2005 hingga bulan Juli 2019 ini. Dari jumlah itu, senilai Rp1,4 triliunan dipakai demi melikuidasi bank-bank tersebut. Bank yang ditutup terdiri dari satu bank umum dan 96 bank lainnya merupakan bank perkreditan rakyat (BPR). Direktur Group Penanganan Premi Penjaminan LPS Samsu Adi Nugroho mengungkapkan, sebagian besar bank yang dilikuidasi tersebut beroperasi di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Barat. Lebih detail, sebanyak 34 bank di Jabar dan 16 bank di Sumbar. "Semua 96 BPR itu sudah tidak bisa ditolong dari kebangkrutan. Namun, sebetulnya jumlah itu masih termasuk sedikit kalau dibandingkan dengan total 1.700 BPR se-Indonesia. Artinya, likuidasi ini tidak selalu buruk," tutur Samsu di Cirebon, baru-baru ini. Terlebih, sambung Samsu, total nilai aset seluruh bank yang dilikuidasi tersebut tidaklah besar. Dengan begitu, likuidasi bank-bank ini tidak mempengaruhi stabilitas ekonomi dalam negeri. "Bank-bank yang ditutup itu asetnya ada yang terhitung Rp1 miliar dan Rp10 miliar. Memang ada yang ratusan seperti Rp600 miliar. Seperti di Bengkulu ada yang Rp100 miliar dan Bandung juga Rp200 miliar. Tapi ini tidak membawa dampak ke sistem keuangan," urai Samsu. Khusus untuk tahun 2019, LPS sendiri dilaporkan terlah menutup sebanyak enam BPR semenjak bulan Januari sampai bulan Juli. Detailnya antara lain, BPRS Jabal Tsur, BPRS Safir, BPR Panca Dana, BPRS Muamalat Yotefa, BPR Legian dan BPR Efita Dana Sejahtera. Sementara itu, Kepala Kantor Manajemen dan Perumusan Kebijakan LPS Suwandi mengungkapkan, likuidasi BPR acap kali disebabkan manajemen yang tidak mampu menerapkan good corporate governance. Bahkan, sejumlah bank tidak melaporkan laporan keuangan mereka dengan baik dan benar. "Laporan keuangan bank-bank itu tidak reliable, contohnya kredit sebetulnya sedang macet tapi dilaporkan lancar. Selain itu, rasio kecukupan modal mereka jatuh," tambah Suwandi.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU