Maju Mundur Relaksasi Investasi Pro Asing

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 26 Nov 2018 10:19 WIB

Maju Mundur Relaksasi Investasi Pro Asing

SURABAYAPAGI.com, Jakarta - Pemerintah menunda penyelesaian revisi Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah sedang berdiskusi dengan sejumlah pengusaha. Sebelumnya, dia mengatakan Perpres selesai pada akhir minggu ini. Setelah mendapatkan masukan dari pengusaha, pemerintah akan mengirimkan revisi aturan tersebut kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Setelah sosialisasi, kami akan duduk bersama-sama. Hasilnya akan kami naikkan ke Presiden, kata Darmin, Minggu (25/11). Mantan Gubernur Bank Indonesia itu menyebut para pengusaha masih membutuhkan penjelasan karena ada perbedaan persepsi di kalangan pebisnis terkait investasi dibuka pemerintah untuk pemodal asing. Revisi DNI diterbitkan oleh pemerintah melalui Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 pada Senin (19/11). Dalam beleid revisi peraturan, tertuang 25 bidang usaha yang diperbolehkan dimiliki asing hingga 100 persen meliputi pariwisata, perhubungan, komunikasi dan informatika, ketenagakerjaan, energi dan sumber daya mineral (ESDM), dan kesehatan. Namun pada Rabu (21/11), Kadin Indonesia menilai kebijakan relaksasi DNI perlu ditunda sebelum diberlakukan secara efektif. Pasalnya, masih terdapat hal-hal yang perlu diperjelas oleh pemerintah, terutama terkait relaksasi DNI pada bidang usaha yang menyangkut Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta koperasi. Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani menyatakan terus berupaya mengajak para pengusaha, asosiasi, dan himpunan untuk memberi masukan kepada pemerintah. Kadin juga bakal mengadakan Rapat Pimpinan Nasional di Solo, Jawa Tengah, pada 26 hingga 28 November 2018 untuk meminta penjelasan dari pimpinan Kadin di daerah. "Kami ingin bertemu pemerintah untuk memberikan masukan supaya ada penyempurnaan aturan," ujar Rosan. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, mengatakan permintaan kalangan pengusaha untuk menunda pelaksanaan DNI merupakan reaksi karena adanya salah pengertian. Ia menilai pengusaha ribut karena ada miskomunikasi antara pemerintah dan pengusaha. "Itu yang saya tangkap ada salah pengertian saja. kebijakan DNI yang terakhir itu yang disampaikan Pak Menko (Darmin Nasution) ada yang kurang lengkap dan adanya misinterpretasi," ujar Bambang. Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyebut ditundanya Paket Ekonomi XVI adalah bentuk lemahnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam mengelola pemerintahan. "Jadi ini bukti lemahnya kepemimpinan manajerial di pucuk pimpinan pemerintahan,"ucap Riza kepada wartawan, kemarin. Menurut Riza, penundaan tersebut juga bukti bahwa pemerintah tidak yakin dengan kebijakan yang diterbitkan. Dia menyinggung kembali soal penundaan kenaikkan bahan bakar premium. Riza mengatakan tak jauh berbeda. Menurutnya, kedua hal itu merupakan implikasi atau akibat dari pimpinan pemerintahan yang tidak cerdas. "Susah kalau pemimpin tidak cerdas dan tidak punya komitmen. Ya begini. Harusnya kan komprehensif, terintegrasi, terkoordinasi baik," kata Riza. Riza lalu mengatakan jika Presiden Jokowi tidak merasa menyepakati paket ekonomi XVI, maka seharusnya memecat menteri yang bersangkutan. Menurut Riza, orang yang diberi tugas membantu presiden harus sejalan dengan pimpinan. Bukan sebaliknya. "Harusnya kan pecat saja menterinya. Kalau enggak, ya berarti presidennya juga yang enggak benar," kata Riza. Perihal Paket Ekonomi jilid XVI sendiri, Riza sangat tidak setuju jika diterapkan. Dia menganggap pemerintah sama dengan pro asing dan pro aseng apabila paket itu diimplementasikan. "Bukti Pemerintah tidak memikirkan rakyat. Tidak menjalankan ekonomi kerakyatan. Tidak menjalankan pasal 33 UUD 45. Perekonomian dikuasai negara untuk asing. Bukan untuk rakyat," imbuhnya. Jk

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU