Home / Hukum & Pengadilan : Wawancara Pakar Hukum Tata Negara FH Unair terkait

“Makar Itu Diikuti Gerakan Terorganisir dan Sistematis....”

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 14 Mei 2019 08:35 WIB

“Makar Itu Diikuti Gerakan Terorganisir dan Sistematis....”

SURABAYAPAGI.com - Dalam sepekan, beberapa pendukung pasangan calon 02, ditetapkan sebagai tersangka makar oleh Kepolisian Republik Indonesia. Diantaranya, anggota Penasihat Persaudaraan Alumni 212 Eggi Sudjana. Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini disangka mengajak massa untuk melakukan people power saat berorasi di depan kediaman capres 02 Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/4/2019). Di sisi lain Kivlan Zein juga mengahadapi tuduhan serupa yakni melakukan tindakan makar dengan pidatonya mengajak people power. Sebagian orang menilai ajakan people power itu masuk kategori makar, sehingga perlu segera ditindak. Sementara sebagian orang lainnya justru menilai penetapan tersangka makar kepada Eggy dan Kivlan adalah ancaman terhadap kebebasan berekspresi. Lantas bagaimana pandangan dan kajian dari pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Dr. Radian Salman, SH., LL.M. Minggu (12/5/2019) kemarin, wakil Dekan III FH Unair ini blak-blakan terhadap Wartawan Surabaya Pagi Rangga Putra. Berikut petikan wawancaranya. Surabaya Pagi (SP): Selamat siang pak. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) meyampaikan bahwa penegak hukum diminta berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal delik makar dalam Pasal 87, 104, 106, 107, 139a, 139b, dan 140 KUHP dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. MK menyatakan pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan hak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat seseorang tersebut dalam negara demokratis. Pengertian hati-hati yang bagaimana? Apakah penetapan tersangka terhadap Eggy dan Kivlan sebelum aksi makar dilaksanakan di jalanan, sebagai langkah berhati-hati dari Polri agar rakyat tidak ikut-ikutan ajakan Kivlan dan Eggy. Radian Salman (RS): MK menolak uji materi terhadap pasal-pasal makar tersebut. Artinya, pasal-pasal makar itu masih berlaku. Hati-hati yang dimaksud MK adalah penegak hukum harus menentukan apakah gerakan makar itu terorganisir apa tidak. Rencananya sistematis atau tidak? Potensinya sebesar apa? UU itu kan peninggalan Belanda yang rezimnya sudah berbeda dengan zaman republik yang demokratis. Jadi UU itu harus disesuaikan dengan situasi sekarang. Tapi, kalau alasannya hanya karena berorasi people power di depan pendukungnya sendiri, menurut saya berlebihanlah pemerintah ini. SP: Perbuatan makar sangat erat berkait dengan persatuan dan kesatuan bangsa. Tepatkah pencetusnya ditindak lebih dini sebagai preventif? RS: Iya betul. Tapi harus ditentukan dahulu apakah gerakannya terorganisir dan rencananya sistematis. Kalau tidak diikuti dengan upaya pergerakan, ya berlebihan pemerintah. Di era demokratis seperti sekarang ini, mestinya lebih bijak menggunakan pasal makar. Memang benar baru niat saja, tidak harus terlaksana, bisa kena pasal makar. Tapi kok ya berlebihan. SP: Lantas, apakah penetapan Eggy dan Kivlan sebagai tersangka agar tidak menyulut sebagian rakyat, terutama yang pro-gerakan radikal? RS: Nah kalau itu, polisi yang tahu. SP: Kemudian, Benarkah meski masih dirancang melalui pidato yang diviralkan sudah bisa dianggap perencanaan makar, ada niat memecah belah persatuan bangsa dan negara? RS: Harus ditentukan dahulu apakah pidato itu merupakan bagian dari upaya jahat yang terorganisir dan sistematis. Yang harus menjadi perhatian adalah, apakah betul sebuah pendapat itu masuk makar. Jangan-jangan respon penguasa itu hanya ingin membungkam suara elemen rakyat maupun lawan politik. SP: Tentang kebebasan berekspresi yang tertuang di dalam UUD 1945 terkait kebebasan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, bisakah diadu dengan ketentuan tentang makar seperti selama ini disampaikan Eggy Sudjana dan Fahri Hamzah? RS: Seperti yang sudah saya sampaikan, berkumpul dan mengutarakan pendapat itu dijamin UU. Tapi untuk menentukan sebuah perbuatan itu makar atau tidak, harus diketahui apakah gerakan dan rencana makarnya itu terorganisir dan sistematis. Kalau hanya berpendapat people power saja di muka umum, rasanya kok berlebihan pemerintah meresponnya. SP: Delik makar merupakan delik formal sehingga perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Benarkah Delik makar telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti yang tercantum dalam rumusan delik? RS: Pakar hukum pidana lebih kompeten menjawab pertanyaan ini. SP: Makar bertujuan menumbangkan pemerintahan yang sah. Dampaknya dapat memecah belah bangsa. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku makar? Apakah memang harus tegas? Dan Bila benar Polri harus tegas, penetapan Eggy, Kivlan sebagai tersangka makar apa sudah tepat? Pembuktiannya bakal bisa adu argumentasi di Pengadilan. RS: Ya harus tegas, karena pelaku sudah melakukan makar. Tapi menurut saya, pemerintah itu berlebihan. Meski nanti semua pembuktian akan dilakukan di pengadilan. SP: Lalu Bagaimana pendapat Bapak dalam mengeluarkan pendapat secara bebas-bebasnya (melampaui batas UU) sehingga menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya? RS: Mengungkapkan pendapat zaman sekarang dahulu itu berbeda. Sekarang banyak medianya. Mestinya tidak sebebas-bebasnya, tapi harus bertanggungjawab.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU