Mengkhawatirkan, Revisi UU KPK Dikebut

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 13 Sep 2019 00:06 WIB

Mengkhawatirkan, Revisi UU KPK Dikebut

Jaka Sutrisna-Teja Sumantri, Wartawan Surabaya Pagi Revisi UU nomor 30/2002 tentang KPK yang dikebut DPR, membuat pimpinan KPK khawatir berdampak pada penegakan anti-korupsi di tanah air. DPR sendiri sudah menerima Surat presiden (Surpres) terkait revisi UU KPK ini sejak Rabu, (11/9/2019). "Kita tahu haru ini penegakan antikorupsi dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Jadi, oleh karena itu, kita masih berharap mudah-mudahan concern kita semua didengar oleh para pengambil keputusan, baik di DPR maupun di eksekutif, di pemerintahan bahwa gerakan antikorupsi itu memerlukan penguatan-penguatan, bukan untuk dilemahkan," ujar Agus dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis (12/9/2019). Jumpa pers menyikapi revisi UU KPK ini juga diikuti Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dan Saut Situmorang. Dua komisioner lainnya, yakni Alexander Marwata dan Basaria Pandjaitan tak ikut hadir. Terkait revisi UU KPK, Agus menyebut prosesnya sangat cepat. KPK bahkan sudah menerima undangan untuk menghadiri rapat di DPR. Janggalnya, revisi ini tidak melibatkan KPK. Padahal, lembaga antirasuah adalah pihak yang paling berkepentingan dalam perubahan regulasi tersebut. "Ini secara mengejutkan kemudian langsung melompat ke UU KPK," tandas Agus. Agus menilai, proses revisi UU KPK ini melompati perbaikan regulasi terkait lainnya yang seharusnya dilakukan pemerintah dan DPR. Terlebih, sejumlah poin dalam draf RUU itu dinilai akan melemahkan bahkan melumpuhkan KPK. Menurutnya, jika DPR dan pemerintah berpikir jernih seharusnya perubahan regulasi mengikuti urutan, yakni UU KUHP, UU KUHAP, UU Tipikor baru kemudian UU KPK. Menurutnya, UU Tipikor seharusnya direvisi terlebih dahulu untuk mengakomodasi sejumlah poin dalam Konvensi Antikorupsi PBB atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003. Padahal, Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 7 tahun 2006. "Karena dari UU Tipikor yang sekarang masih ada kesenjangan kalau kita lihat dengan UNCAC. Kesenjangannya masih banyak, antara lain kita belum menyentuh private sector, belum menyentuh perdagangan pengaruh, juga memperkaya diri sendiri secara tidak sah, juga aset recovery, ini mestinya disempurnakan," terang Agus. Karena itu, lanjutnya, wajar jika wacana revisi UU KPK ini membuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dalam kondisi mengkhawatirkan. Sementara itu, DPR mengaku sudah menerima Surat presiden (Surpres) terkait revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Ya memang sudah masuk (surpres). Sore tadi (Rabu, 11/9)," kata Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019). Menariknya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah mulai membahas revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan UU Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) pada Kamis (12/9) malam. Unsur pemerintah melibatkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Pembahasan ini dilakukan hanya sehari setelah Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan kedua RUU ini. Surpres ini juga belum dibahas dalam Rapat Paripurna. Surpres tidak perlu diparipurnakan, dibamuskan (rapat Badan Musyawarah) boleh, kata Menkumham Yasonna Laoly sebelum rapat Baleg di Kompleks Parlemen Senayan. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU