Mengukur Profesionalisme Polri Tangani Keluarga Cendana di Skandal MeMiles

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 22 Jan 2020 23:04 WIB

Mengukur Profesionalisme Polri Tangani Keluarga Cendana di Skandal MeMiles

SURABAYAPAGI.COM - Rabu kemarin (22/01/2020) dari rencana tiga orang keluarga Cendana yang akan dipanggil penyid penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim, hanya satu yang memenuhi panggilan Polri. Dia adalah Ari Haryo Wibowo Harjojudanto alias Ari Sigit, cucu almarhum mantan presiden Soeharto. Istri Ari Sigit, yakni Frederica Francisca Callebaut dan anggota keluarga Cendana lain, tak hadir, dengan alasan sakit. Mereka diduga ikut bergabung dalam MeMiles yang merugikan publik sampai Rp 750 miliar. Menurut Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan, munculnya nama keluarga Cendana berdasarkan keterangan dari sejumlah tersangka serta data forensik. Polisi mendapati fakta baru, yakni Ari Sigit, tidak tergabung di investasi bodong MeMiles. Tetapi ada aliran dana hingga reward yang diterima Ari Sigit. Ini yang mengherankan Polisi. Padahal, Ari Sigit tidak tercatat sebagai member dan top up. Justru yang menjadi member di MeMiles hanya istri Ari Sigit, yakni Frederica Francisca Callebaut. Temuan Polisi yang telah dipublikasi ini tidak hanya mengherankan pihak kepolisian, tetapi akal sehat publik. Maklum, sejak Kakeknya berkuasa, tidak hanya Ari Sigit yang memiliki power, tetapi juga orangtua Ari, Sigit Harjojudanto beserta Pakde dan Tante-tantenya. Bahkan saat itu, Panglima ABRI Jenderal Benny Moerdani (almarhum) pernah menerima pesan khusus dari Presiden Soeharto. Pesannya, mantan Presiden kedua ini meminta Benny untuk menjaga anak-anaknya karena dia sendiri sibuk. Ben, kamu harus membantu saya mengawasi anak-anak saya. Saya tak ada waktu, demikian dituturkan pendiri lembaga CSIS yang juga teman dekat Benny, Jusuf Wanandi, dalam Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 19651998. Benny Moerdani dikenal tangan kanan dengan fungsi ganda dari Soeharto. Tak hanya berperan sebagai Asisten Intel di institusi ABRI, tetapi Benny juga ditugaskan mengamankan keluarga Soeharto, termasuk anak-anaknya. Dan di tangan Benny, pihak manapun termasuk penegak hukum, tak ada yang berani menyentuh apalagi mengganggu Keluarga Cendana, sebutan keluarga besar Soeharto yang tinggal di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat. Padahal, saat itu, praktik bisnis anak-anak Soeharto memang sempat menjadi sorotan yang mencemaskan. Namun selama Soeharto masih berkuasa, menyelidiki sepak terjang anak-anaknya merupakan hal yang tabu. Aktivis kampus almarhum George Junus Aditjondro, dalam penelitiannya mengungkap keterlibatan anak-anak Soeharto dalam praktik korupsi. Praktik itu dimulai pada pertengahan 1970-an hingga 1980-an. Saat itu, anak-anak Soeharto ingin menjadi pelaku bisnis aktif atau sekedar rent seeker (pemburu rente). *** Kini Soeharto sudah meninggal. Sejak reformasi tahun 1998, keluarga Cendana, sudah tak memiliki kekuasaan politik di Indonesia. Tetapi apakah pengikut-pengikutnya, yang sekarang ada di pemerintahan, terutama di partai Golkar, membiarkan anak-cucu Soeharto, diterpa kasus hukum. Demikian juga mantan anak buah Jenderal (Purn) Benny Moerdani, yang saat Orde Baru berkuasa masih berpangkat letnan. Bisakah berdiam diri, saat mendengar dan apalagi dilapori anak-cucu mantan penguasa Orde Baru selama 32 tahun, acuh tak acuh?. Polri yang kini menangani kasus besar seperti dalam MeMiles yang merugikan publik sampai Rp 750 miliar, mampukah bertindak netral dengan berani mengambil tindakan tegas terhadap keluarga Cendana. Minimal Ari Sigit yang tidak terdaftar sebagai member tetapi menerima aliran dana dari perusahaan yang mempraktikan skema Ponzi? Dalam Pilpres 2019 lalu, Polri dituding tidak berada di tengah-tengah dua capres. Bahkan cenderung ikut menceburkan diri dalam dunia politik. Bahkan ikut bermain lewat penanganan kasus-kasus pidana, khususnya terhadap mereka yang menjadi lawan politik pemerintah. Malahan saat Pilkada 2018, ada tiga jenderal polisi yang maju sebagai calon gubernur, yakni mantan Kapolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan, mantan Kapolda Kalimantan Timur Irjen Safaruddin, dan mantan Dankor Brimob Irjen Murad Ismail (Maluku). Meskipun, ketiganya kemudian mundur dari Polri. Sekarang ini, Polri yang telah memiliki sarana dan prasarana memadai untuk memenuhi slogan profesional, moderen, dan terpercaya (Promoter), adakah jaminan akan menerapkan profesionalisme menangani kasus investasi bodong. Terutama yang menyentuh keluarga Cendana. Temuan keanehan oleh penyidik Polda Jatim terhadap sosok cucu mantan penguasa Orde Baru itu, sejak Rabu kemarin (22/01) telah diketahui masyarakat. Kini dan selanjutnya, profesionalisme Polri untuk mengungkap keterlibatan keluarga Cendana, ditunggu masyarakat. Minimal mengungkap sejauh mana aliran dana itu bisa masuk ke rekening Ari Sigit yang tidak menjadi membernya. Dan berapa banyak dana yang masuk ke rekeningnya. Contoh ada penyanyi Eka Deli Mardiyana, meski berstatus saksi terkait dugaan dalam mekanisme bisnis investasi ilegal PT Kam & Kam atau MeMiles, mau mengembalikan mobil Toyota New Fortuner yang belum ada surat-suratnya ke Polda. Publik berharap Polri dalam menangani dugaan keterlibatan keluarga Cendana dalam kasus Memiles, tidak melakukan tebang pilih atau "pilih kasih". Dalam menegakan hukum kasus ini publik berharap Polda Jatim untuk tidak main-main. Kita berharap Kapolri dan Kapolda Jatim ingat jargon politik dan hukum tentangequality before the law . Ketentuan ini mengacu pada pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Termasuk tidak membiarkan Ari Sigit, tidak jadi member Memiles, tetapi menerima aliran dana dari PT Kam & Kam. ([email protected])

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU