Home / Surabaya : Pesan Ramadhan (1)

Menjihadi Diri Sendiri

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 07 Mei 2019 11:35 WIB

Menjihadi Diri Sendiri

Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya (Hadits shahih diriwayatkan oleh ibnu Najjar dari Abu Dzarr) Tentang hadits ini saya tertarik dengan pandangan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, seorang ulama besar dari Damaskus. Tertatarik, karena beliau pernah menyampaikan pesan moral yang sejuk; Alangkah indahnya nasihat apalagi bila disampaikan oleh seorang alim yang sholeh lagi bertaqwa. Imam besar Ibnu Qayyim rahimahullah ( 691 H/ 1292M) pernah menjelaskan tentang surat Al-Ankabut ayat 69,Dan orang orang yang berjihad di jalan Kami, Kami akan memberikan kepada mereka hidayah kepada jalan jalan Kami (Al-Ankabut: 69). Murid Ibnu Taimiyah ini mengatakan, dalam ayat ini Allah mengaitkan hidayah dengan jihad. Dalam pandangannya,orang yang paling sempurna hidayahnya adalah yang paling sempurna jihadnya. Dan Jihad yang paling wajib adalah menjihadi diri sendiri, menjihadi hawa nafsu, menjihadi setan, dan menjihadi dunia. Itulah, Ramadan merupakan bulan suci yang sarat dengan keistimewaan. Di bulan ini Quran pertama kali diturunkan menyebut malam Nuzulul Quran. Dan di bulan ini pahala ibadah seorang hamba dilipatgandakan. Bahkan di bulan ini Allah menjanjikan limpahan rahmat, ampunan dan keberkahan. Dan di bulan ini, Allah menyimpan misteri malam lailatul Qadar yaitu sebuah malam yang melebihi kualitas seribu malam. Selain keistimewaan di atas, secara historis Ramadan pada zaman Rasul dan para sahabat juga bertepatan dengan berbagai peristiwa penting peperangan dan kemenangan. Perintah pertama kali, puasa juga sangat berdekatan dengan perintah pertama kali jihad yang dilakukan oleh Nabi, yakni perang Badar. Namun, secara kronologis Allah memerintahkan puasa terlebih dahulu (QS: Al-Baqarah 183) dan selanjutnya perintah Jihad (QS:Al-Baqarah 190). Ramadan sebagai bulan jihad berarti bulan penuh perjuangan dan semangat kemenangan. Ramadan bukan malah menyebabkan seorang lemah, berdiam diri, apalagi bermalas-malasan. Sebagai bulan jihad dan perjuangan, justru di bulan ini umat Islam dituntut untuk lebih produktif meraih kemenangan dalam berbagai aspek, sebagaimana Rasul mencapai kemenangan dalam berbagai persitiwa penting dalam sejarah Islam. Dalam perintah puasa baru perintah Jihad itu, ada makna yang terkandung bahwa sebelum menaklukkan musuh yang nyata, umat Islam harus bisa menaklukan musuh tidak nyata yang bermakna hawa nafsu melalui berpuasa. Secara nalar, nafsu banyak diakui bagian dari makhluk Allah. Dengan berbekal nafsu pula manusia dapat menjalankan kehidupannya secara wajar sebagai makhluk hidup di alam dunia. Malahan berbagai kebutuhan penting manusia, seperti makan, minum, tidur, menikah, dan lain melibatkan nafsu. Karena itu, secara alamiah nafsu bukanlah hal yang mutlak buruk. Dalam kehiduoan, acapkali nafsu memiliki kecederungan-kecenderungan untuk menyimpang. Kerena itu, dalam Islam terkandung anjuran kuat untuk mengendalikan nafsu. Maklum, manusia tak diperintahkan untuk memusnahkannya, namun nafsu harus memegang kuasa penuh atasnya. Ini agar manusia selamat dari jebakan dan godaan-godaannya yang menjerumuskan. Secara akal sehat, pilihannya hanya dua, apakah kita menguasai nafsu atau justru sebaliknya kita dikuasai oleh nafsu. Dua pilihan ini yang menentukan apakah kita akan memperoleh kebahagiaan hakiki atau tidak. Imam Abu Hamid al-Ghazali pernah mengatakan dalam kitab Ihyâ Ûlûmiddîn ; Kebahagiaan adalah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya. Kesengsaraan adalah saat seseorang dikuiasai nafsunya. Semangat Ramadan kali ini, mari kita menjihadi diri sendiri, mulai sekarang dan seterusya. Ini tentu berlaku bagi kita yang selama ini, masih belum berhasil menjihadi diri sendiri untuk menguasai nafsunya. In Shaa Allah. *) Penulis adalah Pembelajar Islam Otodidak

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU