[OPINI] Surabaya Kota Kelas Dunia

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 10 Des 2018 17:47 WIB

[OPINI] Surabaya Kota Kelas Dunia

Baru saja Surabaya sebagai peringkat pertama ajang Guangzhou Internasional Award, ini berarti Surabaya sudah akan memenangkan ajang bergengsi katagori kota terbaik se dunia mengalahkan kota kota kelas dunia. Belum lagi melihat dengan bunga bunga yang cantiknya sperti di Jepang dan hijaunya pohon pohon rindang seperti di Eropa serta bersihnya kali sperti di Belanda. Tatanan kota yang yang mulai tertatah rapi dan penduduknya yang mulai berbenah, hal ini memang layak di berikan kota surabaya yang disebut kota pahlawan. Hal ini, tentu bisa dikaitkan dengan sebutan surabaya sebagai kota pahlawan dengan peristiwa 10 Nopember selalu diperingati sebagai hari pahlawan, sebagai pengenang Semangat bambu runcing yang digelorakan oleh arek-erek Surabaya untuk mempertahankan kota Surabaya dari penguasaan penjajah Inggris dan sekutunya. Meski berbekal bambu runcing, namun senjata ini mampu membakar semangat heroisme yang menyala nyala, lautan spirit kepahlawanan bergolak ketika kumandang merdeka atau mati yang dikobarkan oleh Bung Tomo. Semangat bambu runcing yang mampu mengalahkan tank tank dan senjata penjajah hingga berhasil mengusir penjajah dari bumi Surabaya. Peristiwa yang di kenal sebagai hari pahlawan ini, bergelora dengan pekik semangat kemerdekaan bertalu-talu mengganyang pasukan penjajah dan membuat pecah langit Surabaya. Hotel Yamota (sekarang Hotel Majapahit) menjadi saksi perobekan bendera Belanda warna biru sehingga berkibarlah merah putih sebagai bendera pusaka Indonesia. Jendral Malaby berhasil di tembak mati oleh pasukan tentara Indonesia. Jembatan merah berlumur darah, Surabaya menjadi lautan darah, banyaknya pahlawan merenggang nyawa demi mempertahankan NKRI. Pasukan Inggris dan sekutunya berhasil bertekuk lutut, tunggang langang meninggalkan Surabaya, dan ratusan ribu nyawa melayang, Surabaya benar benar menjadi lautan darah. Peristiwa super hero ini telah membuka mata dunia tentang semangat Hero arek arek Surabaya dan para pemuda se Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa Surabaya adalah jantungnya negara, sebab perang kemerdekaan yang paling fenomenal pertama kali terjadi di kota Surabaya. Namun dengan perkembangan zaman semangat heroisme ini tampaknya tergerus oleh beberapa faktor : Faktor Pertama adalah Kasus KKN, Budaya korupsi yang sudah mendarah daging hampir setiap hari menghiasi media massa, Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh para Bupati, Gubernur, Menteri dan sejumlah anggata DPR, telah menampar nilai nilai kepahlawan. Korupsi ini telah menggerus semangat para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Tauladan buruk yang dipertotonkan oleh para elite pempimpin kita telah menjadi contoh buram bagaimana karakter kepahlawan bangsa yang dulu sangat kuat kini luntur dengan budaya elite yang hedonisme dan materialistik serta pragmatis. Faktor yang Kedua adalah global conection, Pengaruh globalisasi telah meruntuhkan nilai nilai kepahlawanan dan telah melahirkan perang peradaban baik dunia, negara, masyarakat dan individu dimana era globalisasasi saat ini telah mengantarkan kita pada era yang disebut era Revolusi Industri 4.0 (kemajuan teknologi hingga terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang) yang jika tidak disikapi dengan benar malah akan memperok-porandakan hubungan sosial antar pribadi, kelompok, golongan, masyarakat negara bahkan atarnegara. Lahirnya era baru yang disebut dengan era milinial tidak dapat di bendung lagi, bangkitnya gaya hidup baru yang lebih individualistik akibat teknologi membuat ruang ruang sosial kurang berkembang sehingga menyebabkan narasi individual menjelman menjadi individu alien dan melahirkan masyarakat alien yang akan menjadi tantangan bagi generasi berikutnya. Akibat dari tontonan para pemimpin yang kurang memaknai nilai nilai kepahlawan di tambah dengan era globalisasi ini menyebabkan faktor sosial dan keagamaan juga menjadi kurang harmonis, dimana para anak bangsa antar ormas keagamaan saling mengalahkan satu dengan yang lainya. Belum lagi persoalan tawuran, narkoba dan masalah masalah sosial yang timbul akbiat era ini. Peringatan hari pahlawan hanya menjadi peringatan rutin tahunan yang maknanya sudah mulai luntur dalam kehidupan sehari hari. Apalagi di tahun politik ini sesama anak bangsa kadang kurang menghargai antar saudara, saling menebar fitnah, ujaran kebencian dan kurang menjaga persatuan adalah bukti bahwa semangat Kepahlawanan sudah mulai luntur. Arus negatif ini berkembang di ruang ruang publik yang mestinya menjadi narasi narasi positif, misalnya media sosial, melalui Facebook, Instagram, WhatsApp, Tweeter, Youtube dan lain lain telah membuat hubungan sosial menjadi kurang bermakna, penyebaran informasi sangat cepat sehingga mana yang positif dan negatif kadang tidak jelas. Penyebab lain tergerusnya nilai nilai kepahlawan adalah media elektronik yang hampir tiap detik kurang memberikan tontonan positif bagi generasi milinial. Tayangan mistis, dekadensi moral, hedonisme, materialisme dan pragmatisme banyak menjadi contoh generasi milenial untuk mendapatkan sesuatu dengan cara instan, tanpa melalui proses perjuangan, sehingga lahirlah generasi milenial yang kurang berkualitas. Dunia pendidikan yang saat ini hanya mengejar kuantitas tanpa mengutamakan kualitas menambah deretan daftar penyebab nilai nilai kepahlawan menjadi dikesampingkan. Akibatnya spirit para pahlawan bangsa terkikis hampir di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. (M. Mufti Mubarok) *) Penulis merupakan Tokoh Surabaya yang menjadi Inisiator Gerakan Nasional Karakter Bangsa (GNKB)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU